Mitos Nyi Roro Kidul-Rip Current di Balik Ritual Maut Jember

Mitos Nyi Roro Kidul-Rip Current di Balik Ritual Maut Jember

Tim detikJatim - detikJatim
Rabu, 16 Feb 2022 06:43 WIB
Sebanyak 10 orang tewas akibat terseret ombak di Pantai Payangan, Jember. Diketahui mereka terseret ombak saat melakukan ritual di pantai tersebut.
Korban ritual Pantai Payangan Jember (Foto file: Yakub Mulyono/detikcom/detikcom)
Surabaya -

Ritual untuk menenangkan diri yang digelar di Pantai Payangan Jember berujung maut. Sebanyak 11 orang tewas saat ritual tersebut. BMKG menyinggung soal arus rip current yang terjadi saat ritual berlangsung.

Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan dalam dunia sains, fenomena alam mematikan ini kerap disebut rip current. Karakteristik arusnya, jika dilihat dari morfologi Pantai Payangan Jember berbentuk teluk. Diduga kuat musibah yang terjadi sangat mungkin diakibatkan arus rip current.

Apalagi jika dicocokkan dengan waktu kejadian bersamaan dengan waktu pasang. Daryono juga menyebut, berdasarkan informasi dari BMKG, tinggi gelombang saat kejadian mencapai sekitar 2 hingga 2,5 meter.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Salah satu bentuk bahaya pantai yang berupa teluk adalah adanya rip lcurrent. Definisi rip current ialah arus balik yang terkonsentrasi pada sebuah jalur sempit yang memecah zona empasan gelombang hingga melewati batas zona gelombang pecah," papar Daryono, Selasa (14/2/2022).

akibat kurangnya pengetahuan masyarakat tentang arus di Pantai Selatan Jawa. Banyak masyarakat yang justru percaya mitos jika Nyi Roro Kidul meminta korban. Padahal, kejadian ini karena bahaya arus laut yang tengah deras.

ADVERTISEMENT

"Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai karakteristik dan bahaya arus laut di pantai menjadi faktor utama terus berulangnya korban jiwa terseret arus laut. Di Jawa berkembangnya mitos dan cerita rakyat Nyai Roro Kidul bahwa Laut Selatan sering meminta korban. Ini sesungguhnya hanyalah bentuk ketidakmampuan masyarakat dalam menjawab fenomena alam pantai yang mematikan dan sering terjadi secara berulang," paparnya.

Daryono menambahkan, rip current terbentuk jika gelombang laut datang dan menghempas garis pantai yang berbentuk teluk atau cekungan. Lalu, adanya banyak pantulan muka gelombang yang mengenai 'busur teluk', akan memunculkan sejumlah arus susur pantai yang bertemu dan memusat di tengah-tengah 'busur teluk'.

"Arus susur yang saling bertemu di pusat busur teluk ini selanjutnya bergabung menimbulkan sebuah arus balik menuju ke tengah laut yang mengumpul pada suatu jalur arus yang sempit hingga melewati batas zone gelombang pecah. Arus ini bergerak dalam energi sangat kuat dengan kecepatan tinggi. Inilah "rip current" yang menjadi biang keladi dari sederet daftar korban meninggal dan orang hilang terseret arus di pantai sejak zaman dahulu," jelasnya.

Tak hanya itu, Daryono mengungkapkan ada beberapa hal penting untuk diketahui agar dapat memahami karakteristik arus ini. Dia menyebut rip current terdiri atas beberapa bagian arus, seperti arus pengisi, leher arus dan kepala arus.

Daryono menambahkan gerakan rip current ini berlangsung sangat cepat dan singkat, maka orang yang terjebak dan terseret arus ini sangat sulit untuk melepaskan diri hingga seolah terseret ke tengah laut.

"Inilah sebabnya mengapa arus ini banyak memakan korban jiwa," tambah Daryono.

Bahkan, pada beberapa kejadian rip current, meskipun air laut tidak terlalu dalam dan hanya sebatas lutut, seseorang sudah dapat mengalami serangan arus ini. Kondisi ini terjadi jika arus susur pantai yang telah bergabung dengan tiba-tiba, menyebabkan dasar pasir tempat berpijak tergerus arus hingga habis.

"Karena pasir tempat berpijak habis terbawa arus, maka orang yang terjebak dalam arus ini merasa seolah-olah dirinya jatuh ke dalam lubang, selanjutnya tenggelam, selanjutnya diseret oleh badan arus yang mengalir kuat menuju ke tengah laut," ungkapnya.

Sebenarnya masyarakat dapat terhindar dari bahaya arus laut ini asalkan mau memahami karakteristik dan mekanisme terbentuknya arus berbahaya ini.

"Sebab fenomena derasnya arus pantai merupakan gejala alam biasa dan dapat dijelaskan secara ilmiah," tambah Daryono.

Sebelumnya, sebanyak 23 orang tergulung ombak saat melakukan ritual di Pantai Payangan, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu. Peristiwa itu mengakibatkan 11 orang tewas.

Pemimpin dari kelompok ini bernama Nurhasan (35), warga Dusun Botosari, Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi. Bahkan rombongan ritual ini berangkat ke Pantai Payangan dari rumah Nurhasan.

Mereka berangkat pada hari Sabtu (12/2), sekitar pukul 23.00 WIB. Sebelum berangkat mereka berkumpul dan berdoa bersama terlebih dahulu di rumah salah satu anggota. Rombongan menuju lokasi dengan naik kendaraan mini bus. Ketua kelompok, Nurhasan juga ikut dalam rombongan itu.




(fat/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads