Gang-gangan, Tren Baru Menikmati Kota Semarang Lewat Lorong Sempit

Gang-gangan, Tren Baru Menikmati Kota Semarang Lewat Lorong Sempit

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Minggu, 01 Jun 2025 12:56 WIB
Suasana peserta gang-gangan di daerah Kintelan, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Minggu (1/6/5/2025).
Suasana peserta gang-gangan di daerah Kintelan, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Minggu (1/6/5/2025). (Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng)
Semarang -

Muda-mudi Kota Semarang memiliki tren baru yang kerap disebut 'gang-gangan'. Menyusuri gang kecil bersama-sama rupanya jadi tren melepas penat dan melihat dunia secara lebih pelan.

Suasana Minggu (1/6/2025) pagi di Jalan Kintelan, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang yang biasanya sepi mendadak ramai. Puluhan muda-mudi berjalan menyusuri gang sempit, bercengkerama, memotret detail-detail kecil yang sering luput dari pandangan.

Mereka bukan sedang ikut lomba, bukan pula kampanye politik. Mereka sedang ikut 'gang-gangan', tren jalan kaki menyusuri gang sempit sebagai cara baru menikmati kota.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa dari mereka tampak mengabadikan pemandangan Kota Semarang dari atas. Angin sepoi-sepoi terasa kala para peserta berjalan di tengah gang yang asri dengan pepohonan yang tumbuh di sepanjang jalan.

"Seru sih ini gang-gangan. Jadi hal yang nggak pernah kita lihat, yang nggak pernah kita pikirkan, kita temui di sana," kata salah satu peserta gang-gangan, Nafa Khalimi (24) kepada detikJateng, Minggu (1/6/2025).

ADVERTISEMENT

Menurutnya, fenomena gang-gangan yang mulai ramai di kalangan muda-mudi Semarang dengan format jalan kaki bareng, ngobrol, memotret, dan menyapa warga ini mampu mengajak peserta keluar dari rutinitas sehari-hari dan melihat kembali ruang-ruang kecil yang sering tak terlihat, yakni gang-gang sempit yang menyimpan banyak cerita.

"Ternyata ada loh orang yang tinggalnya di tempat yang kecil banget, tapi mereka tetap bisa bahagia. Kita diajarkan untuk selalu bersyukur, melihat di luar diri sendiri," tuturnya.

Hari itu, rute gang-gangan menyusuri gang kecil di Kintelan yang menanjak dan berliku, sekitar 3 kilometer. Panorama Kota Semarang yang biasanya hanya terlihat dari rooftop kafe ataupun hotel itu bisa dilihat usai peserta berjalan dan menyusuri lorong-lorong warga.

"Ini bagus sekali trennya, bisa kita bisa melihat lingkungan sekitar, karena di zaman digital ini orang lebih fokus ke hp masing-masing, dan kueang aware sama lingkungan sekitar," jelasnya.

"Saat kita ikut gang-gangan, kita bisa lebih menyatu sama keadaan di sekitar. Capek sih, tapi serunya di situ. Berkesan juga bisa ketemu teman-teman di sini," ujarnya.

Sementara itu, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo yang turut mengikuti gang-gangan, Ayu Trianasari (20) mengatakan, gang-gangan sangat berkesan karena peserta dapat melihat lebih dekat aktivitas warga di pemukiman padat penduduk.

Suasana peserta gang-gangan di daerah Kintelan, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Minggu (1/6/5/2025).Suasana peserta gang-gangan di daerah Kintelan, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Minggu (1/6/5/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

"Kita lebih memaknai kehidupan sosial, karena kita biasanya cuma liat perumahan, gedung mewah, tapi di sini kita bisa tahu kebidupan masyarakat di balik kemewahan yang ada," tuturnya.

Menurutnya, tren gang-gangan tersebut juga mirip seperti tren lari yang juga tengah ramai di kalangan masyarakat. Bedanya, dengan gang-gangan para peserta bisa berolahraga dengan cara yang lebih menyenangkan.

"Kalau gang-gangan bisa jalan santai, menyapa warga, apalagi kalau ini karena komunitas jadi bisa bareng teman-teman. Jadi olahraga yang lebih bermakna," jelasnya.

Di balik gerakan ini, ada nama Nadia Kusumadewi (23), karyawan agensi yang menggagas gang-gangan. Semuanya berawal dari tugas mata kuliah di kampusnya, Universitas Semarang (USM), tahun 2023. Saat itu, ia dan temannya diminta membuat kampanye dengan pesan positif.

"Kita bikin campaign tentang self love. Selama ini self love kayak beli makan, beli barang mahal, tapi itu boros dan nggak mindful," tuturnya kepada detikJateng.

"Kita ingin mengenalkan cara mencintai diri lewat sesuatu yang sederhana, seperti jalan kaki. Jalan kaki bikin kita lebih sadar, lebih mindful," lanjutnya.

Kampanye itu ia beri nama 'Lumaku Maju' dalam bahasa Jawa yang berarti 'berjalan maju'. Dalam tiap volumenya, mereka memilih rute berbeda. Volume pertama menyusuri daerah Gergaji, volume kedua di kawasan Kawi, hingga kini volume kelima, rute gang-gangan yakni di daerah Kintelan. Dari hanya 8 peserta, kini jumlahnya bisa menyentuh 28 orang.

"Gang-gangan itu bikin kita pelan-pelan lihat sekitar. Kita lihat pemandangan, lihat warga, kadang foto kucing. Sesuatu yang biasanya nggak kita sadari. Ini bukan soal olahraga aja, tapi soal melihat dunia lebih pelan," kata Nadia.

Tren gang-gangan ini, lanjut Nadia, bukan cuma soal eksplorasi ruang kota. Ia juga menjadi ruang sosial baru. Mayoritas peserta adalah anak muda usia 20-25 tahun, mahasiswa, pekerja kantoran, yang kebanyakan ingin mencari teman baru, suasanau baru, dan sudut pandang baru.

Ada yang datang sendiri, ada yang diajak teman, ada juga yang ikut setelah melihat Instagram @lumaku.maju, akun yang kini rutin mengabarkan kegiatan ganggangan. Namun, Nadia mengaku tidak membuat jadwal tetap.

"Kita jalan kalau ada waktu aja. Biasanya pagi atau sore, tapi lebih sering waktu pagi, biar sekalian dapat sinar matahari dan udara bersih," jelasnya.

Dengan kontur berbukit, Kota Semarang menyimpan banyak gang kecil yang naik-turun dan bersambung seperti labirin. Warga lokal mungkin menganggapnya biasa, tapi di mata peserta gang-gangan, tiap lorong adalah cerita.

"Waktu survei rute Kintelan, aku sampai kelelahan, heart rate-ku sampai 180, terus akhirnya pesan Gojek buat turun," celetuk Nadia sambil tertawa.

Nadia mengatakan, meskipun sederhana, gang-gangan dapat menjadi bagian dari gaya hidup mindful generasi muda Semarang. Di tengah rutinitas kerja, layar ponsel, dan tekanan sosial media, kegiatan ini memberi ruang untuk bernapas. Untuk menyapa kota, untuk mengingat bahwa hidup tak harus terburu-buru.

"Ritme sehari-hari kan kerja, tidur, terus repeat. Aku ingin Lumaku Maju bisa jadi sarana buat teman-teman cari teman baru, networking baru. Bisa tukar-tukar IG juga, bisa buat nge-date sama pacar. Bisa jadi sarana Gen Z yang beranjak dewasa ini mencari jaringan baru, dapat jodoh ya alhamdulillah," ujarnya.




(aku/aku)


Hide Ads