Pelecehan Anak Harus Segera Ditindak Meski Orang Tua Tak Melapor

Pelecehan Anak Harus Segera Ditindak Meski Orang Tua Tak Melapor

Tim detikJatim - detikJatim
Sabtu, 25 Jun 2022 19:31 WIB
Ilustrasi Pemerkosaan Anak
Ilustrasi. (Foto: Zaki Alfarabi / detikcom)
Surabaya -

Berdasarkan Undang-Undang 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pelecehan seksual terhadap anak dan disabilitas harus segera ditangani meski tidak ada laporan yang masuk ke pihak berwajib. Sebabnya, sebagaimana disebutkan di dalam salah satu pasal, tindak pelecehan seksual baik fisik maupun nonfisik terhadap anak dan disabilitas dikecualikan dari kasus yang terkategori delik aduan.

Hal itu sebagaimana disebutkan di Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU TPKS yang berbunyi seperti di bawah ini.

(1) Pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelecehan seksual fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan delik aduan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Korban Penyandang Disabilitas atau Anak.

Tidak hanya untuk pelecehan seksual secara fisik maupun nonfisik, bahkan untuk pelecehan seksual berbasis elektronik pengecualian delik aduan juga diterapkan bagi kasus yang korbannya adalah anak dan penyandang disabilitas. Seperti disebutkan pada pasal 14 ayat (3).

ADVERTISEMENT

(3) Kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan delik aduan, kecuali Korban adalah Anak atau Penyandang Disabilitas.

Ada pun perbuatan yang termasuk dalam pelecehan seksual berbasis elektronik disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) seperti berikut ini.

(1) Setiap Orang yang tanpa hak:
a. melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;
b. mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau
c. melakukan penguntitan dan/ atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual.

Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Theresia Iswarini membenarkan itu. Bahwa bila pelecehan seksual terjadi pada anak delik aduan tidak berlaku karena adanya rentang relasi kuasa yang sangat besar terhadap mereka.

"Bahwa pada konteks dilakukan pelecehan terhadap anak ini kita bicara relasi kuasa, ya. Pada konteks anak dan disabilitas itu memiliki rentang relasi kuasa yang begitu besar, maka tidak serta merta bisa dinyatakan delik aduan dan dianggap sebagai delik biasa. Nah pada konteks inilah polisi itu harus bergerak untuk menyikapi. Supaya ini bisa ada efek jera begitu, ya," ujarnya.

Penindakan secara tegas dan cepat terhadap kasus pelecehan seksual terhadap anak dan disabilitas ini harus dilakukan karena menurut perempuan yang akrab disapa Rini itu saat ini masyarakat Indonesia berada pada budaya yang menganggap bahwa kekerasan seksual itu merupakan hal yang biasa atau yang ia sebut dengan rape culture (budaya pemerkosaan).

"Bahaya sekali budaya Rape Culture ini. Polisi yang dalam UU TPKS itu secara tegas dinyatakan adalah pihak yang harus melakukan tindakan tertentu ketika terjadi kekerasan seksual, maka polisi harusnya melihat kemungkinan rape culture ini akan tetap lestari kalau tidak ada penindakan terhadap para pelaku," katanya.

Tidak hanya kepolisian, Rini mengatakan bahwa edukasi tentang kesadaran untuk melindungi anak-anak dari pelecehan seksual ini juga harus ada pada orang tua yang dalam rape culture seringkali menganggap bahwa pelecehan seksual terhadap anaknya merupakan hal yang biasa saja.

"Karena itu sangat perlu kita mendidik orang tua. Seharusnya yang di Gresik itu orang tua worry (khawatir) tuh tapi kemudian memilih tidak melapor, ya karena menganggap itu hal biasa. Kedua kita juga perlu mendidik aparat penegak hukum agar mulai saat ini melindungi siapa pun lah. Warga negara ini kan banyak, termasuk anak-anak," ujarnya.

"Saya worry-nya adalah kalau dia, si pelaku, melakukan ini (pelecehan seksual) kepada anak yang lain kemudian dianggap biasa: dia cium-cium tapi tidak ditindak. Aduh ngeri banget. Nah itu, dikasih CCTV aja Kapolsek-nya malah bilang begitu, saya juga heran. Padahal itu terjadi di ruang publik, ya. Meski orang tuanya tidak melapor, tapi itu terjadi di ruang publik dan terekam (CCTV)," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(dpe/sun)


Hide Ads