Seorang pemuda asal Depok, Jawa Barat, bernama Ahmad Addril Hidayah (22) diringkus polisi usai ketahuan meretas sistem pembayaran isi ulang (top up) kartu multitrip (KMT) kereta rel listrik (KRL). Hanya bermodal handphone dan sejumlah aplikasi, pelaku berhasil memperoleh saldo hingga 12 juta dalam 3 hari.
"Pelaku mengisi saldo (top up) kartu multitrip KAI Commuter dengan menggunakan aplikasi," kata Kapolres Metro Depok Kombes Arya Perdana dalam keterangannya, Rabu (6/3/2024), dilansir dari detikNews.
Diketahui, peretasan top up saldo kartu KRL dipelajari oleh pelaku dari tutorial video di internet. Ia menggunakan ponsel pintar yang mempunyai fitur NFC (near-field communication) dan setidaknya ada 3 aplikasi yang ia pakai dalam melancarkan aksinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembobolan sistem top up telah dilakukan sebanyak 25 kali pada rentang waktu 26-28 Februari 2024. Setiap melakukan top up, pelaku hanya membayar Rp 1 (satu rupiah).
"Pembayaran tagihan administrasi hanya Rp 1 (satu rupiah) setiap top up, sehingga pelaku mendapatkan saldo top up sebesar Rp 12.414.998 dari 25 kali top up dengan pembayaran Rp 25," ujar Arya.
Pihak Kereta Commuter Indonesia (KCI) yang mengetahui adanya kejanggalan transaksi dalam sistem top up mereka langsung melapor ke polisi. Polisi pun telah menyita barang bukti berupa ponsel pintar hingga 10 kartu KAI Access milik pelaku.
"Barang bukti yang berhasil diamankan adalah satu buah handphone beserta dengan sepuluh kartu KAI Access yang digunakan pelaku dalam beraksi," katanya.
![]() |
Ngaku Pecinta Kereta
Pada polisi pelaku mengatakan tak menjual kartu-kartu yang sudah di-top up tersebut. Diduga pelaku ketagihan memanfaatkan celah sistem top up itu karena aksinya berhasil.
"Pengakuannya dia mau naik kereta api secara gratis," kata Kasi Humas Polres Metro Depok Iptu Made Budi, Rabu (6/3/2024).
Ia mengatakan melakukan peretasan karena ingin menaiki KRL secara gratis. Pelaku mengaku sebagai pecinta kereta api (railfans) dan kerap membuat konten terkait kereta.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 33 juncto Pasal 49 dan/atau Pasal 30 juncto Pasal 46 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pemuda itu pun terancam hukuman 6 tahun sampai maksimal 10 tahun penjara.
Artikel ini ditulis oleh Insi Faiqoh Setyaningrum, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(cln/ahr)