Angkutan perkotaan (angkot) Pasuruan berada pada kondisi 'hidup segan mati tak mau'. Para sopir mencoba bertahan di tengah kenyataan penumpang yang terus berkurang.
Ketua Primer Koperasi Angkutan Darat (Prikopangda) Pasuruan, Mashudi, mengungkapkan penumpang angkot mulai menurun sejak 2017. Penyebabnya beragam, mulai pesatnya kepemilikan kendaraan roda dua, munculnya ojek online, dan sistem zonasi sekolah.
"Penumpang umum memang sudah sangat jarang sejak 2017. Kami mengandalkan penumpang anak sekolah," kata Mashudi, Sabtu (18/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa tahun kemudian, jumlah penumpang anak sekolah juga merosot karena sistem zonasi. Sebab rata-rata siswa memiliki rumah yang dekat dengan lokasi sekolah memilih berjalan kaki menuju sekolah atau diantar orang tua.
![]() |
"Sering hanya satu dua penumpang sekali jalan. Padahal bensin bisa habis satu hingga dua liter pulang pergi," terang Mashudi.
Humas Prikopangda, Suwandi, menambahkan kondisi tersebut semakin parah saat pandemi COVID-19. Pembelajaran tatap muka di sekolah berubah menjadi pembelajaran online sehingga penumpang anak sekolah 'hilang'.
"Sudah nggak ada penumpang anak sekolah, ditambah pembatasan-pembatasan," ujar Wandi.
Dengan kondisi seperti itu, posisi sopir angkot semakin tergencet. Penghasilan mereka sampai di titik sangat rendah. Sehari penghasilan kotor mereka rata rata Rp 60 ribu - Rp 100 ribu sehari.
(iwd/iwd)