Menurut Teguh, kematian balita itu sudah memenuhi unsur pidana yang layak untuk diselidiki.
"Ini ada tindak pidana dan ada pelakunya. Karena kelalaian, ya. Kelalaian itu setidaknya dengan pasal 360 KUHP lah ya. Karena kelalaiannya kemudian ditetapkan tersangka, tapi kemudian perkara itu dihentikan, karena ada proses restorative justice dengan orang tua korban," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teguh menjelaskan, pelaksanaan proses hukum seperti itu harus dilakukan karena pada akhirnya pihak kepolisian di wilayah tempat terjadinya perkara, harus tetap memenuhi proses administrasi perkara pidana yang terjadi.
"Tujuannya supaya dokumentasi proses hukumnya itu ada di Polres Tuban. Dan saya rasa administrasi perkara pidananya harus tetap dilengkapi," katanya.
Di kesempatan ini, ia mempertanyakan prosedur pengawalan Buya Arrazy Hasyim di Desa Palang, Kecamatan Palang, Tuban. Menurutnya pengawalan itu tidak bisa diberikan kepada sembarang orang.
"Jadi sudah diatur di dalam Peraturan Kapolri tentang penugasan pengawalan ini. Tidak bisa diberikan kepada sembarang orang, apalagi terhadap masyarakat sipil. Anggota DPR aja tidak boleh," katanya kepada detikJatim, Kamis (23/6/2022).
Sesuai dengan Peraturan Kapolri 4/2017 tentang Penugasan Anggota Polri di Luar Struk Organisasi, ada kriteria orang yang perlu dikawal. Pasal 8 ayat (1) menyebutkan penugasan ajudan atau pengamanan dan pengawalan itu diberikan kepada pejabat negara, pejabat negara asing berkedudukan di Indonesia, mantan presiden dan wakil presiden.
Teguh mengatakan, pengawalan juga bisa dilakukan terhadap masyarakat sipil dalam keadaan tertentu yang melaporkan secara khusus kepada polri tentang kondisi yang dialami sebagai latar belakang permohonan pengawalan.
"Jadi itu berdasarkan izin Kapolri dengan alasan keselamatan jiwa, sifatnya diancam. Sehingga, ada proses dan latar belakangnya kemudian, dia melaporkan. Misalnya juga dengan alasan perlindungan sebagai saksi," ujarnya.
Dari sejumlah kriteria orang yang seharusnya dikawal polisi itulah Teguh mempertanyakan bagaimana dengan Buya Arrazy Hasyim yang meski notabene seorang dai atau ulama, tapi masih tergolong masyarakat sipil.
"Nah kalau dia orang sipil dikawal polisi yang berdinas, itu ada potensi penyalahgunaan dari pimpinannya," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, putra kedua Buya Arrazy Hasyim meninggal dunia usai tertembak. Balita 3 tahun itu tertembak dalam insiden yang terjadi di rumah mertua Buya Arrazy di Desa Palang, Kecamatan Palang, Tuban. Diketahui, putra Buya Arrazy tewas tertembak senjata api (senpi) yang dimainkan kakak kandungnya yang berusia 5 tahun. Senpi tersebut diketahui milik anggota polri.
Data yang dirangkum detikJatim, Buya Arrazy Hasyim merupakan seorang ulama, mubaligh, sekaligus pengasuh lembaga tasawuf Ribath Nouraniyah Hasyimiyah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Dia juga tercatat sebagai dosen Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) Jakarta, serta pengajar hadis dan akidah di Darus-Sunnah Ciputat. Sebelum itu, dia juga pernah menjadi dosen di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2012-2019).
(hil/dte)