Raperda tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) resmi disahkan. Raperda ini disahkan dalam sidang paripurna DPRD Provinsi Jawa Timur pada Senin (21/3) siang.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan dalam Raperda Pelaksanaan Pelindungan PMI ini terdapat tiga hal yang hendak dicapai.
"Pertama kami ingin terjaminnya pemenuhan hak PMI dan keluarganya sebelum dan setelah bekerja. Kedua kami ingin terjaminnya ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta anggaran dan terakhir untuk memperkuat kelembagaan penyelenggaraan pelindungan PMI," kata Khofifah dalam sambutannya saat Rapat Paripurna di Gedung DPRD Jatim, Senin (21/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khofifah menegaskan, disahkannya raperda tentang Perlindungan PMI ini merupakan bentuk komitmen Pemprov Jatim untuk memberikan perlindungan kepada para TKI. Tak hanya pekerjanya, Khofifah menyebut, raperda ini juga memberi manfaat untuk keluarga PMI.
"PMI merupakan pejuang keluarga dan pahlawan devisa, sudah selayaknya PMI diberi hak dari negara untuk memperoleh keamanan, layanan, dan pemenuhan hak baik sebelum, selama maupun setelah bekerja," imbuh Khofifah.
Lebih lanjut, Khofifah menyampaikan, untuk mewujudkan tiga hal tersebut, di dalam Raperda Perlindungan PMI ini memuat beberapa ketentuan yang belum diatur dalam Perda sebelumnya yakni Perda No 4 Tahun 2016.
Beberapa ketentuan yakni, pembinaan oleh Pemprov yang tidak hanya dilakukan terhadap calon PMI dan PMI tetapi juga pada keluarganya, melalui pembinaan manajemen ekonomi dan sosial. Hal ini dilakukan agar keluarga PMI dapat meningkatkan kesejahteraan selama dan sepulang PMI bekerja di luar negeri.
"Hak ini sekaligus sebagai implementasi konvensi ILO 1990 yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017," ungkapnya.
Selain itu, dalam raperda ini juga diatur mengenai ketentuan di mana sebelum berangkat ke luar negeri, calon PMI harus memiliki kapasitas diri melalui pendidikan dan pelatihan kerja bersertifikat. Baik dari lembaga yang diselenggarakan oleh lembaga di tingkat provinsi, kabupaten/kota maupun lembaga swasta yang terakreditasi dan berbadan hukum.
"Calon PMI juga harus paham betul mengenai informasi pasar kerja, tata cara penempatan, dan kondisi kerja di luar negeri. Serta yang terpenting adalah setiap calon PMI harus memiliki dokumen sebagai syarat penempatan pada negara tujuan," terangnya.
Menurut Mantan Mensos RI ini, dalam Raperda ini juga diatur ketentuan mengenai fasilitasi pemulangan PMI ke daerah asal. Serta fasilitasi penyelesaian permasalahan PMI dalam beberapa hal. Seperti meninggal dunia, sakit dan cacat, kecelakaan, tindak kekerasan fisik atau seksual, hilangnya akal budi, penipuan dan pemutusan hubungan kerja dan hak lain yang belum diterima oleh PMI.
Nantinya, lanjut Khofifah, dengan disetujuinya raperda ini, keberadaan Layanan Terpadu Satu Atap Pekerja Migran Indonesia (LTSA-PMI) di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota harus dilakukan. Hal ini sebagai upaya dalam perbaikan tata laksana serta pelatihan dan pelindungan PMI.
"Ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah baik tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Dengan harapan optimalisasi LTSA-PMI mampu sebagai kanalisasi seluruh proses migrasi yang benar-benar prosedural, terdokumentasi dan mengedukasi masyarakat lebih aware terhadap masalah risikonya," terangnya.
Untuk itu, Khofifah menekankan pentingnya sinergitas dan kolaborasi antar berbagai pihak, elemen strategis baik antar OPD. Hal ini untuk menghapus ego sektoral dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan.
"Kami berharap apa yang tertuang dalam raperda ini nantinya benar-benar dapat diimplementasikan oleh kita semua, utamanya stakeholder yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan pelindungan PMI. Sehingga kita harapkan kehidupan PMI dan keluarganya akan benar-benar mengalami perubahan ke arah yang lebih baik segera dapat terwujud," tandasnya.
Dalam pengesahan Raperda Perlindungan PMI, dituangkan melalui penandatanganan berita acara persetujuan bersama antara Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dengan pimpinan dewan.
Sebelumnya, Pemprov Jatim telah memiliki Perda nomor 4 Tahun 2016 tentang Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, yang dibentuk berpedoman pada UU nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri.
(hil/iwd)