Dwi Feriyanto (23), terdakwa kasus pembunuhan dosen UIN Raden Mas Said Solo bernama Wahyu Dian Silvia, divonis penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo. Atas putusan tersebut, terdakwa akan mengajukan banding.
Vonis Penjara Seumur Hidup
Ketua majelis hakim, Deni Indrayana membacakan putusan di PN Sukoharjo, Kamis (29/2/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengadili, terdakwa Dwi Feriyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, sebagaimana dalam dakwaan ke satu primer. Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Dwi Feriyanto dengan pidana seumur hidup," kata ketua majelis hakim, Deni Indrayana saat membacakan putusan di PN Sukoharjo, Kamis (29/2/2024).
Sebagian barang bukti akan disita untuk dimusnahkan. Adapun barang bukti seperti laptop dan HP korban dikembalikan kepada ahli waris korban. Karena terdakwa divonis seumur hidup, biaya perkara akan dibebankan kepada negara.
"Demikian putusan ini, saudara penuntut umum maupun penasihat hukum miliki hak terhadap putusan ini, baik menerima atau mengajukan pikir-pikir," ucap hakim.
Terdakwa Akan Ajukan Banding
Penasihat hukum terdakwa, Sahid Mubarok mengatakan terdakwa keberatan dengan putusan dari majelis hakim. Terdakwa juga meminta hukuman seringan-ringannya.
"Kalau dari terdakwa sudah menyatakan akan banding. Kalau kami sebagai penasihat hukum, saya kembalikan kepada terdakwa," kata Sahid, kemarin.
Adapun jaksa penuntut umum (JPU) Hendra Oki mengatakan akan menyampaikan terlebih dahulu kepada pimpinan terkait vonis seumur hidup tersebut. "Kami akan lihat dulu memori banding dari terdakwa, nanti kami akan ajukan kontra memori banding," jelas Hendra.
Terdakwa Diduga Psikopat
Saat membacakan vonis, Kamis (29/2), hakim juga mempertimbangkan soal kejiwaan terdakwa. Terdakwa diduga mempunyai gejala psikopat.
Dalam vonis yang dibacakan, majelis hakim mempertimbangkan hal lain yang memberatkan hukuman terhadap terdakwa. Yakni, terdakwa berpotensi membahayakan masyarakat dengan jiwa emosionalnya yang berlebihan dan tidak dapat mengendalikannya dengan baik.
"Menimbang, bahwa majelis hakim berpendapat bahwa sepatutnya dilakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap terdakwa. Pendapat ini muncul dari pandangan majelis hakim, bahwa terdakwa tidak menunjukkan rasa penyesalan atas perbuatannya," kata hakim Deni saat membacakan putusan di PN Sukoharjo, Kamis (29/2).
"Kejahatan ini menimbulkan beragam penafsiran, apakah terdakwa termasuk orang yang bisa mengendalikan diri atau justru mempunyai gejala psikopat. Karena justru (dalam) persidangan terdakwa mengaku merasa tidak yakin bahwa korban adalah orang menyinggungnya pada tanggal 21 Agustus 2023, karena terdakwa tidak bertatap muka langsung dengan korban, dan sebelumnya juga belum pernah bertemu dengan korban," sambungnya.
Akibat ucapan korban itu, terdakwa nekat membunuh korban. Dalam persidangan juga terungkap terdakwa sedang galau karena temannya tidak membayar utang kepadanya dan membuat dia kesal.
Terdakwa juga disebut pernah memukul pengamen dengan kayu hingga patah tulang. Gegaranya terdakwa tersinggung dituduh sesuatu.
Majelis hakim menilai, terdakwa lebih mengedepankan rasa emosional saat menghadapi masalah daripada menyelesaikan dengan cara yang tepat. Ketika emosinya terlampiaskan, terdakwa masih bisa bersikap tenang.
"Menimbang fakta-fakta tersebut, majelis hakim berpendapat ada rasa kejiwaan yang dialami terdakwa yang tidak terselesaikan dan tidak mampu dikendalikannya sebagai manusia," ucap hakim.
Menurut jaksa Hendra Oki Dwi Prasetya, terdakwa memang terlihat tenang selama menjalani persidangan. Terkait kejiwaan terdakwa yang dipertanyakan hakim, dia mengatakan itu penilaian dari majelis hakim.
"Kita lihat bersama selama persidangan, sikap dari terdakwa itu mengarah seperti yang dipertimbangkan majelis hakim. Dia memang tenang. Biasanya rasa penyesalan dari orang bersalah bisa nampak, sedangkan untuk terdakwa tidak," kata Hendra.
Dalih Bunuh Bu Dosen gegara Tersinggung
Diberitakan sebelumnya, Wahyu Dian Silviani (34), dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo dibunuh oleh seorang tukang bangunan yang dipekerjakan untuk merenovasi rumahnya.
Korban dibunuh di rumah temannya yang ditumpanginya sementara, berada tepat di samping rumahnya yang sedang direnovasi. Jasad dosen yang sedang sedang dalam proses mendapatkan beasiswa S3 di Inggris itu ditemukan oleh warga pada Kamis (27/8/2023).
Saat itu tubuhnya tertutup kasur di ruang tengah rumah, tergeletak dengan darah di mana-mana. Tidak sampai 24 jam, polisi berhasil menangkap pelaku yang merupakan tukang bangunan yang dipekerjakan oleh korban untuk merenovasi rumahnya.
"Penangkapan di rumahnya," kata Kapolres Sukoharjo AKBP Sigit, Jumat (25/8/2023).
Ternyata pembunuhan itu gegara hal sepele. Awalnya korban merasa kurang puas dengan hasil pekerjaan pelaku. Korban disebut menegur tukang bangunan itu. Teguran itu membuat si buruh bangunan itu dendam.
Pada Rabu (23/8) malam, pelaku mendatangi rumah yang ditumpangi korban. Pelaku bersarung tangan medis dan buff penutup wajah itu memanjat pagar, naik ke atap, dan masuk lewat lokasi tandon air di belakang.
Dia membunuh korban dengan pisau yang dibawanya. Pelaku juga mencuri laptop, ponsel, dan uang korban.
(dil/rih)