Pasar Semawis Buka Lagi Usai Vakum Setahun, Kini Ada Gule Bustaman

Pasar Semawis Buka Lagi Usai Vakum Setahun, Kini Ada Gule Bustaman

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Minggu, 12 Okt 2025 21:52 WIB
Suasana Pasar Semawis di KPecinan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Minggu (12/10/2025).
Suasana Pasar Semawis di KPecinan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Minggu (12/10/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Pasar Semawis yang telah menjdi pusat jajanan legendaris di kawasan Pecinan Semarang, kembali dibuka setelah vakum sejak awal 2025 ini. Sebanyak 100 porsi gule bustaman, kuliner khas Kampung Bustaman, pun ludes.

Pantauan detikJateng, suasana Pecinan Semarang tampak semarak malam ini. Lampu-lampu hias menggantung di atas gang sempit, mengiringi deretan tenda merah yang berjajar rapi di kanan-kiri jalan.

Para warga Kota Semarang dan luar kota tampak memadati kawasan Pasar Semawis di Pecinan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang. Di salah satu sudut, tampak antrean pengunjung mengular untuk mencicipi gule bustaman, yang disajikan dalam wajan raksasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aroma rempah langsung menyeruak dari wajan tersebut, menggoda siapa pun yang lewat. Salah satu pengunjung, asal Semarang Barat, Tania (27), mengaku antre sekitar 15 menit untuk mencicipi gule khas Bustaman ini.

ADVERTISEMENT

"Seru banget, tadi antre agak lama akhirnya bisa dapat. Baru pertama kali nyobain gule Bustaman, rasanya unik banget," kata Tania kepda detikJateng.

Pengunjung pun bergantian antre dan membayar Rp 15 ribu per porsi gule dan segelas teh jumbo. gule yang hanya tersedia 100 porsi itu langsung ludes dalam waktu kurang dari dua jam.

"Menurutku bagus sih ada Waroeng Semawis lagi, jadinya Pecinan ramai lagi. Makanannya juga beragam, ada makanan lokal kayak gudeg, petis, menarik buat dicobain," ujarnya.

Wisatawan asal Kebumen, Auliya Adisty (24), juga terkesan dengan suasana Pecinan di Kota Semarang. Apalagi akulturasi budaya Jawa, China, dan Arab terlihat dalam sajian makanan yang ditawarkan.

"Menarik banget karena banyak makanan khas Semarang. Vibes-nya seru, akulturasi budayanya kental tadi, ada Jawa, China, Arab. Makanannya ada gudeg, nasi kebuli, babi-babian. Ini bisa banget jadi daya tarik wisata," ujar Auliya.

Suasana Pasar Semawis di KPecinan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Minggu (12/10/2025).Suasana Pasar Semawis di KPecinan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Minggu (12/10/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Ketua Pokdarwis Kelurahan Kranggan, Azhar, mengungkapkan rasa syukur karena kuliner khas Kampung Bustaman bisa kembali diangkat dalam ajang kuliner malam legendaris Pecinan tersebut.

"Alhamdulillah saya generasi ketiga dari Bustaman. Terima kasih kepada pengurus Waroeng Semawis yang sudah mengangkat gule Bustaman agar lebih dikenal lagi, bahkan bisa jadi kuliner nusantara," ujar Azhar.

Azhar bercerita, kuliner gule bustaman sendiri telah ada sejak awal 1900-an dan dikenal berbeda karena tak menggunakan santan. Ciri khasnya adalah racikan bumbu hasil perpaduan rempah Arab, Jawa, dan Tionghoa.

"Kalau gule Semarang itu khas, karena nggak pakai santan. Itulah yang membedakan dengan gule lainnya," katanya.

Sementara itu, Ketua Kopi Semawis, Harjanta Halim, menjelaskan gelaran Waroeng Semawis kembali digelar rutin setiap akhir pekan yakni Jumat, Sabtu, dan Minggu mulai pukul 18.00-22.00 WIB. Tahun ini, pihaknya fokus mengangkat kuliner khas Semarang.

"Kita vakum hampir satu tahun. Ternyata kuncinya harus banyak makanan lokal, bukan makanan Jepang atau Korea. Jadi di sini ada pecel, tahu pong, es hawa, pisang planet, semua khas Semarang," ujar Harjanta.

Ia menambahkan menu utama akan berganti setiap pekan. Setelah gule bustaman, pekan berikutnya akan menampilkan kuliner khas lain seperti mi Jawa dan tahu pong pelor.

"Kami ingin menggali kembali makanan khas Semarang, bahkan yang hampir punah ingin kita hadirkan. Minggu depan ada nasi goreng babat," imbuhnya.

Harjanta berharap kehadiran Pasar Semawis bisa menggerakkan roda ekonomi masyarakat.

"Uang itu nggak harus banyak, tapi harus berputar. Dari pedagang, penghibur, pembeli, semuanya saling menghidupi," ujarnya.




(ams/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads