BMKG: Hujan saat Kemarau Fenomena Harian tapi Bisa Picu Cuaca Ekstrem

BMKG: Hujan saat Kemarau Fenomena Harian tapi Bisa Picu Cuaca Ekstrem

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Jumat, 14 Jul 2023 13:03 WIB
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat memberikan keterangan, Jumat (14/7/2023).
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat memberikan keterangan, Jumat (14/7/2023). (Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng)
Bantul -

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) angkat bicara soal masih turunnya hujan saat musim kemarau ini. Menurut BMKG, hal itu adalah fenomena harian namun bisa memicu cuaca ekstrem yang berujung bencana hidrometeorologi.

"Bukan (kemarau basah) ini tetap musim kemarau," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di sela-sela Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) di Pantai Baru, Kalurahan Poncosari, Srandakan, Bantul, Jumat (14/7/2023).

Menurutnya, kriteria musim kemarau adalah apabila curah hujan bulanan rata-rata di bawah 60 milimeter. Dwikorita memprediksi musim kemarau bakal berlangsung selama 5-6 bulan atau dari bulan Juni hingga Oktober.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah, saat ini adalah fenomena harian di sela-sela bulanan tadi. Kalau bulanan itu dipengaruhi angin atau monsoon dari Australia yang menuju Asia melewati Indonesia," ujarnya.

"Tapi kejadian saat ini terjadi fenomena selain angin tadi, ada fenomena yang sifatnya sesaat yang terjadi beberapa hari sampai sepekan atau 10 hari dalam satu bulan," lanjut Dwikorita.

ADVERTISEMENT

Selain itu, Dwikorita mengungkapkan jika turunnya hujan saat musim kemarau masuk siklus Madden Julian Oscillation (MJO). MJO adalah aktivitas intraseasonal yang terjadi di wilayah tropis yang dapat dikenali berupa adanya pergerakan aktivitas konveksi.

Aktivitas konveksi bergerak ke arah timur dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang biasanya muncul setiap 30 sampai 40 hari.

Hal ini ditandai dengan kumpulan awan dan badai petir yang bergerak ke arah timur melintasi khatulistiwa, memengaruhi pola cuaca dan menyebabkan perubahan suhu dan curah hujan.

"Itu adalah fenomena akibat pergerakan arak-arakan awan hujan dari Samudera Hindia sebelah barat Indonesia yang sedang melintasi masuk Indonesia. Ada fenomena yang lebih lokal, dan juga ada pembelokan arah angin akibat dihambat oleh MJO tadi misalnya, angin yang membelok kecepatannya akan berkurang," ujarnya.

"Maka uap air di bawah itu akan dilepas. Jadi itu hanya fenomena harian sampai tanggal belasan ini," imbuh Dwikorita.

Meski hanya fenomena harian, Dwikorita menilai bisa memicu munculnya cuaca ekstrem. Mengingat di Indonesia itu kekeringan bisa terjadi bersamaan dengan bencana banjir hingga longsor.

"Ada (yang perlu diwaspadai dengan hujan saat kemarau), ini kan bisa terjadi cuaca ekstrem, bisa terjadi hujan lebat dan sangat lebat. Kalau hujan lebat sangat lebat bisa terjadi bencana hidrometeorologi. Karena lahannya sudah pada rusak, lereng longsor, lereng rawan banjir harus diwaspadai," ucapnya.

Oleh sebab itu, Dwikorita menilai pentingnya masyarakat dalam mencermati informasi cuaca. Salah satu upaya BMKG adalah dengan menggelar SLCN untuk para nelayan.




(aku/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads