Tata Cara Srah-srahan Manten, Tradisi Seserahan dalam Pernikahan Adat Jawa

Tata Cara Srah-srahan Manten, Tradisi Seserahan dalam Pernikahan Adat Jawa

Angely Rahma - detikJateng
Senin, 15 Des 2025 15:42 WIB
Tata Cara Srah-srahan Manten, Tradisi Seserahan dalam Pernikahan Adat Jawa
Ilustrasi Srah-srahan Manten. Foto: Dok. pribadi Fauzan.
Solo -

Dalam tradisi pernikahan Jawa, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum akad digelar, mulai dari lamaran, prosesi akad nikah, hingga resepsi atau walimah. Di antara rangkaian tersebut, masyarakat Jawa mengenal adanya tradisi srah-srahan manten.

Secara umum, seserahan merupakan pemberian dari pihak calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan sebagai bagian dari rangkaian pra-nikah.

Dalam buku Woe-Man Relationship: Perempuan dengan Segala Hubungannya karya Audian Laili, dijelaskan bahwa pernikahan Jawa memiliki beragam ritual, mulai dari seserahan, siraman, midodareni, prosesi panggih, hingga upacara balang suruh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun perkembangan zaman membuat banyak masyarakat memilih konsep pernikahan yang lebih modern dan sederhana, beberapa pasangan tetap ingin menghadirkan nuansa tradisional.

Jika detikers berniat menggunakan adat Jawa dalam prosesi pernikahan, berikut tata cara pelaksanaan srah-srahan menurut tradisi Jawa.

ADVERTISEMENT

Apa Itu Seserahan?

Seserahan merupakan salah satu tradisi penting dalam rangkaian prosesi pra-nikah masyarakat Jawa. Tradisi ini sudah diwariskan sejak generasi terdahulu dan hingga kini tetap dipraktikkan oleh banyak keluarga.

Dalam publikasi ilmiah Tinjauan Masalah Terhadap Tradisi Seserahan Manten di Desa Macanan Kecamatan Jogorogo Kabupaten Ngawi karya Ma'ruf Hanafi dari IAIN Ponorogo, dijelaskan bahwa seserahan adalah adat turun-temurun yang dijaga sejak zaman leluhur.

Pelestarian tradisi ini diyakini membawa kelancaran dalam proses pernikahan, sebab para pendahulu melakukan seserahan berdasarkan alasan yang kuat, salah satunya untuk meringankan kebutuhan pihak calon pengantin perempuan.

Selain itu, dalam buku Menikah: A Guide to Plan Your Perfect Wedding karya Oneng Sugiarta, dijelaskan bahwa tradisi seserahan berkaitan erat dengan prosesi lamaran. Lamaran atau dalam Bahasa Indonesia disebut tunangan, merupakan kesepakatan dua calon mempelai untuk menikah, yang biasanya dilakukan di hadapan keluarga besar.

Dalam prosesi ini, terdapat tradisi saling memberikan hadiah antara kedua keluarga, yang dalam budaya Jawa disebut peningsetan. Peningsetan berarti 'pengikat', yakni simbol penyerahan barang dari keluarga calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan sebagai bentuk kesungguhan untuk melangkah ke jenjang pernikahan.

Setelah prosesi penyerahan ini selesai, kedua keluarga melanjutkan pembicaraan mengenai penentuan tanggal pernikahan. Meskipun konsep pernikahan zaman sekarang banyak yang dikemas lebih modern dan sederhana, tradisi peningsetan atau seserahan tetap dilakukan oleh banyak pasangan. Hal ini sebagai bentuk penghormatan pada adat Jawa juga simbol keseriusan dan komitmen calon mempelai laki-laki beserta keluarganya.

Tata Cara Pernikahan Adat Jawa

Berdasarkan publikasi ilmiah Ritual Srah-Srahan dalam Perkawinan Adat Jawa: Kasus di Desa Jotangan Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto karya Farid dalam Etheses Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang, dijelaskan bahwa prosesi lamaran dalam adat Jawa ditandai dengan pelaksanaan srah-srahan atau yang lebih dikenal dengan peningsetan.

Peningsetan merupakan salah satu rangkaian penting dalam tradisi pernikahan adat Indonesia, khususnya yang banyak digunakan di masyarakat Jawa.

1. Prosesi Lamaran atau Peningsetan

Pada tahap ini, kedua keluarga berkumpul untuk saling berkenalan dan menjalin kedekatan. Namun terdapat aturan khusus yang harus dipatuhi calon mempelai laki-laki.

Ia datang bersama keluarga besarnya, tetapi tidak diperbolehkan memasuki rumah bagian dalam. Calon pengantin laki-laki hanya menunggu di serambi depan bersama beberapa kerabat, sementara anggota keluarga lainnya dipersilakan masuk ke dalam rumah.

