Asosiasi Garmen Dukung Impor Pakaian Bekas Disikat: Sama dengan Narkoba

Asosiasi Garmen Dukung Impor Pakaian Bekas Disikat: Sama dengan Narkoba

Jarmaji - detikJateng
Senin, 27 Okt 2025 17:49 WIB
Ketua Umum Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI), Anne Patricia Sutanto.
Ketua Umum Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI), Anne Patricia Sutanto. (Foto: Jarmaji/detikJateng)
Boyolali -

Ketua Umum Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI), Anne Patricia Sutanto, mendukung keputusan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa yang berkomitmen menindak tegas pelaku impor bal pakaian bekas atau biasa dikenal dengan thrift. Menurutnya impor pakaian bekas tak beda dengan barang lain yang dilarang masuk Indonesia, contohnya narkoba.

Anne mengatakan keputusan Menteri Keuangan terkait larangan impor pakaian bekas itu merupakan konteks yang sangat tepat. AGTI menilai pakaian bekas masuk ke Indonesia harusnya memang dilarang.

"Ini nggak beda dengan mohon maaf, barang-barang terlarang lain yang dilarang masuk ke negara kita. Sebagai contoh misalnya narkoba," kata Anne Patricia Sutanto di sela-sela menerima kunjungan delegasi International Textile Manufacturers Federation (ITMF) dan International Apparel Federation (IAF) Conference 2025, di PT. Pan Brothers, Butuh, Mojosongo, Boyolali, Senin (27/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikemukakan dia, untuk perusahaan-perusahaan dalam negeri yang orientasinya ekspor dan global brand, tidak terdampak dengan pelarangan impor pakaian bekas ini. Namun untuk perusahaan-perusahaan garmen yang pangsa pasarnya menengah ke bawah dan lokal, terutama pelaku UMKM, itu yang terdampak.

"Kalau terhadap Pan Brothers sendiri karena kita orientasi ekspor dan global brand, tentu saja marketnya beda, antara yang pembeli baju bekas dengan yang global brand ini. Namun untuk company-company lain di luar Pan Brothers, terutama terus-terang aja yang supply di market yang low middle, atau lokal, terutama para UMKM, itu memang berdampak," jelas Vice CEO PT Pan Brothers Tbk ini.

ADVERTISEMENT

Pihaknya juga setuju importir yang terlanjur mengimpor pakaian bekas dikenakan denda. Pihaknya berharap pelaku untuk menghentikan impor tersebut dan memberikan keterangan jujur kepada pemerintah, sehingga pemerintah Indonesia bisa melakukan tindakan pencegahan.

"Karena kalau tidak dicegah, cuma didenda-denda terus, saya rasa efek jeranya nanti kurang. Tapi kita perlu kasih kesempatan juga kepada yang sudah terlanjur untuk tidak berbuat lagi dengan hanya mendenda. Tapi ya juga jujur dong, you beli dari mana? Supaya pencegahan itu bisa terjadi," lanjut dia.

Anne lalu menyinggung pengawasan dan luas wilayah Indonesia. Oleh karena itu, dia menilai perlu ada tanggung jawab bersama masyarakat agar tidak membeli pakaian bekas impor.

Menurut Anne, pakaian bekas impor juga mudah diketahui. Karena di labelnya pasti tidak menggunakan bahasa Indonesia.

"Jadi menyalahkan hanya satu institusi, misalnya bea cukai itu menurut saya juga tidak tepat. Betul bea cukai perlu jaga di port-port yang di mana mereka berada. Tapi juga tanggung jawab bersama masyarakat umum untuk tidak membeli dan juga untuk tidak mengkonsumsi impor barang (pakaian) bekas," tambah dia.

Selain itu, Anne menyampaikan, pemerintah daerah juga harus ikut membantu mencegah impor baju bekas itu bisa terealisasi.

"Menyalahkan satu institusi itu bukan solusi, tapi bersama-sama kita cegah itu merupakan solusi," pungkasnya.




(aap/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads