Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar hajad dalem labuhan patuh dalam rangka memperingati tingalan jumenengan dalem (peringatan penobatan atau kenaikan takhta Sultan HB X). Labuhan tersebut tidak melibatkan banyak orang dan berlangsung cepat karena pendemi COVID-19.
Pantauan detikJateng, labuhan tersebut dimulai dengan serah terima uborampe di Kantor Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul. Selanjutnya, ubarampe itu dibawa ke Cepuri Parangkusumo untuk menjalani upacara labuhan berupa memanjatkan doa kepada Tuhan.
Setelah prosesi tersebut, ubarampe berupa barang-barang yang dikenakan Sultan HB X diarak ke Pantai Parangkusumo. Sesampainya di pinggir Pantai tersebut ubarampe selanjutnya dilarung ke laut Selatan Pulau Jawa. Labuhan kali ini berlangsung dengan cepat dan tidak melibatkan banyak orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Carik Tepas Ndoro Puro Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat KRT Wijoyo Pamungkas menjelaskan, barang-barang yang dilabuh bukanlah hasil bumi. Melainkan barang-barang yang dikenakan Sultan.
Adapun barang-barang yang dilabuh berupa tiga ancak berisi nyamping cindhe abrit, nyamping cindhe ijem, nyamping cangkring, semekan solok, semekan gadhung mlathi, semekan jingga, semekan udaraga, semekan bangun tulak.
Ikut juga dilabuh 3 jenis semekan lainnya yang disebut sebagai pendherek. Selain itu juga dilabuh potongan rambut sultan, potongan kuku Sultan dan layon sekar atau bunga yang sudah kering.
"Setelah serah terima ubarampe labuhan di Kapanewon Kretek ini dilanjutkan upacara labuhan di Cepuri Parangkusumo. Yang dilabuh diantaranya ada kain cindhe, kain dringin, rikma dalem, kenaka dalem dan lain-lain," ucapnya kepada wartawan di Kantor Kapanewon Kretek, Bantul, Jumat (4/3/2022).
Menurutnya, selain di Parangkusumo labuhan ini juga akan digelar di 2 tempat yakni Gunung Lawu, Jawa Timur dan Gunung Merapi. Namun labuhan di dua tempat tersebut berlangsung besok Sabtu (5/3) pagi.
"Selain di sini ada 3 tempat yakni Parangkusumo, Gunung Lawu dan Gunung Merapi. Kalau yang bisa langsung dilabuh hari ini Parangkusumo, untuk Lawu dan Merapi baru besok pagi dilabuh," ujarnya.
Sementara itu, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih yang hadir dalam serah terima ubarampe di Kantor Kapanewon Kretek menyebut labuhan kali ini dalam rangka memperingati jumenengan dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X. Menurutnya hal tersebut sudah berlangsung setiap tahun.
"Sesuai adat tahunan kita setiap kali peringatan jumenengan atau bertakhtanya Sultan HB X ini ada tradisi labuhan," ujar Halim.
Halim juga menjelaskan barang-barang yang dilabuh atau dilarung merupakan simbol untuk membuang keburukan.
"Yang tadi disampaikan barang-barang apa saja yang pernah dipakai oleh Ngarsa Dalem maupun dipakai oleh Keraton itu dilabuh sebagai simbol untuk membuang keburukan," katanya.
Selain itu, Halim juga mengungkapkan ada tradisi sedekah apem dari Keraton. Sedekah apem ini untuk mengungkapkan permohonan maaf dari Sultan HB X.
"Dalam saat bersamaan juga tadi ada sedekah apem, apem ini lambang permohonan maaf karena apem ini berasal dari bahasa Arab afwun yang maknanya maaf. Permohonan maaf dari segala kesalahan yang pernah kita lakukan, kawula Ngayogyakarta Hadiningrat telah melakukan kesalahan dimintakan maaf dengan simbol apem yang besar, apem mustaka itu," katanya.
"Itu merupakan simbol permohonan maaf ampunan kepada Allah SWT atas kesalahan kolektif maka apemnya besar," imbuh Halim.
Halim menilai tradisi ini sangat penting karena bisa membangun pentingnya kesadaran untuk membangun keraton. Selain itu juga sebagai bentuk mendoakan Sultan HB X agar dalam bertakhta selalu dilimpahkan kesehatan untuk menyejahterakan masyarakat.
"Dan tradisi ini sekaligus membangkitkan kita akan pentingnya kesadaran untuk membangun Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan mendoakan Ngarsa Dalem agar panjang umur sehat selalu dan terus berjuang untuk kesejahteraan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta," ujarnya.
(ams/mbr)