Paguyuban Brayat Penangkaran Borobudur menggelar ritual perjalanan spiritual Bhakti Bumi Usadha Panca Rasa Tunggal di Candi Borobudur. Ritual ini masih dalam rangkaian 21 Tahun Ruwat Rawat Borobudur (RRB) 2023.
Ritual tersebut dilakukan di bawah pohon beringin yang ada di pelataran Candi Borobudur. Ritual digelar oleh warga yang dulunya tinggal di sekitar Candi Borobudur.
Dalam ritual ini, warga membawa sejumlah empon-empon atau rempah-rempah yang dipakai sebagai obat oleh masyarakat zaman dulu. Rempah-rempah yang disiapkan antara lain kunyit, dlingo, jahe, dan brotowali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ruwat Rawat Borobudur 21 yang telah di-opening tanggal 21 Januari hingga nanti tanggal 31 Oktober 2023. Kegiatan ini ada festival kesenian rakyat, berbagai acara tradisi dan pentas-pentas kesenian. Saat ini, ritual Bhakti Usada," kata Sucoro, inisiator Ruwat Rawat Borobudur kepada wartawan di Candi Borobudur, Senin (12/6/2023).
"Saya melihat begini sebelum candi ada, pasti ada orang. Orang itu pun mengalami dua hal, saat sehat dan sakit. Nah ketika sakit dulu kan belum ada dokter, kita memberikan informasi bahwa dulu sebelum ada dokter mampu membangun monumen yang megah. Artinya ada spiritualitas yang hebat sebelumnya," kata Sucoro.
Menurut Sucoro, di balik keberadaan Candi Borobudur ada nilai spiritual yang perlu diperhatikan. Sementara saat ini, kebanyakan pengunjung yang datang hanya sekadar berfoto-foto.
"Melalui Ruwat Borobudur ini, kita bangun nilai spiritualitas. Kita berharap pada pengelola tentunya untuk memperhatikan nilai spiritualitas," kata dia.
Sementara itu, General Manager Unit Borobudur, Jamaludin Mawardi mengatakan Ruwat Rawat Borobudur menjadi salah satu aktivitas budaya yang dilakukan masyarakat lokal. Hal ini merupakan salah satu untuk menjaga sisi spiritualitas Borobudur.
"(Ini) Dalam rangka menjaga sisi spiritualitas Borobudur. Bukan sisi fisiknya saja, tapi sisi spiritualitas. Ini yang divisualisasikan dalam bentuk Ruwat Rawat Borobudur, ini sudah tahun yang ke-21," kata Jamal.
Menurut Jamal, sebagai salah satu aktivitas budaya yang melengkapi aktivitas wisata.
"Kalau upaya pelestarian, tapi secara tidak langsung pelestarian budayanya yang perlu. Kalau kita berbicara Borobudur tidak hanya fisik candinya, tapi dari sisi budaya yang menyertai keberadaan Borobudur di kawasan sekitar masih ada itu yang perlu mendapatkan ruang untuk diekspresikan bersamaan dengan pariwisata," pungkasnya.
(aku/rih)