Ribuan Buruh Jatim akan Turun ke Jalan Tolak Kenaikan BBM

Ribuan Buruh Jatim akan Turun ke Jalan Tolak Kenaikan BBM

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Selasa, 06 Sep 2022 10:10 WIB
jalan frontage ahmad yani
Jalan Frontage Ahmad Yani (Foto: Praditya Fauzi Rahman/detikJatim)
Surabaya -

Sekitar 1.000 buruh se-Jatim akan menggelar demo penolakan kenaikan harga BBM ke Pemprov Jatim. Mereka yang turun demo tergabung dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jatim.

Ketua DPW FSPMI-KSPI Provinsi Jawa Timur, Jazuli saat dikonfirmasi membenarkan rencana demo yang akan berlangsung hari ini. Menurutnya, pihaknya menolak kenaikan harga BBM karena menurunkan daya beli buruh sekitar 50 persen.

"Penyebab turunnya daya beli dikarenakan peningkatan angka inflasi menjadi 6,5% hingga 8%, sehingga harga-harga kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan," kata Jazuli dalam keterangannya, Selasa (6/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jazuli menjelaskan penurunan daya beli buruh ini diperparah dengan tidak naiknya upah selama 3 tahun belakangan. Bahkan, Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika Pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK Tahun 2023 kembali menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Maka, sudah dipastikan upah buruh tahun 2023 tidak akan mengalami kenaikan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Jazuli menilai kenaikan harga BBM itu dilakukan di saat harga minyak dunia turun. Terkesan, pemerintah mencari jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan negara dengan cara memeras rakyat.

"Terlebih, kenaikan harga BBM ini dilakukan saat negara-negara lain menurunkan harga BBM. Seperti di Malaysia, dengan Ron yang lebih tinggi dari pertalite, harganya jauh lebih murah," tuturnya.

Terkait bantuan subsidi upah sebesar Rp 150.000 selama 4 bulan kepada buruh, ia menganggap hal itu hanya sekedar 'lip service' saja. Supaya, buruh tidak protes.

"Tidak mungkin uang Rp 150.000 itu dapat menutupi penurunan daya beli akibat inflasi yang meroket," katanya

Selain itu, kenaikan BBM juga dinilai berisiko terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Lantaran, kenaikan harga barang-barang yang dipicu oleh tingginya harga BBM. Mengingat, harga BBM yang naik akan membebani biaya produksi perusahaan, tentu perusahaan akan melakukan efisiensi dengan mem-PHK buruh.

"Tidak tepat jika alasan kenaikan pertalite dan solar subsidi karena untuk kelestarian lingkungan. Faktanya, masih banyak industri-industri besar yang masih memakai batu bara dan diesel," ujar dia.

"Kami menyarankan, agar pemerintah memisahkan pengguna BBM subsidi dan non-subsidi. Misalnya, sepeda motor dan angkutan umum tidak mengalami kenaikan harga BBM bersubsidi, kemudian untuk mobil di atas 2005 harus memakai BBM non subsidi, karena orang kaya rata-rata tidak menggunakan mobil tua," tutupnya.




(abq/fat)


Hide Ads