Julukan 'Kota Kretek' yang melekat pada Kabupaten Kudus tak bisa terlepas dari peran sosok Mas Nitisemito. Ia adalah Bapak Kretek Indonesia yang berasal dari kabupaten di pesisir utara Jawa tersebut.
Rokok kretek di Indonesia lahir di Kudus, meskipun bukan dari tangan Nitisemito. Menurut laman resmi Visit Jateng, Haji Djamhari adalah penemu rokok kretek hasil campuran tembakau dan cengkih halus yang dibungkus kulit jagung kemudian dibakar. Bunyi "kretek, kretek, kretek" yang dihasilkan dari pembakaran tersebut menjadi asal-usul sebutan "kretek".
Lalu mengapa bukan Haji Djamhari yang diberi gelar sebagai Bapak Kretek Indonesia dan justru Mas Nitisemito? Mari simak sejarahnya berikut ini, Lur!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siapa Mas Nitisemito?
Nitisemito lahir pada tahun 1863 dengan nama asli Roesdi. Ia lahir dari pasangan Sulaiman dan Markanah. Ayahnya, Sulaiman, merupakan Kepala desa Jagalan, Kecamatan Kota, Kudus. Tak ada riwayat yang menjelaskan bahwa Nitisemito pernah menempuh pendidikan formal.
Mas Nitisemito pun dikenal sebagai seseorang yang buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis. Namun, bakat bisnis dan berdagang telah mengalir dalam dirinya. Mengutip laman resmi Kebudayaan Kemdikbud, Nitisemito menuruni darah pengusaha dari kakeknya.
Ia mencoba banyak peruntungan sebagai pebisnis tapi sering gagal. Bahkan menurut laman Bea Cukai, ia sempat merintis usaha konveksi pada saat usianya 17 tahun, tapi masih belum membuahkan hasil.
Ia kemudian mencoba peruntungan lain dengan menjadi penjual minyak kelapa, berjualan kerbau, hingga akhirnya memilih profesi untuk menjadi kusir dokar.
![]() |
Perjalanan Bisnis Kretek Nitisemito
Ketika bekerja sebagai kusir dokar, Nitisemito juga berjualan tembakau sebagai sampingan. Inilah langkah awal Nitisemito dalam memasuki dunia rokok kretek.
Pada sekitar tahun 1906, rokok kretek temuan Djamhari populer di kalangan masyarakat Kudus sebagai obat untuk masalah pernapasan dan gangguan tenggorokan. Popularitas rokok kretek kemudian berkembang di kalangan masyarakat Kudus, termasuk salah satunya Nitisemito
Nitisemito kemudian menikahi Nasilah, seorang pedagang rokok kretek yang sebelumnya merupakan pembuat rokok kretek. Bersama istrinya, ia mengembangkan usaha rokok kretek tersebut menjadi sebuah industri yang sangat besar, dengan jumlah karyawan mencapai 10 ribu orang.
Setelah memulai usahanya, Nitisemito kemudian mendaftarkan merek rokok buatannya dengan nama Bal Tiga pada tahun 1908. Rokok Bal Tiga menjadi sangat terkenal, tidak hanya di Kudus, tetapi juga di daerah-daerah lain di Pulau Jawa.
Selain itu, dalam beberapa tahun berikutnya, ia juga berhasil memperluas jangkauan penjualan rokok Bal Tiga ke luar Pulau Jawa, bahkan hingga ke Singapura.
Sosok Buta Huruf yang Sangat Cerdas
Meskipun buta huruf, Nitisemito terbukti sebagai sosok yang sangat cerdas, terutama dalam mengelola bisnis rokok kretek. Kecerdasannya tercermin dalam penerapan manajemen pengembangan yang modern, termasuk administrasi dan pemasaran yang tidak lazim pada zamannya.
Nitisemito bahkan pernah menyewa pesawat untuk mengiklankan produk rokoknya. Ini merupakan salah satu strategi yang inovatif.
Selain itu, Nitisemito aktif berpartisipasi dalam berbagai pameran niaga di berbagai daerah, hingga memberikan hadiah-hadiah besar kepada pembeli rokok Bal Tiga. Hadiah sepeda yang mewah diundi di antara para pembeli sebagai bagian dari strategi promosinya.
Untuk mendistribusikan rokok Bal Tiga ke wilayah lain di Pulau Jawa, Nitisemito mengoperasikan beberapa armada mobil. Mobil tersebut mendistribusikan puluhan bal rokok ke agen-agen di berbagai daerah.
Keberhasilan ini membuat Nitisemito menjadi pengusaha pribumi yang sangat terkenal dan sukses. Bahkan, sebelum menjadi presiden pertama, Soekarno sering berinteraksi dengan Nitisemito selama periode perjuangan kemerdekaan.
Melihat kiprahnya dalam dunia industri rokok, sudah selayaknya Mas Nitisemito dijuluki sebagai Bapak Kretek Indonesia. Semoga informasi ini bermanfaat, Lur!
(dil/ams)