Mengupas Sisi Lain Perjalanan Hidup Soekarno di Jawa Timur

Mengupas Sisi Lain Perjalanan Hidup Soekarno di Jawa Timur

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Rabu, 01 Jun 2022 08:14 WIB
Soekarno
Ir Soekarno. (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Tapak tilas Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) begitu besar. Soekarno dikenal luas sebagai sosok proklamator bangsa.

Namun, tak semua orang mengetahui sepak terjang putra dari Raden Soekemi Sosrodihardjo itu secara detail. Mulai dari ia lahir, tumbuh, menjadi proklamator, hingga menjelang akhir hayatnya.

Kali ini, detikJatim bakal mengulas sejumlah sejarah Soekarno dan keluarganya sedari lahir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masa Kecil Soekarno

Soekarno merupakan putra dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Sejak lahir, Soekarno telah menyandang gelar ningrat dari sang ayah, yakni Sosrodihardjo.

Ada yang berpendapat sang proklamator sempat menghabiskan masa kecilnya di Surabaya. Namun, salah satu pengamat sejarah dari Begandring Soerabaia, Toufan Hidayat punya versi sendiri.

ADVERTISEMENT

"Soekarno nak suroboyo iku mulai 1901 selama 6 wulan, pas selapan digowo nak Jombang (Soekarno di Surabaya itu mulai 1901 selama 6 bulan, pas selapan dibawa ke Jombang)," kata Toufan kepada detikJatim, Selasa (31/5/2022).

Toufan membenarkan jika Soekarno memang pernah tinggal di Surabaya. Tapi, ketika usianya menginjak remaja.

Soekarno justru lebih banyak menghabiskan masa kecilnya dengan berpindah-pindah kota. Mulai Mojokerto, Jombang, hingga Tulungagung.

"Tinggal di Surabaya saat SMA selama 3 tahun, saat di jombang itu waktu kecil. Bisa dibilang masa kecilnya itu kacau, pindah ke Surabaya lagi itu pada tahun 1917," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan pengamat sejarah asal Surabaya lainnya, yakni Kuncarsono Prasetyo. Sesuai sejumlah catatan dan referensi buku, serta kisah dari beragam sumber, masa kecil Soekarno nomaden atau sering pindah tempat tinggal.

Menurutnya, catatan yang telah ia peroleh telah memiliki intisari khusus. Kuncar-sapaan akrabnnya- membandingkan 3 buku terkait Soekarno, termasuk tulisan Cindy Adams yang sempat mewawancarai Soekarno secara langsung dengan judul 'Penyambung Lidah Rakyat' pada 1966. Selain itu ada otobiografi paling lengkap dari sumber pertama, yaitu Soekarno sendiri.

"Mungkin ada yang melompat ceritanya, tapi ada satu benang merah tentang Soekarno. Yang pertama, Soekarno di Surabaya itu nunut (numpang) lahir, waktu itu bapaknya Bung Karno, yakni Raden Soekemi dimutasi dari Singaraja, Bali ke Surabaya tahun 1899. Nah, ini bisa mematahkan banyak klaim tentang masa kecil Soekarno di mana," tutur Kuncar.

Berdasarkan otobiografi dan buku yang ditulis Cindy Adams, Soekemi pindah ke Surabaya 2 tahun sebelum Soekarno lahir.

"Itu (kepindahan Soekemi ke Surabaya) setelah anak pertama, Sukarmini lahir di Bali kemudian dibawa ke Surabaya masih berwarna merah. Lalu, tanggal 6 Juni 1901, Bung Karno lahir di sini (Surabaya), di kawasan Peneleh," kata Kuncar.

Pada 28 Desember 1901, Soekarno diboyong ke Jombang. Sebab Soekemi yang kala itu dinas sebagai PNS zaman Hindia Belanda, dimutasi ke Ploso, Jombang. Di Jombang, Soekarno dirawat eyangnya, Sarinah.

Selanjutnya, Soekarno dibawa eyang Sarinah ke Tulungagung selama 2 tahun, tepatnya saat umur 4 hingga 6 tahun. Kemudian, Soekarno kembali mengikuti perpindahan Soekemi yang lagi-lagi dimutasi. Kala itu, Soekemi dimutasi ke Mojokerto.

"Bapaknya pindah ke Mojokerto. Kemudian pada umur 7 tahun, Soekarno dikembalikan kakeknya (Sarinah) ke Mojokerto hingga umur 14 tahun. Lalu, di umur 15, Soekarno pindah lagi dan kos di Surabaya, di Cokroaminoto, selama 5 tahun. Waktu itu sekolah di HBS (Hogere Burger School), setelah itu pindah ke Bandung untuk kuliah di ITB," ujar mantan pewarta surat kabar lokal di Surabaya itu.


Benang Merah Soekarno, Soekarmini, dan Soekemi di Jawa Timur

Kuncar lantas menegaskan, ada kesalahan penulisan nama dari ayah Soekarno. Berdasarkan penelitian dari Guru Besar salah satu universitas di Inggris, Prof Petter Carry, nama ayah Soekarno adalah Raden Soekeni. Bukan Soekemi. Dasarnya tersurat jelas dalam setiap SK mutasi yang diperoleh kala itu.