Selama menunggu, ia hanya diberi segelas air dan tidak diperkenankan merokok. Ia juga belum boleh makan sebelum malam tiba. Ketentuan ini menjadi simbol pengendalian diri dan kesanggupan menahan keinginan.

Sebelum keluarga laki-laki pamit, seorang utusan menyampaikan kepada tuan rumah bahwa mulai saat itu pihak mereka siap mengambil tanggung jawab atas calon mempelai laki-laki.

Setelah rombongan pulang, barulah calon pengantin laki-laki diperbolehkan masuk rumah, meskipun tidak diizinkan memasuki kamar calon pengantin perempuan. Keluarga perempuan kemudian mengatur tempat menginapnya.

2. Makna Srah-Srahan atau Peningsetan

Srah-srahan pada dasarnya merupakan penyerahan berbagai macam perlengkapan sebagai simbol kelancaran seluruh rangkaian pernikahan. Barang-barang yang dibawa memiliki makna khusus dan tidak dipilih secara sembarangan. Beberapa di antaranya adalah:

  • Cincin emas

Bentuknya yang melingkar melambangkan harapan agar hubungan kedua mempelai tidak terputus dan cinta mereka tetap bertahan selamanya.

  • Seperangkat busana perempuan

Mewakili pesan agar kedua calon pasangan mampu menjaga rahasia dan saling menghormati dalam kehidupan rumah tangga.

  • Perhiasan emas, berlian, atau intan

Mengandung arti agar calon pengantin perempuan selalu tampil bersinar, percaya diri, dan tidak mengecewakan pasangan maupun keluarga.

  • Makanan tradisional berbahan ketan (jadah, wajik, jenang)

Ketan yang awalnya terpisah kemudian menjadi lengket saat dimasak menggambarkan harapan agar kedua calon pengantin selalu melekat dalam kasih sayang.

  • Buah-buahan

Menjadi simbol agar cinta pasangan tersebut menghasilkan 'buah' yang bermanfaat, baik bagi keluarga maupun lingkungan sekitarnya.

  • Daun sirih

Meski tampak berbeda antara bagian depan dan belakang, ketika dikunyah rasanya sama. Ini melambangkan kesatuan hati dan tekad yang bulat meskipun masing-masing memiliki karakter berbeda.

Tujuan Adanya Seserahan

Menurut publikasi ilmiah Tinjauan Maslahah Terhadap Tradisi Seserahan Manten di Desa Macanan Kecamatan Jogorogo Kabupaten Ngawi karya Ma'rif Hanafi dari IAIN Ponorogo, tradisi seserahan manten bukan sekadar kebiasaan turun-temurun, tetapi mengandung beberapa tujuan penting.

Berdasarkan pendapat sejumlah narasumber dalam penelitian tersebut, seserahan memiliki beberapa fungsi utama, yaitu:

1. Meringankan Kebutuhan Ekonomi Keluarga Perempuan

Seluruh rangkaian prosesi pernikahan biasanya berlangsung di rumah calon pengantin perempuan. Hal ini membuat keluarga perempuan menanggung sebagian besar biaya acara. Oleh sebab itu, pemberian seserahan dari pihak laki-laki dipandang sebagai bentuk dukungan untuk membantu menutupi kebutuhan selama prosesi berlangsung.

2. Menunjukkan Keseriusan dan Komitmen Calon Mempelai Laki-laki

Seserahan menjadi simbol bahwa pihak laki-laki benar-benar siap melangkah ke pernikahan. Pemberian ini memperlihatkan rasa tanggung jawab sekaligus penghargaan kepada calon pengantin perempuan dan keluarganya.

3. Menjadi Ungkapan Kasih Sayang dan Perhatian

Selain mahar yang diwajibkan menurut syariat Islam, seserahan dipandang sebagai bentuk cinta dan perhatian dari calon suami. Melalui pemberian ini, pihak laki-laki menunjukkan keinginannya untuk membahagiakan calon pasangannya.

4. Mencerminkan Nilai Gotong-royong

Seserahan juga dipahami sebagai bentuk kerja sama antara dua keluarga dalam mempersiapkan tahapan pernikahan. Dukungan materi dan simbolis dari pihak laki-laki diharapkan dapat memperlancar seluruh rangkaian acara.

5. Membangun Hubungan Harmonis antar Dua Keluarga

Seserahan berperan sebagai penghubung awal antara keluarga calon pengantin laki-laki dan keluarga calon pengantin perempuan. Hubungan baik yang tercipta sejak proses pra-nikah diharapkan mampu menjadi pondasi keharmonisan setelah kedua mempelai resmi menikah.

Artikel ini ditulis oleh Angely Rahma, peserta Program MagangHub Bersertifikat dari Kemnaker di detikcom.




(par/afn)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads