Akses jalan menuju ke dua kampung di Jombang kondisinya berlumpur sehingga tidak bisa dilalui mobil selama musim hujan. Kondisi ini menyengsarakan warga setempat dalam situasi darurat. Rumitnya birokrasi yang menyebabkan jalan tersebut tak pernah dibangun.
Kepala Desa Jipurapah, Kecamatan Plandaan, Hadi Sucipto mengatakan sejak dulu kala, akses dari Dusun Brangkal ke Dusun Kedung Dendeng hanya berupa jalan makadam sepanjang 8 Km. Namun, jalan makadam selebar 4 meter itu sudah rusak parah. Jalan di tengah hutan itu berlumpur selama musim hujan.
"Kalau musim hujan tidak bisa dilewati mobil, sepeda motor saja sulit," kata Hadi kepada detikJatim, Kamis (7/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hadi menjelaskan, jalan yang sama menjadi akses menuju ke Dusun Rapahombo, Desa Klitih, Plandaan, Jombang. Posisi kampung ini 3 Km di sebelah barat Dusun Kedung Dendeng. Kondisi jalan dari Kedung Dendeng ke Rapahombo juga rusak dan berlumpur. Sehingga total jalan berlumpur yang harus dibangun mencapai 11 Km.
"Jalan makadam lebarnya 4 meter, sudah sangat rusak. Selama musim hujan kondisinya berlumpur. Itu kan jalan Perhutani, selama ini tidak pernah dibangun," jelasnya.
Sejak menjabat Kepala Desa Jipurapah tahun 2012/2013, Hadi mengaku setiap tahun mengusulkan pembangunan jalan Dusun Brangkal-Kedung Dendeng ke Pemkab Jombang. Pengecoran jalan terakhir kali menyentuh jalur Desa Tanjungwadung, Kecamatan Kabuh, Jombang ke Dusun Brangkal, Desa Jipurapah.
"Sudah kami usulkan tiap tahun, tapi tidak ada tanggapan dari Pemda. Alasan Bupati, itu jalan milik Perhutani sehingga tidak bisa dibangun. Kami juga tidak bisa membangun pakai dana desa karena bukan jalan desa," terangnya.
Kondisi jalan yang jauh dari layak, kata Hadi, menyengsarakan warga Dusun Kedung Dendeng saat keadaan darurat. Seperti ketika ada warga yang sakit parah atau akan melahirkan. Karena tidak ada fasilitas kesehatan di kampung ini. Bidan desa dari Dusun Brangkal hanya setiap Kamis datang ke Dusun Kedung Dendeng.
"Para petani juga susah untuk menjual hasil panen. Mereka menunggu musim kemarau untuk mengangkut hasil panen," ungkapnya.
Oleh sebab itu, puluhan warga Dusun Kedung Dendeng terpaksa berjalan kaki melalui jalan berlumpur sejauh 8 Km untuk membawa jenazah Rustam (57) dari Dusun Brangkal ke rumah duka. Video perjuangan mereka viral di medsos.
Tidak hanya itu, 30 warga Dusun Kedung Dendeng juga terpaksa berjalan kaki melalui jalan yang sama untuk mengambil BLT DD di Kantor Desa Jipurapah yang terletak di Dusun Brangkal pada Senin (4/4). Saat itu, masing-masing KK menerima bantuan Rp 900 ribu untuk Januari-Maret 2022.
"Ambil BLT DD hari Senin kemarin 30 orang jalan kaki semua dari Kedung Dendeng ke kantor desa di Dusun Brangkal," cetus Hadi.
Kepala Dinas PUPR Kabupaten Jombang, Bayu Pancoroadi menjelaskan, jalan Dusun Brangkal menuju Dusun Kedung Dendeng dan Dusun Rapahombo merupakan lahan yang menjadi aset Perhutani. Yaitu di wilayah Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Jombang dan KPH Mojokerto.
Sehingga Pemkab Jombang tidak mempunyai kewenangan membangun jalan tersebut. Bahkan, berdasarkan cerita turun temurun dari warga setempat saat dirinya ke lokasi Januari 2022, kampung Kedung Dendeng dan Rapahombo juga masuk wilayah Perhutani.
"Kami sudah mempunyai SK Bupati Jombang terkait ruas jalan, kami ada 500 ruas jalan, ternyata ruas jalan tersebut bukan jalan kami," tegasnya.
Meski begitu, kata Bayu, Pemkab Jombang bukannya tidak pernah melakukan upaya apapun. Menurutnya, sekitar tahun 2012/2013, pihaknya mengajukan izin pemasangan tiang agar listrik masuk ke Jipurapah dan Klitih, serta izin pembangunan jalan kedua kampung tersebut ke Perhutani. Namun, yang disetujui hanya pemasangan listrik saja.
"Tidak hanya tiang listrik masuk ke sana, tapi juga akses jalan bisa kami bangun di sana. Namun, yang direstui Perhutani hanya listriknya. Perkiraan saya Perhutani khawatir illegal loging marak kalau jalannya bagus. Waktu itu kalau tidak salah sampai ke Kementerian Kehutanan," jelasnya.
Bayu berpendapat, kendala pembangunan jalan Dusun Brangkal-Dusun Kedung Dendeng-Dusun Rapahombo harus diselesaikan pihak-pihak terkait di level Provinsi Jatim.
"Menurut pengalaman kami, hal-hal seperti itu tidak bisa diselesaikan di daerah. Levelnya harus minimal di Perhutani provinsi. Kalau di level daerah kayaknya selama ini masih belum ketemu," tandasnya.
Sementara Humas Perhutani KPH Jombang, Sugiono saat dikonfirmasi detikJatim pagi tadi meminta waktu untuk memberi penjelasan terkait persoalan ini. Karena ia harus lebih dulu berbicara dengan pimpinannya.
(iwd/iwd)