Kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah (Jateng) dinilai bakal seru karena ada eks Kapolda Ahmad Luthfi dan eks Panglima TNI Andika Perkasa. Pilgub Jateng ini pun dinilai jadi pertaruhan PDIP mempertahankan loyalisnya di Jateng yang dikenal sebagai kandang banteng ini.
Hal ini disampaikan dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam. Menurutnya, pasangan Ahmad Luthi dan Taj Yasin punya keunggulan dari lawannya Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi.
"PDIP selalu berjaya (di Jateng), tetapi kali ini PDIP patut untuk mengantisipasi situasi terburuk. Faktanya PDIP memang memiliki golden ticket untuk maju sendirian, tetapi semua partai terkonsolidasi di satu nama yaitu Pak Luthfi, dan yang menjadi catatan lebih dari sisi postur dukungan politik Pak Luthfi mengantongi praktis sekitar 75 persen kekuatan politik dan itu angka yang tidak kecil," kata Umam saat ditemui di sela menghadiri ceramah AHY di SMA Taruna Nusantara (TN) Magelang, Senin (2/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi elektabilitas, Ahmad Luthi dinilai unggul karena nama Andika Perkasa yang muncul di menit terakhir. Sedangkan duet Ahmad Luthfi dan Taj Yasin berasal dari kaum nasionalis dan santri, berbeda dengan pasangan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi yang sama-sama nasionalis.
"Itu komposisi nasionalis santri (Luthfi-Gus Yasin), sementara posisi dari Pak Andika dengan Mas Hendi. Mas Hendi, itu termasuk yang cukup patut diapresiasi, dia bisa maju di Pilkada Semarang sampai mengkonsolidasikan kotak kosong. Itu bagian dari prestasi dia, artinya dia bisa merangkul semua, tapi artinya komposisi Pak Andika dan juga Pak Hendi itu diceruk basis pemilih loyal yang sama yaitu PDIP," kata Umam.
"Sementara kalau misal mau menang (Andika-Hendi), maka advancement di level segmen nonnasionalis juga harus diperkuat. Nah, Pak Luthfi itu punya bekal yang itu. Dia dari segmen kelompok nasionalis dari teman-teman partai-partai nasionalis, dari sisi yang lain juga segmen kekuatan santri juga dipegang representasinya PKB itu. Di sana (PKB) 20 kursi itu di Jawa Tengah, di saat yang sama, Gus Yasin juga dia mantan wakil gubernur satu periode dan dia putra dari almarhum Mbah Maimoen Zubair," sambung Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) ini.
Umam lalu membeberkan kekuatan Taj Yasin, sebagai pewaris Mbah Moen, dia memiliki basis jaringan santri. Menurut Umam, jaringan santri itu tersebar di wilayah Jateng selatan, pantura seperti Demak, Jepara, Kudus, Rembang, Pati.
"Nah, ini yang kemudian harus diantisipasi, jangan sampai kalau misal tidak diantisipasi nanti ada yang kaget karena kalau misal komposisinya begini, ada potensi Pak Luthfi berpotensi mendekati titik kemenangan lebih besar," urainya.
Di sisi lain, Umam juga melihat keunggulan duet Luthfi dan Taj Yasin dari jaringan nonpolitik atau ormas keagamaan.
"Kalau kita bicara Jawa Tengah salah satu yang cukup influence itu adalah tentu Nahdlatul Ulama (NU). Di mana posisi Nahdlatul Ulama? Per hari ini tampaknya posisinya di belakang Pak Luthfi. Dalam konteks infrastruktur pemenangan baik infrastruktur politik dan infrastruktur nonpolitik tampaknya kali ini Pak Luthfi dan Gus Yasin lebih siap dibanding dengan Pak Andika dan Mas Hendi," ujarnya.
Meski begitu, dia tak menampik PDIP punya basis loyalis kuat di Jateng. Oleh karena itu, menurutnya, Pilgub Jateng dengan rasa perang bintang ini bakal menjadi pertaruhan mesin partai PDIP.
"Ya, tapi kita lihat saja seberapa efektif dan disiplin mesin politik itu bekerja. Karena di sebelumnya itu PDIP cukup solid, dulu dia menguasai 28 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah dan itu angka dominasi yang sangat signifikan, dan menegaskan sekali lagi ini memang kandang banteng, tapi kalau misal kemudian PDIP kali ini enggak bersiap dan tidak bisa mengantisipasi dinamika tadi, jangan sampai nanti ada yang kaget di mana Pilkada 2024 menjadi titik awal kekalahan PDIP di kandangnya sendiri. Wallahualam," ujar Umam.
(ams/apl)