Klub Arema FC di ambang pembubaran akibat ditolak di mana-mana dan demonstrasi Aremania. Klub ini lahir dari dualisme kompetisi ISL dan LPI.
Dilansir detikSepakbola, Senin (30/1/2023), dualisme kompetisi terjadi pada 2011 saat pengusaha Arifin Panigoro mendirikan Liga Primer Indonesia (LPI). Beberapa klub memilih bergabung ke LPI, sebagian lainnya tetap bermain di Indonesia Super League (ISL).
Klub yang terkendala masalah dualisme yaitu Arema FC dan Arema Indonesia yang dulunya bernama Arema Malang. Arema Indonesia memutuskan untuk ikut LPI sesuai keinginan petinggi Yayasan Arema Indonesia yakni Lucky Ayub Zaenal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ada kubu dari Arema Indonesia yang tak setuju dengan keputusan Ketua Yayasan Arema kala itu. Mantan Sekretaris Yayasan Arema yaitu Rendra Kresna lalu membentuk klub yang bermain di ISL dengan memakai nama Arema Cronus.
Saat dualisme berakhir PSSI mengabulkan semua permohonan klub-klub terhukum yang pernah membelot ke LPI. Tapi syaratnya harus memulai kompetisi dari bawah yakni Liga Nusantara (kini menjadi Liga 3).
Hal itu membuat dua Arema yang sama-sama berada di bawah naungan PSSI. Arema Cronus itu kini menjadi Arema FC yang eksis bermain di kompetisi level atas, mulai dari ISL, Indonesia Soccer Championshio (ISC) A 2016, hingga kini di era Liga 1.
Sementara itu, Arema Indonesia terus tertahan di kompetisi level bawah (amatir). Kehadiran dua Arema ini membuat Aremania dilanda masalah dilematis soal klub yang harus didukung.
Jauh sebelumnya mereka juga harus memilih Arema mana yang mereka dukung saat dualisme kompetisi LPI dan ISL. Awalnya mereka mendukung Arema Indonesia yang bermain di LPI.
Aremania kemudian beralih mendukung Arema Cronus yang saat itu mendatangkan pemain-pemain bintang dari Arema Indonesia seperti Kurnia Meiga, Ahmad Alfarizi, Dendi Santoso, hingga M Ridhuan.
Baca juga: Manajemen Pertimbangkan Bubarkan Arema FC! |
Arema Cronus makin didatangi banyak bintang setelah melebur dengan Pelita Jaya pada Oktober 2012. Saat itu, pemilik Pelita Jaya yakni Grup Bakrie membeli Arema FC sehingga mereka berlimpah pemain bintang Pelita Jaya seperti Greg Nwokolo hingga Joko Sasongko.
Pelita Jaya yang kemudian menjadi Persipasi Bandung Raya usai dibeli Achsanul Qosasi lalu menjadi Madura United pada 2016. Bisa dibilang, Pelita Jaya ini menjadi dua klub yaitu Arema FC dan Madura United.
Selanjutnya di halaman berikut.
Di sisi lain, Aremania pun mendukung Arema FC yang bertabur bintang. Sementara itu, Arema Indonesia yang berjuang di kompetisi level bawah semakin ditinggal.
Di media sosial, Arema kerap mendapat cibiran ketika topik Arema sedang dibahas. 'Arema yang mana?' begitu salah satu kalimat yang sering dilontarkan akun-akun media sosial, untuk menyindir Aremania yang dianggap lebih memilih Arema FC ketimbang Arema Indonesia yang dianggap sebagai 'Arema asli'.
Persoalan dualisme Arema ini pun diprediksi berakhir. Arema FC dikabarkan akan membubarkan diri setelah dilanda berbagai masalah seusai Tragedi Kanjuruhan.
Buntut Tragedi Kanjuruhan, Arema FC dihukum tak boleh bermain di Malang dengan ketentuan hanya bisa bermain laga kandang dengan jarak 250 kilometer dari Malang. Mereka pun ditolak komunitas-komunitas lokal saat memilih beberapa venue untuk menjadi laga kandang.
Tak hanya masalah eksternal, Arema FC juga dilanda masalah internal. Mereka dianggap pasif dalam pengusutan Tragedi Kanjuruhan sehingga memantik demonstrasi Aremania yang berunjuk rasa di kantor Arema, Minggu (29/1), yang berujung ricuh.
Terkait tekanan itu, Arema FC kini mempertimbangkan bubar. Belum diketahui apakah Arema FC akan bubar secara entitas, atau hanya istirahat sejenak.
Tapi apa pun itu, sanksi berat sudah menanti Arema FC andai mundur dari Liga 1 2022 saat kompetisi sudah berjalan. Merujuk regulasi PSSI, mereka terancam denda besar dan hukuman turun ke kompetisi level bawah.