"Sebenarnya, yang benar itu Raden Soekeni, bukan Soekemi. Itu yang bilang Pro Petter Carry, karena ada bukti berupa SK mutasi yang dulu ditulis namanya Soekeni Sosrodiardjo dengan gelar ningratnya yang tidak melekat," jelasnya.

Dulu, saat bertugas sebagai PNS, Soekeni kerap berpindah-pindah daerah. Baik dalam kurun waktu singkat maupun lama. Perpindahannya dimulai dari Bali, lalu ke Surabaya, kemudian ke Jombang, lalu ke Mojokerto, kemudian kembali lagi ke Surabaya dan berakhir di Sidoarjo dan Blitar hingga masa pensiun.

Kisah Soekarno berawal saat kelahirannya di kawasan Peneleh, Surabaya pada Juni 1901 dan tinggal selama setengah tahun. Ketika berusia 6 bulan, Soekeni mendapat SK mutasi ke Jombang. Otomatis, Soekarno diboyong ke Jombang.

"Anaknya (Soekarno) kan pasti diajak. Lek gak diajak, sopo ate nyusoni sampek umur 4 tahun (Kalau tidak diajak, siapa yang mau menyusui sampai usia 4 tahun). Lalu, mbahnya mengajak Soekarno pindah ke Tulungagung," ujar dia.

Semasa kecil, kehidupan Soekarno kerap dihabiskan bermain dengan kakaknya, Soekarmini. Usia kakak beradik ini selisih 3 tahun. Keduanya sempat berpisah sementara waktu.

Ketika usia Soekarno menginjak 4 tahun, ia kembali diajak orang tuanya pindah ke Mojokerto. Praktis, masa kecil Soekarno lebih banyak dihabiskan di Mojokerto.

"Sakjane (sebenarnya), Bung Karno sentuhan paling banyak masa anak-anak itu di Mojokerto," ucap Kuncar.

Soekarno kembali ke Surabaya saat SMA

Ketika memasuki SMA, Soekarno baru kembali ke Surabaya. "Pas mlebu SMA, pindah nak Suroboyo, nak Cokroaminoto (Saat masuk SMA, pindah ke Surabaya, ke Cokroaminoto)," bebernya.

Selang setahun kemudian, Soekeni kembali dimutasi. Ia pindah ke Sidoarjo. Namun, tidak dengan Soekarno yang lebih memilih indekos dengan Cokroaminoto.

"Bapake dimutasi nak (ke) Sidoarjo selama 3 tahun. Ketika di sana, mbake dirabi ambek Kepala Pengairan Dam / PDAM Mlirip, Raden Poegoeh Reksoatmojo, wong Jowo anake Residen Besuki dan kaya raya (mbaknya dinikahi oleh Kepala Pengairan Dam / PDAM Mlirip, Raden Poegoeh Reksoatmojo, orang Jawa anaknya Residen Besuki yang kaya raya), ini yang menyekolahkan dan kasih uang Soekarno kala itu," paparnya.

Setelah menikah, Soekarmini diajak suaminya pindah ke Mojokerto lagi. Ketika itu, Soekarno duduk di bangku kelas 1 SMA. Soekarno tidak mengikuti ayahnya lagi yang dimutasi ke Blitar.

"Asline uripe Soekarno iku nomaden (Sebenarnya kehidupan Soekarno itu berpindah-pindah)," tutur dia.

Selepas masa putih abu-abu, Soekarno hendak melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Namun, tak memperoleh restu dari sang ibunda.

"Kalau pas remaja di Surabaya dan sesuai catatannya. Selain sekolah, (Soekarno) diajak Cokroaminoto jadi wartawan ke mana-mana dan tidak kenal siapa-siapa. Baru jadi aktivis saat di ITB dan saat itu organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah belum ada," imbuhnya.

Pemilik nama lahir Kusno itu tetap mengenyam bangku perkuliahan di ITB. Dana kuliah yang diperoleh diberikan langsung oleh kakak iparnya, Poegoeh.

"Mas e Soekarno kan sugih (kaya), itu lah kemudian yang membelikan rumah bapaknya Bung Karno, yang sekarang dijadikan rumah Bung Karno jadi Istana Gebang sampai bapaknya pensiun. Bung Karno mau ke luar negeri, ibu'e gak gelem masiyo dibandani bojone mbak e, akhire kuliah nak ITB (ibunya tidak mau meski pun didanai suami kakaknya, akhirnya kuliah di ITB)," beber Kuncar.

"Lah kok ndilalah pegatan ambek bojone (tahu-tahu cerai sama suaminya). Tapi, hubungannya baik sama Bung Karno, karena dia yang membiayai," ujarnya.

Sampai Bung Karno menjadi presiden, rupanya hubungannya dengan Poegoeh, mantan suami Soekarmini justru kian membaik. Bahkan, hubungannya kian erat dan dipercaya untuk membangun Tugu Pahlawan pascakemerdekaan kala itu.

"Hubungane ambek mantan bojone Soekarmini iku sik apik, malah dadi wong cedek'e Soekarno. Sampai yang bangun Tugu Pahlawan iku yo mantane Soekarmini iku (Hubungannya dengan mantan suami Soekarmini itu masih bagus, malah jadi orang dekatnya Soekarno, sampai yang membangun Tugu Pahlawan ya mantannya Soekarmini itu). Kan dia kontraktor, kemudian dia membangun perumahan di Ngagel. ," jelas Kuncar.




(dte/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads