PPKM Surabaya Naik Level 3, Masyarakat Diimbau Taat Prokes-Vaksin

PPKM Surabaya Naik Level 3, Masyarakat Diimbau Taat Prokes-Vaksin

Esti Widiyana - detikJatim
Selasa, 15 Feb 2022 15:39 WIB
Hand sanitizer bottle and surgical mask on a laptop keyboard that reads COVID-19 on the screen. The concept of preventing office employees from coronavirus disease pandemic.
Ilustrasi Prokes (Foto: Getty Images/iStockphoto/Fajri Hidayat)
Surabaya -

Kasus COVID-19 di Surabaya sedang melonjak tiap hari. Jika tidak bergejala, pasien diimbau segera isoman. Tenaga kesehatan (Nakes) berpesan agar masyarakat menjaga prokes dan melakukan vaksin.

Dokter spesialis paru RS Universitas Airlangga (RSUA) dr Alfian Nur Rosyid Sp P(K) FAPSR FCCP menjelaskan bahwa kasus COVID-19 memang meningkat. Namun, gejala pasien yang terpapar varian Omicron dianggap lebih ringan dibandingkan varian lain, termasuk varian Delta.

Agar kasus tidak terus menanjak, dia berpesan kepada masyarakat untuk tetap menerapkan prokes. Terlebih saat ini PPKM di Surabaya naik menjadi Level 3.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak boleh mengabaikan prokes, kalau virus sudah masuk ke tubuh seseorang, maka dia tidak bisa melakukan aktivitas, harus isoman. Meski gejalanya ringan, tetap ada pembatasan karena positif COVID-19," kata dr Alfian saat dihubungi detikJatim, Selasa (15/2/2022).

Menurut dia, tracing juga harus digencarkan kepada kontak erat pasien COVID-19. Hal itu dilakukan demi keamanan bersama.

ADVERTISEMENT

"Tetap tracing pada orang yang kontak erat. Mungkin ada yang merasa tidak nyaman, tapi harus dilakukan," jelas dr Alfian.

Selanjutnya, dia juga mengingatkan masyarakat menerapkan prokes dan vaksin dosis 1 dan 2. Kemudian dilanjutkan dengan vaksin booster, untuk menjaga kekebalan tubuh sekaligus meringankan gejala.

"Membantu vaksinnya (booster), disuntik 6 bulan dari vaksin dosis 2. Harapannya supaya kekebalan tubuhnya ditambah lagi," ujar dr Alfian.

Selain itu, dia juga lebih menyarankan untuk pasien COVID-19 tanpa gejala atau gejala ringan segera isolasi. Pemilihan isolasi tergantung pada kondisi masing-masing pasien.

"Kalau sanggup isolasi mandiri ya mending isolasi mandiri. Yang penting fasilitas tersedia, akses obat dan pemeriksaan tersedia. Kalau tidak bisa, tidak ada yang menyiapkan makanan, tidak ada tempat tinggal sendiri, mungkin rumahnya banyak keluarga, resiko. Mending isolasi terpusat," pungkas dr Alfian.




(hse/fat)


Hide Ads