Kelompok buruh mengapresiasi keputusan Gubernur Jawa Tengah yang tak menggunakan PP 36 Tahun 2021 dalam penetapan UMK Jateng 2023. Meski begitu, buruh di Jateng merasa Permenaker No 18 Tahun 2022 yang digunakan masih memiliki kekurangan.
"Mengapresiasi tentang bagaimana sikap pemerintah tidak menggunakan regulasi PP No 36 dalam penetapan upah di tahun ini," kata Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng, Aulia Luqmanul Hakim saat melalui sambungan telepon, Rabu (7/12/2022).
Meski dalam keputusannya gubernur masih mencantumkan PP 36, buruh menilai penetapan UMK se-Jateng menggunakan Permenaker 18. Hal itu bisa dilihat dari angka kenaikan upah antara 6-8 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rata-rata angkanya adalah kumulatif di atas 7%, ada juga yang 6%. Tapi kalau menggunakan PP 36 itu kan 4% sampai 4,5%," lanjutnya.
Meski memberi apresiasi, Aulia juga memberi kritik terkait penetapan upah itu. Menurutnya, Permenaker 18 belum menjawab rasa keadilan dan dinilai masih memiliki kecacatan yang membatasi kenaikan upah.
"Kenaikan di angka rata-rata 8 persen itu jelas belum mencakup apa yang menjadi keresahan yang selama 2 tahun ini tidak mengalami kenaikan upah," ujarnya.
Selain itu, penetapan UMK itu, juga belum mencakup aturan terkait buruh yang sudah bekerja lebih dari satu tahun. Dia meminta pemerintah juga berperan dalam penentuan upah buruh untuk masa kerja lebih dari satu tahun.
"Masa kerja 0 sampai 1 tahun pun ada surat keputusan atau ada produk hukum untuk melindungi, tetapi pemerintah seakan lepas tangan kalau berbicara dengan orang yang memiliki skill atau masa kerja satu tahun lebih," ujarnya.
Rekomendasi Buruh
Aulia, berharap bahwa tahun-tahun berikutnya perumusan kenaikan upah bisa lebih adil. Menurutnya, perumusan kenaikan upah lebih baik menggunakan survei kebutuhan hidup layak (KHL) atau murni berdasar tingkat inflasi ditambah nilai pertumbuhan ekonomi.
"Pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara murni itu adalah satu rumus pengupahan yang paling relatif aman sebenarnya," ujarnya.
Hal itu, juga disuarakan oleh Koordinator Aliansi Perjuangan Buruh Jateng, Karmanto. Dia berharap pemerintah kembali menggunakan survei KHL untuk penyesuaian upah.
"Saya justru ingin formula baru justru pemerintah ini menggunakan survei riil atau kebutuhan hidup layak yang biasanya 64 item itu disurvei," katanya.
Senada dengan Aulia, Karmanto juga merasa sedikit kecewa dengan penetapan UMK tahun 2023. Meki begitu, ia mengapresiasi penetapan UMK se-Jateng yang tidak menggunakan PP 36.
"Ya saya dari kawan-kawan aliansi memang sedikit kecewa tapi setidaknya UMK tahun ini naiknya drastis dari nol koma sekian persen kini menjadi 7 sampai 8 persen, ini hal yang saya apresiasi dan buruh menerima itu," ujarnya.
(ahr/ahr)