Unik tapi nyata. Di Banyuwangi, ada satu keluarga yang memiliki 4 anak bernama unik. Nama masing-masing anak tersebut hanya memiliki satu huruf.
Anak pertama bernama V (16), anak kedua bernama J (11), anak ketiga bernama L (5), dan anak keempat bernama N (2). Keempatnya, merupakan anak dari pasangan Sukari (46) dan Wahyuningsih (36), pasutri asal Dusun Tapak Lembu, Desa Temuasri, Kecamatan Sempu.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meneken aturan baru terkait pencatatan identitas pada dokumen kependudukan seperti Kartu Keluarga (KK) hingga e-KTP. Dalam aturan tersebut, negara melarang nama untuk disingkat dan tidak boleh menggunakan satu huruf.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana tanggapan orang tua keempat anak tersebut?
Sukari mengaku tak khawatir dengan aturan baru tersebut. Dia tidak akan mengganti nama anak-anaknya.
Nama yang diberikan kepada anak-anak Sukari dan Wahyuningsih sudah mutlak. Tak bisa diganggu gugat. Sukari sama sekali tak ada niat untuk mengganti nama keempat anaknya.
"Nama ini sudah kami sematkan ke anak-anak kami. Jadi ya tidak mungkin kami ubah," katanya kepada detikJatim, Selasa (24/5/2022).
Selain itu, di balik nama-nama tersebut juga terselip doa. Saat memberikan nama, Sukari dan Wahyuningsih menggelar selametan agar selama perjalanan hidup keempat anaknya bahagia hingga akhir hayat.
"Pemberian nama juga dilakukan selamatan. Makanya mending tidak diubah," tambahnya.
Sepengetahuannya, untuk pengurusan surat dan berkas penggantian nama seseorang sangatlah ribet. Perlu ada penetapan di Pengadilan Negeri untuk mengubah nama itu.
"Kalau tidak salah, ribet sekali kalau mau ganti nama. Harus ada sidang di pengadilan negeri," tukasnya.
Aturan soal identitas itu tercantum pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan. Aturan yang terdiri dari 9 pasal ini ditetapkan pada 11 April 2022 dan telah diundangkan pada 21 April 2022 oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Benny Riyanto.
Pencatatan nama itu dilakukan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia. Ada syarat tertentu dalam pencatatan nama, termasuk larangan menyingkat nama.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) Permendagri itu, pencatatan nama pada dokumen kependudukan harus memenuhi persyaratan a) mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir; b) jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi; dan jumlah kata paling sedikit 2 kata.
Sedangkan di Pasal 5 ayat (1) Permendagri yang sama disebutkan tentang tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan meliputi a) menggunakan huruf latin sesuai kaidah bahasa Indonesia; b) nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain bisa dicantumkan pada dokumen kependudukan; dan c) gelar pendidikan, adat, dan keagamaan dapat dicantumkan pada KK dan e-KTP yang penulisannya dapat disingkat.
Termuat pula dalam aturan itu yang mana warga dapat mengubah nama atau membetulkan nama. Namun untuk perubahan nama itu haruslah melalui proses penetapan pengadilan negeri.
Pada Pasal 4 Ayat (3) dan Ayat (4) disebutkan, penduduk yang hendak melakukan perubahan nama, pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri dan persyaratannya diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pada ayat (4) disebut, dalam hal penduduk melakukan pembetulan nama, pencatatan pembetulan nama termasuk bagian pembetulan dokumen kependudukan berdasarkan dokumen otentik yang menjadi dasar untuk pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tidak hanya itu, di Pasal 2 juga disebutkan bahwa pencatatan nama harus dilakukan sesuai prinsip norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ada pun dokumen kependudukan terdiri dari biodata penduduk; kartu keluarga; kartu identitas anak; kartu tanda penduduk elektronik; surat keterangan kependudukan; dan akta pencatatan sipil.
(hil/dte)