Klarifikasi Almas soal Tak Teken Dokumen Perbaikan Gugatan Usia Capres di MK

Klarifikasi Almas soal Tak Teken Dokumen Perbaikan Gugatan Usia Capres di MK

Agil Trisetiawan Putra - detikJateng
Jumat, 03 Nov 2023 12:40 WIB
Kuasa Hukum Mahasiswa UNSA Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi saat konferensi pers di Solo, Jumat (3/11/2023).
Kuasa Hukum Mahasiswa UNSA Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi, saat konferensi pers di Solo, Jumat (3/11/2023). (Foto: Agil Trisetiawan Putra/detikJateng)
Solo -

Dokumen perbaikan gugatan usia di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan pemohon Almas Tsaqibbirru Re A dan kuasa hukum disebut tak ditandatangani. Kuasa hukum Almas, Arif Sahudi pun memberikan klarifikasi soal dokumen perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang disorot itu.

Menurut Arif, sidang dilaksanakan secara online, sejak pendaftaran hingga putusan. Dokumen fisik dikirim melalui kantor pos, sementara soft file dikirim melalui email atau online.

"Sidang pertama tanggal 5 (September), ada perbaikan. Tanggal 13 kita lakukan perbaikan, lalu kita kirim baik hard file maupun soft file. Di situ permasalahan muncul, kita kirim biasanya dua, berupa MS Word dan PDF," kata Arif saat konferensi pers di Solo, Jumat (13/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arif menyebut belum mendapat konfirmasi dari pengiriman tertanggal 13 September itu. Dia lalu mengirimkan dokumen lagi ke Mahkamah Konstitusi pada 19 September dan kembali belum terkonfirmasi.

"Dari pihak sana (MK) menghubungi untuk mengirimkan ke WA pusat IT MK, akhirnya masuk (tanggal 20 September). Saat sidang ditanyakan Yang Mulia, 'kok ini belum', saya sampaikan sudah. Kemudian dicek lagi ternyata sudah. Jadi secara administrasi sudah tidak ada masalah," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Sebagai informasi, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Indonesia (PBHI) menilai ada dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman cs di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Salah satu bukti yang dilampirkan dalam gugatan dugaan pelanggaran kode etik itu, adalah permohonan perbaikan yang diserahkan oleh pemohon tidak ditandatangani oleh kuasa hukum pemohon ataupun pemohon.

"Pasti (yang dimasalahkan) adalah file yang MS Word. Karena tidak mungkin ada tandatangannya. Kenapa di Ms. Word tidak bisa ditandatangani, yang bisa menjawab yang membuat sistem. Setahu saya berkas MS Word tidak bisa ditandatangi, bisanya (scan) PDF," kata Arif.

Terkait penggunaan tanda tangan digital, Arif menuturkan, yang diminta adalah tanda tangan basah. Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, yang persoalkan bukan tanda tangan digital atau tidak digital.

Dia berpesan kepada pelapor agar berhati-hati dalam membaca berkas. Terlebih berkas tersebut untuk materi pelaporan.

"Sebelum menyampaikan laporan, perlu mempelajari detail hukum acara MK. Saya menduga, pelapor belum pernah sidang. Kita ada rekam pembicaraan kita dengan MK, cek-cekan data semua ada. Bisa dicek semua ada," imbuhnya.

Sementara itu, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) masih memeriksa hakim konstitusi terkait laporan dugaan pelanggaran etik di balik putusan syarat capres-cawapres.

Kuasa hukum Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi menilai sidang MKMK adalah sidang atas perilaku hakim, bukan atas putusannya.

"Artinya kalau putusan, berlaku asas putusan yang sudah dibacakan oleh hakim sudah dianggap benar, dan harus dilaksanakan," kata Arif.




(ams/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads