Ibu dan anak tewas di Petilasan Empu Supo di Tuban. Si ibu tewas saat menjalani ritual panen padi. Sementara si anak tewas saat menyelamatkan ibunya.
Petilasan Empu Supo di Desa Dermawuharjo, Kecamatan Grabagan, Tuban memang disakralkan. Tempat itu menjadi jujugan ritual berbagai tujuan sejak dulu.
Warga desa itu juga masih banyak yang percaya dan menjalankan tradisi turun temurun yang mereka warisi dari nenek moyang mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Petilasan Empu Supo ini ada sejak nenek moyang, ya. Jadi sangat banyak yang datang ke sini melakukan ritual sesuai hajat dan tujuan yang diinginkan," kata Junarso kepada detikJatim, Rabu (23/3/2022).
Ragam ritual yang kerap dilakukan warga setempat mulai dari rangkaian ritual sedekah bumi hingga jamasan pusaka saat Suro yang kerap dilakukan warga daerah luar desa.
Tidak hanya tujuannya, cara ritualnya pun berbeda-beda melibatkan sesaji dan hewan sembelihan. Satu hal yang dilakukan hampir semua pelaku ritual yakni membakar kemenyan atau dupa.
Junarso mengaku dirinya juga melakukan ritual bila terjadi sesuatu di desanya seperti ketika banyak warga gagal panen, banyak warga terserang penyakit dan lain sebagainya.
Dia juga mengakui pada 2019 lalu pernah menuruti saran saudaranya untuk ritual di petilasan itu sebelum perhelatan pemilihan kepala desa. Pada saat itulah dia mengalami insiden.
Dini hari pukul dua setelah hujan, dia berupaya menyalakan kemenyan tapi tiga korek api tidak menyala. Ketika saudaranya yang menyalakan korek, pemantik itu mbledos mengenai wajah dan tangan saudaranya.
Junarso mengaitkan itu dengan penyebab kematian Marsih dan Mariyanto di lokasi petilasan. Dia menduga, asap belerang memang akan menguat justru ketika pagi setelah malam sebelumnya turun hujan.
"Jadi waktu itu sama seperti kemarin. Kemarin itu kan hujan deras. Sore hujan lalu malamnya hujan lagi. Jadi setelah hujan itu biasanya asap belerang itu mengendap karena dingin, dan bau belerang menjadi sangat menyengat," katanya.
Hal lain yang menguatkan dugaan bahaya belerang di petilasan itu adalah seringnya hewan ternak milik warga yang ditemukan mati di sebelum terdapat pagar tembok yang mengelilingi lokasi petilasan.
"Dari dulu kalau ada kewan (hewan) yang masuk ke situ selalu mati. Anjing atau kucing. Burung apa ayam. Selalu mati. Sering bau bangkai. Karena itu akhirnya dipagari," katanya.
Petilasan Prapen Empu Supo di Grabagan, Tuban berukuran sekitar 12x12 meter. Konon, di petilasan yang banyak mengandung belerang tulah Empu Supo melakukan aktivitasnya membuat keris.
Di situlah Marsih (66) dan Mariyanto (45), ibu dan anak yang merupakan warga sekitar ditemukan tak bernyawa oleh tukang bersih-bersih petilasan pada Selasa (23/3/2022) pukul 07.00 WIB.
Dari posisi jenazah, kedua tangan Mariyanto memegang erat ketiak Marsih ibunya seperti sedang berupaya untuk menarik tubuh ibunya tapi pada akhirnya tak kuasa karena kuatnya asap belerang.
Berdasarkan keterangan keluarga, sebelum ditemukan tewas, Marsih pamit menjalankan ritual menyambut panen padi ke petilasan pukul 05.30 WIB. Mariyanto menyusulnya karena ibunya tak kunjung pulang.
Polisi tidak bisa memastikan apa yang menyebabkan Marsih dan Mariyanto tewas di petilasan itu. Keluarga menolak jenazah diautopsi. Dugaannya pun tidak berubah, mereka tewas karena menghirup asap belerang dari petilasan.
Untuk mengantisipasi agar hal seperti itu tidak terjadi lagi, pemerintah desa setempat akan membuat papan imbauan yang ditujukan bagi warga setempat maupun masyarakat pendatang.
Pesannya, agar tidak melakukan aktivitas di petilasan di waktu-waktu yang dianggap rawan baik setelah hujan atau ketika pagi hari. Selain itu juga diimbau agar warga yang datang lebih dulu menemui juru kunci.
(dpe/fat)