Domino's Pizza Tutup Ratusan Gerai gegara Tekor Rp 39 Miliar

Domino's Pizza Tutup Ratusan Gerai gegara Tekor Rp 39 Miliar

Fadhly Fauzi Rachman - detikJateng
Rabu, 03 Sep 2025 14:24 WIB
Mau Coba? Pizza Topping Acar Ini Jadi Menu Baru Dominos
Domino's Pizza tutup ratusan gerai. (Foto: Sora News 24)
Solo -

Domino's Pizza Enterprises (DPE) memilih untuk menutup ratusan gerai mereka. Hal tersebut dilakukan perusahaan lantaran mengalami tekor hingga 3,7 juta dolar Australia atau sekitar Rp 39,59 miliar di semester I 2025.

Dilansir detikFinance, laba yang diraup DPE pada tahun lalu mencapai nominal 96 juta dolar Australia atau sekitar Rp 1,03 triliun. Perusahaan pun menyiapkan efisiensi dan memangkas lebih dari setengah dividen yang berimbas ratusan gerai ditutup.

"Kami mengambil tindakan untuk menjadikan Domino's sebagai bisnis yang lebih ramping dan efisien," kata Jack Cowin, miliarder sekaligus pemegang saham terbesar Domino's Pizza, dikutip dari Business Time, Rabu (3/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masih banyak pekerjaan yang harus kami lakukan. Tapi kami tahu apa yang paling penting," sambungnya.

Sebagai interim executive chairman, Cowin kembali turun tangan meski di usia 83 tahun. Disebutkan, perusahaan menutup lebih dari 200 gerai Domino's Pizza yang mayoritasnya ada di Jepang. Penutupan gerai dipilih untuk mendorong laba tumbuh.

ADVERTISEMENT

Langkah Domino's Pizza dalam memperbaiki kinerja keuangan dinilai lamban oleh para investor. Mereka juga menilai Mark van Dyck sebagai CEO lambat untuk mengeksekusi rencana perusahaan yang hendak menutup gerai dan memangkas biaya operasional. Mark van Dyck pun memilih mundur sebagai CEO.

"Para pemegang saham sudah kehilangan kesabaran, dan yang tersisa juga akan kehilangan kesabaran jika kita tidak melihat perubahan lebih cepat," ujar Manajer Portofolio di Katana Asset Management, Romano Sala Tenna.

"Cowin yang turun langsung adalah hal positif. CEO baru mungkin harus lebih ambisius dan lebih bersemangat," sambungnya.

DPE mencatat turunnya pendapatan mereka sekitar 7,1% di Asia, Eropa 6,9%, dan Australia-Selandia Baru 5,2%. Penjualan yang lemah, terutama di Jepang dan Prancis, pun menjadi sorotan.

"Pergantian pimpinan yang terlalu cepat membuat arah perusahaan kabur, dan pintu yang terus berputar di ruang direksi membuat investor sulit percaya pada cerita pertumbuhan jangka panjang," kata Josh Gilbert, analis pasar di eToro.

DPE memilih untuk fokus terhadap efisiensi, termasuk membenahi biaya IT yang dianggap mahal dan tidak lagi menguntungkan, di tengah ketatnya persaingan dengan platform pesan-antar dan pemain baru.

Di lain sisi, Cowin mengatakan fondasi bisnis makanan cepat saji masih sama.

"Saya sering ditanya apakah kebiasaan makan konsumen benar-benar berubah. Jawaban saya? Tidak banyak," jelasnya.




(ams/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads