Legenda Aji Saka dan Kaitannya dengan Asal-usul Aksara Jawa

Legenda Aji Saka dan Kaitannya dengan Asal-usul Aksara Jawa

Marcella Rika Nathasya - detikJateng
Selasa, 28 Nov 2023 14:56 WIB
Aksara Jawa.
Legenda Aji Saka dan Kaitannya dengan Asal-usul Aksara Jawa (Foto aksara Jawa: FBS Universitas Negeri Yogyakarta)
Solo -

Tak dapat dipungkiri jika cerita legenda Aji Saka sangatlah melekat di benak masyarakat Jawa hingga kini. Aji Saka adalah legenda Jawa yang mengisahkan mengenai kedatangan peradaban ke tanah Jawa, dibawa oleh seorang pemuda bernama Aji Saka.

Legenda ini melambangkan kedatangan Dharma (ajaran dan peradaban Hindu-Buddha) ke Pulau Jawa. Kisah ini juga menceritakan mengenai mitos asal usul aksara jawa. Aksara jawa ia tuliskan untuk melukiskan peristiwa yang terjadi kepada kedua pelayan setianya yakni Dora dan Sembada.

Lantas bagaimanakah kisah dibalik legenda Aji Saka yang kemudian disebut sebagai tokoh yang menciptakan aksara Jawa? Berikut informasinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Legenda Aji Saka dan Asal-usul Aksara Jawa

Konon terciptanya aksara jawa bermula dari kisah seorang pemuda bernama Aji Saka, merujuk dari buku yang berjudul Ajisaka dan Kisah-kisah Lainya oleh Gin Subihaso. Cerita tersebut bermula dari pemuda yang konon berasal dari india bernama Aji Saka, dengan dua punggawa yang bernama Dora dan Sembada. Bertahun-tahun Saka mengembara bersama kedua pelayannya.

Semakin lama, mereka semakin jauh dari negara asalnya. Banyak negeri asing yang sudah mereka kunjungi. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan pengalaman Saka bertambah luas. Ia melihat benda-benda peninggalan zaman purbakala dan tempat-tempat yang dianggap keramat.

ADVERTISEMENT

Keinginan Saka untuk mengembara lebih jauh kian besar ketika bertemu dengan seorang nakhoda kapal. Nakhoda itu menceritakan tentang Kepulauan Nusantara, yang indah, kepadanya.

"Di Kepulauan Nusantara," kata nakhoda, "banyak sekali peninggalan zaman dulu. Di sana, sangat banyak tempat bersejarah. Lagi pula, tanahnya sangat subur dan pemandangannya indah sekali."

"Betul," kata seorang pedagang yang kebetulan seperjalanan, "di sana banyak terdapat buah-buahan yang rasanya sangat lezat. Juga bunga- bungaan yang indah rupanya. Di sana pun banyak hutan lebat. Penghuninya beragam, ada bermacam-macam unggas dan binatang liar."

Hati Saka tertarik mendengar cerita tentang Nusantara. Ia ingin sekali pergi ke sana. Maka, dengan ditemani kedua pelayannya, ia menumpang kapal yang akan menuju Nusantara. Mereka kemudian turun di sebuah pulau indah permai bernama Majeti.

Saka menetap di Pulau Majeti beberapa lama. Ia sangat senang tinggal di situ. Rasanya seperti tinggal di taman surga saja, kata dia. Suatu hari, Saka mengobrol dengan seorang kakek. Secara terus-terang Saka menceritakan tujuan perjalanannya.

"Kalau kamu hanya ingin melihat-lihat," kata si kakek, "pergilah ke Jabadiu. Ada yang menyebutnya dengan nama Pulau Jawa. Di situlah pusat Kepulauan Nusantara berada. Itu pulau yang paling subur. Di sana, kamu bisa menyaksikan pemandangan alam yang jauh lebih indah daripada di sini."

Saka terpincut mendengar keterangan si kakek. Dia sangat ingin pergi ke Pulau Jawa. Suatu hari, dia memanggil kedua pelayannya.

"Dora dan Sembada," kata Saka, "aku bermaksud meneruskan perjalanan. Aku akan pergi ke Pulau Jawa. Aku telah mengumpulkan banyak benda-benda antik di sini. Jadi, salah seorang dari kalian harus kutinggalkan di sini. Akan diundi siapa yang harus tinggal di sini dan siapa yang ikut bersamaku."

Setelah diundi, ternyata yang ikut berangkat adalah Dora. Adapun Sembada harus tinggal di Pulau Majeti untuk menjaga keris milik Aji Saka. Sebelum berangkat, Saka berpesan kepada Sembada, "Kelak aku akan datang ke sini lagi untuk menjemputmu dan mengambil barang barang milikku. Satu saja pesanku yang harus kamu pegang teguh, yaitu jangan sampai barang-barangku kamu berikan kepada orang lain. Kamu hanya boleh memberikan barang-barang yang kamu jaga itu kepadaku. Selamat tinggal!"

Setelah itu pergilah Aji Saka dan Dora menuju Pulau Jawa, hingga sesampainya di sana mereka bertemu dengan Prabu Dewata Cengkar yaitu seorang prabu yang gemar memakan daging manusia. Suatu ketika Suatu ketika Aji Saka menantang agar Prabu Dewata Cengkar memakan Aji Saka tetapi dengan syarat Prabu Dewata Cengkar harus memberi tanah seluas panjang sorban yang diikatkan di leher Aji Saka.

Prabu Dewata Cengkar kemudian menyetujui hal tersebut, ia mengukur dengan menggunakan sorban Aji Saka sebagai alat pengukur. Namun, dengan kekuatan luar biasa, kain selendang itu mencapai tepian laut Pantai Selatan. Kemudian, Aji Saka menggulingkan Prabu Dewata Cengkar ke dalam laut Pantai Selatan, yang pada saat itu, secara ajaib, mengubahnya menjadi seekor buaya putih.

Setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka menjadi Raja di negara Medangkamulan. Suatu ketika Aji Saka mengutus pengawalnya yang bernama Dora untuk mengambil keris pusaka yang telah ia titipkan kepada Sembada di Pulau Majeti, namun karena hal tersebut keduanya tewas akibat pertempuran, pertempuran tersebut disebabkan karena Sembada menjaga amanat Aji Saka jika tidak ada yang boleh mengambil keris pusaka tersebut selain dia.

Terciptanya Aksara Jawa

Mendengar berita kematian kedua punggawanya tersebut, Ajisaka sangat menyesal dan karena hal itu juga dia membuat aksara yang berbunyi :

  • Ha na ca ra ka : ana utusan (ada utusan)
  • Da ta sa wa la : padha kekerengan (saling berselisih pendapat)
  • Pa dha ja ya nya : padha didhayane (sama-sama sakti)
  • Ma ga ba tha nga : padha dadi bathange (sama-sama menjadi mayat)

Demikian legenda Aji Saka yang konon merupakan asal-usul dari aksara Jawa. Semoga bermanfaat!

Artikel ini ditulis oleh Marcella Rika Nathasya peserta program magang bersertifikat di detikcom.




(aku/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads