Puisi 'Hujan Bulan Juni' adalah salah satu karya ternama Sapardi Djoko Damono, penyair terkemuka Indonesia. Puisi ini begitu memikat hati pembacanya dengan penggambaran suasana hujan yang romantis dan penuh makna.
'Hujan Bulan Juni' merupakan puisi dengan diksi sederhana. Oleh karena itu, puisi ini bisa diterima oleh semua kalangan. Namun siapa sangka bahwa makna di balik kata-kata sederhana tersebut begitu mendalam.
Mari kita cari tahu tentang makna 'Hujan Bulan Juni' dan mengenal penciptanya, Sapardi Djoko Damono!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puisi 'Hujan Bulan Juni'
Tak Ada yang lebih tabah
Dari Hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Makna Puisi 'Hujan Bulan Juni'
Dirangkum dari bab Paradoks tulisan Maman S Mahayana dalam buku 'Membaca Sapardi' oleh Riris K. Toha-Sarumpaet dan Melani Budianta, puisi 'Hujan Bulan Juni' menggunakan bahasa yang sederhana tetapi menyimpan makna mendalam dan kompleks.
Ada perasaan rindu yang disembunyikan dengan tabah. Hujan Bulan Juni menjadi simbol dari seseorang yang merindukan sesuatu atau seseorang tetapi tidak mengungkapkannya. Pohon berbunga bisa menjadi simbol dari sesuatu yang diinginkan atau dirindukan.
Ini mencerminkan bagaimana seseorang menahan perasaannya dan menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkannya, meskipun itu sulit dan penuh dengan berbagai perasaan lain seperti cemas dan khawatir.
Hujan Bulan Juni di sini bisa melambangkan kebijaksanaan seseorang dalam menghapus jejak-jejak keraguan dari masa lalunya, mungkin untuk memulai sesuatu yang baru dengan lebih percaya diri. Ini mencerminkan bagaimana seseorang belajar dari masa lalunya dan menggunakan kebijaksanaan untuk melangkah ke depan tanpa keraguan.
Puisi Sapardi Djoko Damono ini juga berisi nilai kebijaksanaan dalam membiarkan perasaan yang tak terungkap diserap dan dimengerti oleh mereka yang mampu memahami tanpa kata-kata. Ini bisa melambangkan bagaimana seseorang dengan bijak menerima bahwa tidak semua perasaan perlu diucapkan dan bisa dipahami melalui tindakan atau kehadiran saja.
Makna konotatif dari puisi ini membuka berbagai interpretasi, mulai dari simbolisasi cinta antar manusia hingga kerinduan pada masa lalu atau tempat asal.
Profil Sapardi Djoko Damono, Pencipta Puisi 'Hujan Bulan Juni'
Sapardi Djoko Damono lahir di Solo pada 20 Maret 1940. Ia merupakan salah satu penyair paling berpengaruh di Indonesia. Sapardi menyelesaikan pendidikan menengah di Solo dan melanjutkan studi di Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Jogja. Ia lulus pada tahun 1964.
Karier akademisnya berlanjut dengan memperdalam pengetahuan di Universitas Hawaii, Honolulu, AS (1970-1971) dan meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia pada tahun 1989. Sebagai pengajar, Sapardi mengajar di IKIP Malang cabang Madiun (1964-1968), Fakultas Sastra Universitas Diponegoro (1968-1974), dan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1975-1999), serta menjadi guru besar pada tahun 1994. Ia juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1995-1999) dan Ketua Program Studi Ilmu Susastra Program Pascasarjana (2000-2004).
Sapardi adalah pendiri dan Ketua Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) serta aktif dalam berbagai kegiatan sastra internasional. Selain sebagai penyair, ia juga seorang penerjemah, editor, dan kritikus sastra.
Beberapa karyanya yang terkenal antara lain kumpulan puisi "Duka-Mu Abadi", "Perahu Kertas", "Sihir Hujan", dan "Hujan Bulan Juni". Penghargaan yang diterimanya mencakup Hadiah Sastra ASEAN (1986), Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1990), Satyalencana Kebudayaan dari Presiden RI (2002), dan Achmad Bakrie Award (2003).
Demikian penjelasan lengkap mengenai puisi 'Hujan Bulan Juni', salah satu karya terkenal dari Sapardi Djoko Damono. Semoga bermanfaat, detikers!
(rih/rih)