Sidang pembacaan putusan terhadap terdakwa Martono dalam kasus dugaan gratifikasi dan suap di lingkungan Pemkot Semarang resmi ditunda. Majelis Hakim menyatakan penundaan dilakukan karena putusan belum rampung disusun.
Pantauan detikJateng, Martono hadir di Ruang Sidang Cakra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, mengenakan batik kuning. Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Gatot Sarwadi tiba di ruangan sekitar pukul 10.00 WIB.
"Hari ini kami belum siap sepenuhnya, sehingga sidang harus saya tunda," kata Gatot di Pengadilan Tipikor, Senin (4/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut penundaan dilakukan karena masalah teknis bukan suatu hal lainnya. Sidang pembacaan putusan dijadwalkan ulang pada Senin (11/8) depan.
Atas keputusan itu, kuasa hukum terdakwa, Kaerul Anwar, menyatakan tidak keberatan. Menurutnya, penundaan merupakan kewenangan penuh Majelis Hakim.
"Terhadap keputusan Majelis Hakim ini ya kita pasti hanya mengikuti saja, cuma satu minggu. Tetap semuanya kita serahkan kepada Majelis Hakim karena perjuangan kami sudah kita lakukan dalam persidangan," ujar Kaerul usai sidang.
Kaerul mengatakan pihaknya akan menempuh langkah hukum lanjutan jika nantinya hasil putusan tidak sesuai dengan harapan. Namun untuk saat ini, ia memilih untuk menunggu dan menyerahkan sepenuhnya pada hakim.
"Kalau memang tidak sesuai, upaya hukumnya jelas. Kita lihat saja, kita nggak bisa berandai-andai. Tapi insyaallah apa pun yang kita perjuangkan mudah-mudahan juga mendapatkan hasil," katanya.
Sebelummya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Rio Vernika Putra, menuntut Terdakwa Martono pidana penjara selama 5 tahun 2 bulan terkait kasus suap Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, dan suaminya Alwin Basri. Martono disebut menyuap keduanya demi proyek penunjukan langsung (PL) tingkat kecamatan tahun anggaran 2023.
Martono diketahui sebagai Direktur PT Chirmarder777 dan Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) Kota Semarang.
"Menuntut Majelis Tipikor PN Semarang yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Martono telah terbukti sah rasa dan memiliki kecakapan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan," kata Rio di Tipikor Semarang, Senin (30/6).
Martono disebut melanggar Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Martono dengan pidana penjara selama 5 tahun 2 bulan, serta pidana denda sejumlah Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan," jelasnya.
Dalam kasus suap ini Mbak Ita dan Alwin juga disebut menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima Martono. Uang itu merupakan fee proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung.
"Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," kata JPU dari KPK, Rio Vernika Putra di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (21/4).
"(Uang Rp 2,24 miliar) dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin," imbuh dia.
(ams/afn)