Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Solo menyesalkan adanya konflik yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Selasa (8/2) kemarin. Mereka mendesak agar kegiatan penambangan di kawasan itu dihentikan.
Mereka menganggap SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41 Tahun 2018 cacat secara prosedural dan bersifat memaksa sehingga memperparah kondisi. Penerapannya pun jauh dari implementasi UUD 1945 terutama pasal 28 A.
"Paling diperhatikan yaitu perihal Analisis Dampak Lingkungan. Proyek pembangunan bendungan membutuhkan pelbagai material seperti batu andesit dan pasir di lahan subur milik warga," kata Ketua PC PMII Solo, Ghaniey Al Rasyid, Rabu (9/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Ganjar Minta Maaf soal Insiden Wadas |
Menurutnya, lokasi pertambangan quarry itu tidak melibatkan masyarakat untuk berdialog, sehingga pengadaan pertambangan di desa Wadas terkesan memaksa. Masyarakat Wadas menjadi pihak yang dirugikan.
Berdasar hasil Muktamar NU Ke-34 pada Bahtsul Masail Addiniya Al-Waqi'iyah, lanjutnya, tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya' (pengelolaan lahan) maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut.
Dari beberapa pertimbangan tersebut, PC PMII mengeluarkan beberapa desakan kepada pemerintah terkait persoalan yang ada di Desa Wadas.
"Mendesak pemerintah agar menghentikan pertambangan yang berpotensi merusak lingkungan hidup dan mata pencaharian masyarakat di desa Wadas," kata Ghaniey.
Selanjutnya, PMII Solo juga mengutuk keras tindak represif yang dilakukan oleh aparat keamanan kepada warga Desa Wadas.
(ahr/ahr)