Difablepreneur Pertamina, Program Inklusif Dorong Difabel Mandiri dan Berdaya

Difablepreneur Pertamina, Program Inklusif Dorong Difabel Mandiri dan Berdaya

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Jumat, 18 Jul 2025 20:40 WIB
Pelaksanaan Kresna Patra di Kabupaten Boyolali.
Pelaksanaan Kresna Patra di Kabupaten Boyolali. (Foto: dok. Pertamina)
Semarang -

PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah memiliki program unggulan inklusif yang bertujuan memberdayakan penyandang disabilitas. Tak hanya fokus pada pelatihan keterampilan, program ini juga membuka akses kerja, dan peluang wirausaha ratusan penyandang disabilitas.

General Manager PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Aribawa, menyampaikan Difablepreneur merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang telah berjalan sejak 2021.

"Difabel sering kali mengalami hambatan, baik karena kondisi fisik, lingkungan yang belum aksesibel, maupun stigma sosial. Melalui Difablepreneur, kami ingin mereka bisa lebih berdaya, produktif, dan diakui di masyarakat," kata Aribawa, Jumat (18/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Program yang digerakkan melalui kelompok Kresna Patra ini berkembang pesat dari sekadar pelatihan menjahit, menjadi gerakan inklusif yang mencakup pengembangan yayasan, pembentukan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) inklusi, hingga penguatan literasi baca-tulis bagi difabel yang putus sekolah.

Melalui program ini, Pertamina telah membina lebih dari 500 penyandang disabilitas dan puluhan non-disabilitas dengan pelatihan menjahit, pemasaran digital, hingga penguatan kapasitas kelembagaan.

ADVERTISEMENT

"Dampaknya bisa membuka peluang kerja sama penyaluran tenaga kerja bagi penyandang disabilitas pada industri garmen dan UMKM Kewirausahaan Sosial," tuturnya.

Tak hanya pelatihan, peserta juga diberi akses bantuan alat, modal, renovasi gedung workshop, serta difasilitasi bekerja di industri garmen. Bagi mereka yang ingin mandiri, Pertamina turut menjembatani dengan dukungan dari Dinas Ketenagakerjaan dan dinas sosial setempat.

Program ini menghadapi tantangan serius di awal implementasi. Banyak keluarga di pedesaan menganggap difabel sebagai aib dan cenderung menyembunyikannya dari lingkungan sosial.

"Salah satu local hero kami, bahkan pernah mengalami penolakan dari pihak keluarga dengan dibawakan alat mencari rumput 'arit'," ujarnya.

Namun, meski stigma, dan rasa minder kerap jadi penghalang utama, setelah pendekatan yang konsisten, kini banyak keluarga mulai terbuka. Kini mereka justru bangga anaknya bisa mandiri.

Aribawa menjelaskan program ini telah mendapat apresiasi skala nasional hingga internasional. Beberapa di antaranya adalah penghargaan Innovative Solution Zero Project dari PBB 2025, The Global CSR Awards 2023, hingga Best Local Hero dari Kementerian BUMN.

"Total program ini telah memberi manfaat langsung kepada lebih dari 600 orang, dan manfaat tidak langsung kepada sekitar 450 warga lainnya di wilayah Boyolali Utara," urainya.

Hasilnya banyak peserta yang kini lebih percaya diri, bisa bersosialisasi, dan mandiri secara ekonomi. Keluarga peserta juga disebut kerap membawakan hasil panen kebun sebagai bentuk apresiasi.

"Bahkan sampai ada yang sudah bisa membeli motor sendiri dari hasil jerih payah bekerja di pabrik," ujarnya.

Ke depan, lanjut Aribawa, Pertamina berharap Difablepreneur mampu memperluas jaringan kerja sama dengan UMKM, industri kreatif, dan mitra internasional agar produk difabel, khususnya batik dan kerajinan konveksi, bisa masuk pasar ekspor.




(ams/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads