Surabaya -
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) hingga Indonesian Police Watch (IPW) kompak mendesak kasus kematian putra kedua Buya Arrazy Hasyim diusut tuntas. Putra Buya Arrazy yang berusia 3 tahun tertembak kakaknya sendiri. Sang kakak berusia 5 tahun menarik pelatuk senpi milik anggota Polri yang disebut sebagai pengawal Buya.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menyorot dugaan kelalaian peletakan senpi yang ditaruh sembarangan. Menurut Poengky, senpi tersebut harusnya ditaruh di tempat yang aman. Jika sampai putra Buya Arrazy Hasyim meraih senpi, patut diduga ada unsur kelalaian dari pemilik senpi.
"Penyimpanan senpi jika anggota sedang melakukan salat atau off sementara dari tugasnya, tetap harus disimpan dan diletakkan di tempat yang sangat aman. Jauh dari jangkauan siapapun. Apalagi jika sampai jatuh ke tangan orang lain apalagi anak-anak," tegas Poengky saat dihubungi detikJatim, Kamis (23/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, Poengky mendesak agar Propam turun tangan untuk menyelidiki dugaan kelalaian dari pemilik senpi tersebut. Propam diminta untuk menyelidiki lebih lanjut apakah ada kesalahan fatal atau tidak. Tidak menutup kemungkinan, pemilik senpi juga bisa dijatuhi sanksi pidana.
"Jika dalam penilaian propam ada kesalahan fatal, yang bersangkutan bisa dikenai sanksi maksimal sesuai Perpol 7 Tahun 2022. Apalagi jika diduga kelalaian tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa. Maka yang bersangkutan dapat dipidanakan," Poengky melanjutkan.
Sekadar informasi, Kompolnas adalah lembaga yang bertugas membantu Presiden menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
Senada dengan Kompolnas, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menegaskan, proses penyelidikan dan penyidikan kasus kematian balita 3 tahun itu harus tetap dilakukan. Bukan karena pemilik senpi itu anggota Mabes Polri, sehingga kepolisian di lokasi tempat kejadian tidak melakukan penyelidikan.
"Tidak gugur. Harus dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan, karena ada yang mati. Kemudian ditetapkan tersangka. Ini dulu, nih. Setelah ditetapkan tersangka, baru restorative justice. Alurnya begitu," kata Teguh kepada detikJatim, Kamis (23/6/2022).
IPW sebut kematian putra Buya Arrazy sudah masuk unsur pidana, simak informasi lengkapnya!
Menurut Teguh, kematian balita itu sudah memenuhi unsur pidana yang layak untuk diselidiki.
"Ini ada tindak pidana dan ada pelakunya. Karena kelalaian, ya. Kelalaian itu setidaknya dengan pasal 360 KUHP lah ya. Karena kelalaiannya kemudian ditetapkan tersangka, tapi kemudian perkara itu dihentikan, karena ada proses restorative justice dengan orang tua korban," ujarnya.
Teguh menjelaskan, pelaksanaan proses hukum seperti itu harus dilakukan karena pada akhirnya pihak kepolisian di wilayah tempat terjadinya perkara, harus tetap memenuhi proses administrasi perkara pidana yang terjadi.
"Tujuannya supaya dokumentasi proses hukumnya itu ada di Polres Tuban. Dan saya rasa administrasi perkara pidananya harus tetap dilengkapi," katanya.
Di kesempatan ini, ia mempertanyakan prosedur pengawalan Buya Arrazy Hasyim di Desa Palang, Kecamatan Palang, Tuban. Menurutnya pengawalan itu tidak bisa diberikan kepada sembarang orang.
"Jadi sudah diatur di dalam Peraturan Kapolri tentang penugasan pengawalan ini. Tidak bisa diberikan kepada sembarang orang, apalagi terhadap masyarakat sipil. Anggota DPR aja tidak boleh," katanya kepada detikJatim, Kamis (23/6/2022).
Sesuai dengan Peraturan Kapolri 4/2017 tentang Penugasan Anggota Polri di Luar Struk Organisasi, ada kriteria orang yang perlu dikawal. Pasal 8 ayat (1) menyebutkan penugasan ajudan atau pengamanan dan pengawalan itu diberikan kepada pejabat negara, pejabat negara asing berkedudukan di Indonesia, mantan presiden dan wakil presiden.
Teguh mengatakan, pengawalan juga bisa dilakukan terhadap masyarakat sipil dalam keadaan tertentu yang melaporkan secara khusus kepada polri tentang kondisi yang dialami sebagai latar belakang permohonan pengawalan.
"Jadi itu berdasarkan izin Kapolri dengan alasan keselamatan jiwa, sifatnya diancam. Sehingga, ada proses dan latar belakangnya kemudian, dia melaporkan. Misalnya juga dengan alasan perlindungan sebagai saksi," ujarnya.
Dari sejumlah kriteria orang yang seharusnya dikawal polisi itulah Teguh mempertanyakan bagaimana dengan Buya Arrazy Hasyim yang meski notabene seorang dai atau ulama, tapi masih tergolong masyarakat sipil.
"Nah kalau dia orang sipil dikawal polisi yang berdinas, itu ada potensi penyalahgunaan dari pimpinannya," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, putra kedua Buya Arrazy Hasyim meninggal dunia usai tertembak. Balita 3 tahun itu tertembak dalam insiden yang terjadi di rumah mertua Buya Arrazy di Desa Palang, Kecamatan Palang, Tuban. Diketahui, putra Buya Arrazy tewas tertembak senjata api (senpi) yang dimainkan kakak kandungnya yang berusia 5 tahun. Senpi tersebut diketahui milik anggota polri.
Data yang dirangkum detikJatim, Buya Arrazy Hasyim merupakan seorang ulama, mubaligh, sekaligus pengasuh lembaga tasawuf Ribath Nouraniyah Hasyimiyah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Dia juga tercatat sebagai dosen Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur'an (IIQ) Jakarta, serta pengajar hadis dan akidah di Darus-Sunnah Ciputat. Sebelum itu, dia juga pernah menjadi dosen di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2012-2019).