Empat orang ditetapkan tersangka karena membuat rekening bank dengan menggunakan identitas orang lain tanpa izin. Bahkan mereka membuat mesin Elektronik Data Capture (EDC) sehingga pemilik identitas menanggung pajak.
Para pelaku yaitu SAN (31) dan DY (31) yang merupakan pegawai bank dan rekan mereka YS (35) serta SL (50). Kasus ini sudah dilaporkan pada Oktober 2022 dan terus berproses hingga akhirnya ada penerapan tersangka.
"Ada empat tersangka. Tiga di antaranya sudah diserahkan ke kejaksaan dan satunya minggu ini diserahkan yaitu SAN," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Senin (30/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pelaku yang beraksi di Kota Semarang itu bekerja sama menggunakan identitas salah satu orang yang kemudian dibuat rekening dan enam mesin EDC. Tersangka SAN dan DY yang kini sudah dipecat dari bank itu mendapatkan keuntungan Rp 250 ribu per mesin.
"Sudah dilakukan sejak 2020, korban satu. Atas penerbitan mesin EDC, mantan karyawan bank itu mendapat uang Rp 250 ribu per mesin," ujar Dwi.
Sementara itu keuntungan SL dan YS yang menggunakan mesin itu adalah 0,3 persen hingga 1 persen setiap kali transaksi gestun mesin EDC. Mereka juga tidak bayar pajak karena yang menanggung malah pemilik asli identitas hingga Rp 3 miliar.
"Keuntungannya SL dan YS dapat fee 0,3 persen sampai 1 peran setiap kali transaksi. Korban adalah orang yg digunakan identitasnya. Selama dia bertransaksi dia gunakan , pajak tertanggung Rp 3 M dan tidak dibayar sama sekali (oleh pelaku)," jelas Dwi.
Salah satu pelaku yaitu SAN mengaku sudah 7 tahun bekerja sebagai karyawan bank. Dengan latar belakang sebagai pekerja bidang IT, ia menemukan kelemahan sistem dan mengakalinya kemudian melancarkan aksi.
"Kerja 7 tahun. Tahu dari pengamanan sistem. Backgorund saya IT," kata SAN.
Para pelaku dijerat Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dan juga Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman 5 tahun dan paling lama 15 tahun.
"Pihak bank diharao lebih berikan pengawasan khusus ke karyawannya. Himbauan lebih mengontrol hal-hal yang bisa merugikan nasabah," kata Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Satake Bayu.
(apl/ahr)