Titik 0 Km jadi salah satu spot yang selalu ramai dengan wisatawan yang datang ke Jogja. Sudah tahu cerita tentang titik nol yang berada di lintasan antara Alun-alun Utara dengan Ngejaman di ujung selatan Malioboro ini? Simak kisahnya di sini.
Mengutip dari jogjabelajar.org yang dikelola Balai Tekkomdik DIY, menyebut ada papan peringatan resmi di depan bekas bangunan Senisono. Papan ini merupakan petunjuk tepat lokasi titik nol kilometer Jogja.
Pada akhir tahun 70-an hingga awal tahun 80-an, di tengah perempatan jalan tersebut masih ada air mancur kota. Diperkirakan, letak titik nol kilometer berada di lokasi air mancur ini.
Kawasan di sekitar titik nol kilometer ini merupakan kawasan wisata sejarah. Ada bangunan besar peninggalan Belanda atau yang sering disebut loji di sebelah kiri dan kanan titik nol kilometer itu.
Kawasan nol kilometer juga dekat dengan sentra perekonomian warga Jogja, sebut saja Malioboro, Pasar Beringharjo, kawasan Jalan Kyai Ahmad Dahlan, serta kawasan Jalan Wijilan yang selalu dipadati wisatawan. Pada malam hari, sepanjang trotoar sekitar perempatan Jalan Jendral Ahmad Yani dan Jalan KH Ahmad Dahlan menjadi tempat nongkrong baik warga sekitar, wisatawan maupun komunitas.
Titik Nol Kilometer diyakini berada di sumbu imajiner antara Gunung Merapi, Keraton Ngayogyakarta, dan Laut Selatan. Di sekitar tempat ini, juga terletak di pusat pemerintahan, perdagangan, dan pariwisata.
Dikelilingi Loji
Di sisi utara Gedung Agung, tepatnya di depan Gereja Kristen Protestan berdiri jam kota atau stadslok. Area di sekitarnya dulu bernama Jalan Margomulyo ini sering disebut Ngejaman.
Jam tersebut dibuat tahun 1916 sebagai persembahan masyarakat Belanda kepada pemerintahnya. Jam itu diberikan untuk memperingati satu abad kembalinya Pemerintahan Kolonial Belanda dari Pemerintahan Inggris yang berkuasa di Jawa pada awal abad ke-19. Kini, prasasti kecil yang menunjukkan tulisan itu telah dihilangkan.
Kemudian ada bangunan yang mempunyai halaman paling luas di sepanjang ruas dari keraton hingga Tugu kota Jogja yaitu, Istana Kepresidenan Gedung Agung. Gedung ini selesai dibangun pada tahun 1832.
Gedung tersebut dipakai sebagai tempat tinggal para Residen dan Gubernur Belanda di Yogyakarta. Bangunan ini sempat rusak berat pada saat terjadi gempa bumi besar pada 1867.
Pada zaman penjajahan Jepang, gedung ini menjadi kediaman resmi Koochi Zimmukyoku Tyookan, penguasa Jepang di Kota Yogyakarta. Dari 1946 hingga 1949, gedung ini menjadi tempat kediaman resmi Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama. Saat itu, Kota Jogjakarta menjadi ibu kota Republik Indonesia.
Kini, Gedung Agung merupakan salah satu Istana Presiden Republik Indonesia yang ada di luar Jakarta. Gedung Agung merupakan salah satu bangunan bersejarah yang menjadi saksi berbagai peristiwa penting di Yogyakarta.
Benteng Vredeburg
Berikutnya Benteng Vredeburg yang berada tepat di seberang Gedung Agung. Bangunan ini menjadi markas tentara pada zaman kolonial Belanda. Sekarang, difungsikan sebagai museum dengan nama Museum Benteng Vredeburg.
Benteng Vredeburg ini dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1760 atas permintaan orang-orang Belanda. Bangunan benteng ini disempurnakan pada 1787, dan diberi nama Benteng Rustenburg atau benteng peristirahatan.
Simak Video "Video: Cerita Pria Jogja Tawarkan Baca Novel Bahasa Jawa Gratis di Kawasan Titik Nol"
(ams/ams)