Kota Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, menyimpan jejak sejarah perang Diponegoro melawan Kompeni Belanda. Di wilayah tersebut ternyata pernah terjadi pertempuran cukup besar dan membuat kompeni kocar-kacir pada 28 Agustus 1826.
Pertempuran pasukan Pangeran Diponegoro dengan Kompeni itu salah satunya diabadikan ajudan Jenderal De Kock, Mayor De Stuers dalam sebuah peta Perang Jawa 1825-1830. Pada peta yang dibuat tanggal 31 Januari 1830 itu terdapat satu titik bergambar pedang beradu sebagai simbol pertempuran.
Lokasi pertempuran berada di sisi barat Pasar Delanggu di barat Jalan Jogja-Solo saat ini. Selain berupa peta, pertempuran Delanggu dimuat dalam beberapa jurnal seperti de Tijdpiegel 1885, yang ditulis G. C. Klerk de Reus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simpang empat Jalan Jogja-Solo Delanggu, Minggu (23/11/2025). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng |
Ada juga yang ditulis sendiri oleh para perwira pasukan Belanda pelaku perang Delanggu, berjudul Toontje Poland karya W. A. Van Rees 1881. Buku tersebut berisi tentang kisah Letnan Poland yang merupakan pelaku perang Delanggu.
''Nauwelijks was de Luitenant Poland met zijne macht in het dorp gekomen , of hij werd door een vijarΔ±delijk salvo ontvangen. Hij ont-waarde dadelijk, dat alle Solosche hulptroepen, benevens het detachement van den Luitenant Lehser, zonder een vijandelijken aanval af te wachten, op de vlucht waren gegaan. Genoemde Luitenant had zelfs de lafheid, zich van zijne wapens en uniform te ontdoen, ten einde des te spoediger het gevaar te ontloopen. Hij kwam 's avonds als een wanhopende te Soerakarta.
(Begitu Letnan Poland dan pasukannya memasuki desa, ia dihadang oleh salvo musuh. Ia segera menyadari bahwa semua pasukan pembantu Solo, termasuk detasemen Letnan Lehser telah melarikan diri tanpa menunggu serangan musuh. Letnan yang disebutkan di atas bahkan dengan pengecut membuang senjata dan seragamnya agar lebih cepat lolos dari bahaya. Malam itu, ia tiba di Surakarta dengan putus asa)."
Bekas alun alun di timur Pasar Delanggu, Minggu (23/11/2025). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng |
Dalam catatan Poland disebut Kompeni mengalami kekalahan di Delanggu sehingga pasukan kompeni lari ke Solo. Selanjutnya diceritakan situasi Delanggu saat pertempuran yang dipimpin jenderal De Kock melawan Pangeran Diponegoro, Sentot Ali Basyah, dan Pangeran Papak.
"Van Delangoe bestaat niets meer, de brand heeft geen enkel hutje gespaard en zelfs de steenen brug is geheel algebroken. Vond men er geen levend schepsel meer, de koppen van twee honderd gevallen strijders prijkten dea te afschuwelijker op staken langs den weg.
(Delanggoe telah tiada, api tak menyisakan satu gubuk pun, dan bahkan jembatan batu telah hancur total. Tak ada satu makhluk hidup pun yang ditemukan di sana. Kepala dua ratus prajurit yang mati dipajang dengan lebih mengerikan di tiang-tiang di sepanjang jalan)".
Kompleks PG Delanggu, Minggu (23/11/2025). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng |
detikJateng mencoba mencari jejak pertempuran itu tetapi tidak banyak yang didapatkan. Di kota Delanggu hanya menyisakan bangunan Belanda berupa bekas pabrik gula (PG) Delanggu.
Beberapa sisa tembok tua masih terlihat di sebelah timur Pasar Delanggu. Ada tiga rumah tua berbentuk joglo dengan tembok tinggi dan pagar seperti benteng atau model rumah pejabat zaman Mataram Islam di Desa Delanggu.
Zainab (80) warga Desa Sabrang, Kecamatan Delanggu, mengaku pernah mendengar cerita perang Diponegoro.
"Ya kalau perang Diponegoro pernah dengar tapi tidak tahu kalau perang di Delanggu. Yang saya alami saat clash dengan Belanda (1947-1949), saya lari ngungsi ke Ngreden (Kecamatan Juwiring)," kata Zainab kepada detikJateng, Sabtu (22/11/2025).
Menurut Zainab, alun-alun Delanggu sudah tidak ada dan berubah menjadi kantor pegadaian. Di timur alun-alun dulu ada rumah orang kaya bernama ndoro Sabdo.
"Di sini dulu rumah ndoro Sabdo, rumah besar mewah. Sekarang sebagian untuk gereja," tutur Zainab.
Warga lainnya, Waluyo (74) mengatakan saat dirinya kecil masih ada alun-alun Delanggu, pabrik gula, kerkoft, dan rumah-rumah tua.
"Alun-alun dulu di timur pasar, dulu saya masih sering main, tapi sekarang tidak ada lagi. Pabrik gula masih ada tapi tidak terpakai," kata Waluyo, warga Dusun Jogosatron itu.
Kemenangan Diponegoro
Menurut pegiat sejarah Klaten, Hari Wahyudi, setidaknya ada 10 buku yang menceritakan perang Delanggu. Pertempuran Delanggu itu dimenangkan pangeran Diponegoro.
"Pertempuran Delanggu menjadi titik balik kemenangan Diponegoro, menjadi spirit bagi pasukan Diponegoro bisa mengalahkan 600 pasukan Belanda. Kerugian Belanda sangat besar, rugi nyawa dan amunisi," kata Hari kepada detikJateng.
Hari mengatakan, Pertempuran Delanggu mencatatkan semangat pasukan Diponegoro yang luar biasa. Dari catatan Letnan Poland, pasukan Diponegoro mengepung dengan takbir.
"Catatan Letnan Poland saat bermalam di Delanggu mendengar gelegar takbir yang menurut mereka mengerikan, siangnya Letnan Leisher melarikan diri karena melihat pasukan Diponegoro begitu banyak (ribuan) menyerang, terluka tetap maju terus sehingga membuat takut pasukan Belanda dan melarikan diri," ujar Hari.
"Setelah tiga hari, digambarkan situasi Delanggu seperti kampung mati, kepala pasukan Belanda yang mati di jalan-jalan. Jadi pertempuran Delanggu itu simbol kemenangan besar Diponegoro selain kemenangan di Kejiwan dan Pidekso (Yogyakarta)," lanjut Hari.
Hari menambahkan, pertempuran Delanggu merupakan perang yang berhadapan langsung pasukan Diponegoro dan Kompeni. Beda dengan pertempuran lain yang sifatnya penyergapan.
"Jadi di Delanggu saling berhadapan. Beda dengan pertempuran Kejiwan dan Pidekso yang berupa penyergapan. Di Delanggu juga terjadi siang hari selepas duhur, jadi pertempuran hebat," pungkasnya.














































