DKPP menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik KPU Brebes dan Bawaslu Brebes di Kantor KPU Jateng, Semarang hari ini. Sidang itu berkaitan dengan adanya dugaan bagi-bagi uang dari KPU dan Bawaslu kepada para PPK dan Panwascam untuk menggelembungkan suara caleg tertentu pada Pemilu 2024.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis J. Kristiadi itu, para saksi yang merupakan mantan PPK dan mantan Panwascam mengaku mereka ditawari gepokan uang. Meski begitu, mereka menyebut tak menerima atau mengembalikan uang tersebut.
Salah satu saksi yang merupakan mantan PPK Pemilu 2024, Nur Agus mengaku sempat mendapat instruksi untuk melakukan penggelembungan bagi salah satu calon legislatif pada Pemilu 2024. Awalnya, ia dan keempat anggota PPK serta Ketua PPK Sirampog bertemu para komisioner KPU dan anggota PPK, Edi Nurtopik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sesampainya di Rumah Makan Saritem saya duduk satu meja dengan Mas Aniq (anggota KPU) dan Mas Topik (mantan PPK Sirampog), kita ngobrol santai terkait divisi kita," kata Nur saat sidang di Kantor KPU Jateng, Kamis (14/11/2024).
Usai makan, Ketua PPK Sirampog Edi Budianto dipanggil anggota KPU Brebes ke dalam mobil. Setelah itu, Edi lantas mengajak para anggota PPK untuk berunding di salah satu rumah anggota PPK.
"Katanya ada yang perlu disampaikan saat itu juga. Sesampainya di rumah Pak Wawan (mantan anggota PPK), tiba-tiba Pak Ketua mengeluarkan bungkusan plastik kresek hitam berisi gepokan uang, kami semua kaget," ungkapnya.
Edi yang saat di rumah makan duduk semeja dengan anggota KPU Brebes Wahadi itu pun mengatakan bahwa mereka diberi instruksi untuk melakukan penggelembungan dengan imbalan Rp 30 juta. Apabila menolak, mereka tak bisa kembali menjadi PPK pada Pilkada 2024.
Saat itu, mereka berlima sepakat untuk tidak mengindahkan perintah tersebut dan meminta Edi untuk menyimpan uang puluhan juta yang ada di kresek hitam. Keesokannya, uang tersebut dikembalikan langsung oleh Edi.
"Dan terbukti kami berlima mendaftar kembali untuk seleksi PPK Pilkada, walaupun saya sendiri CAT peringkat dua, kita semua tidak lolos," jelasnya.
Hal senada dikatakan Ketua PPK Kecamatan Brebes, Firdan Fahrudin. Ia mengaku sempat diminta menghadap Ketua KPU Kabupaten Brebes Manja Lestari Damanik, Sabtu (17/4/2024) sekitar pukul 17.00 WIB.
"Saya menghadap dengan Ketua PPK Kecamatan Songgom berdua di ruangan beliau. Beliau atau Bu Manja mengatakan 'tolong pertemuan ini jangan direkam' ada permintaan begitu," jelasnya.
"Yang kedua beliau meminta agar kita atau saya menambah perolehan suara dipakai (calon) nomor 3, baik Kabupaten, maupun di RI, dengan cara salah satunya suara partai dijadikan nama calon," sambungnya.
Karena dikejar waktu untuk menghadiri rapat pleno, Fahruddin lantas izin pamit. Namun, Manja mengatakan ada titipan yang telah diberikan kepada mantan PPK Edi Nurtopik.
"Ketika pleno sudah selesai, saya dengan 5 PPK rapat pleno, saya mengatakan 'Mas Topik, bingkisannya apa?' setelah dibuka isinya uang Rp 50 juta, uangnya merah semua Rp 100 ribu-an," jelasnya.
Merasa curiga, Fahruddin meminta uang agar diamankan. Saat berdiskusi dengan Pengadu 1 Riza, Fahrudin dan anggota PPK pun sepakat untuk meminta Topik mengembalikan uang tersebut.
Kesaksian eks Panwascam bisa dibaca di halaman berikutnya...
Panwascam Ditawari Gepokan Uang dari Bawaslu
Tak hanya PPK, pembagian uang juga diterima mantan Ketua Panwascam Brebes Daryono. Ia mengaku sempat mendapat pesan WhatsApp dari Ketua Bawaslu Trio Pahlevi sebelum rapat pleno. Namun, usai rapat pesan tersebut sudah dihapus.
"Isinya 'Pak Haji tolong saya titip Kecamatan Brebes'. Kemudian chat lagi masuk 'nanti ada operasi', terus chat lagi masuk 'tolong apa yang disampaikan oleh PPK supaya diikuti'," ungkapnya.
Esoknya, ia diinfokan salah satu stafnya bahwa akan ada dana operasional dari Bawaslu Kabupaten Brebes. Berunding dengan anggota komisioner lainnya, mereka sepakat menerima jika dana tersebut merupakan dana operasional Bawaslu.
"Anggota komisioner yang lain menjawab kalau itu dana operasional diterima. Ya udah saya terima, saya katakan lagi sama staf saya," paparnya.
Usainya, staf tersebut mendatangi Daryono dan memberikan amplop coklat berisikan segepok uang yang dikatakan sebagai dana operasional. Ia langsung bertanya apa maksud uang tersebut.
"Staf saya bilang 'ini dana dari Pak Ketua suruh mengamankan suara dari partai PDIP atas nama Shintya (Sandra Kusuma) dan Kingking (Trahing Kusuma), itu caleg dari DPRD Kabupaten, kalau Shintya itu DPR RI, kakak beradik," ungkapnya.
"Saya kaget, sudah tugasnya Bawaslu itu ya mengamankan suara dari seluruh partai kok di sini disuruh salah satu, wah ini ada apa saya juga bingung," lanjutnya.
Ia pun berunding dengan komisioner lainnya dan mendapati bahwa mereka pun mengalami hal serupa. Sama seperti mantan PPK, mereka juga mengembalikan uang tersebut.
"Ternyata uang itu bukan dikasihkan kepada saya saja, tapi tiga komisioner itu dikasih semua. Ternyata dibuka masing-masing isinya Rp 5 juta berarti 3 komisioner Rp 15 juta," jelasnya.
Pada sidang yang berlangsung 8 jam hingga pukul 17.00 WIB itu, Ketua Majelis J Kristiadi sempat menanyai seluruh saksi dari penduga. Mereka semua mengaku mengalami hal serupa dan mengembalikan uang tersebut.
Bantahan KPU dan Bawaslu
Sebelumnya, dalam sidang yang sama pihak KPU dan Bawaslu menyangkal perihal yang dituduhkan kepada mereka. Ketua KPU Manja Lestari Damanik mengatakan, pihaknya menolak seluruh dalil yang disampaikan pengadu. Ia membantah adanya rapat koordinasi yang dilakukan KPU terkait intruksi penggelembungan salah satu caleg Pemilu 2024.
"Kami menolak dengan tegas seluruh dalil yang disampaikan tadi, karena seperti yang kita ketahui bersama, yang disampaikan tadi tidak sesuai dengan pokok aduan juga, banyak yang dikarang kalau saya lihat," ujarnya.
"Kami melakukan rapat koordinasi untuk menyamakan persepsi tentang Sirekap itu yang pertama. Kedua, kami menginstruksikan kepada PPK, memberikan informasi bahwa ada informasi dari RI melalui provinsi ada maintenance Sirekap," sambungnya.
Pihak Bawaslu Kabupaten Brebes, Karnido turut membantah tuduhan yang menilai Bawaslu Kabupaten Brebes mengabaikan penggunaan Sirekap yang melanggar aturan rekap manual dan gagal mencegah politik uang.
"Bagaimana mungkin para pengadu bisa menerangkan teradu 7, teradu 8, teradu 9, dan teradu 10 (teradu dari pihak Bawaslu Brebes) tidak melaksanakan tugas pengawasan secara maksimal, sedangkan pengadu tidak ada proses selama rekapitulasi hasil perhitungan suara," tegasnya.