Sejumlah ibu-ibu membawa ban-ban dalam truk berukuran besar dari kandang ternak komunal Kelompok Tani Cengkir Gading di Boyolali. Ban berisi biogas itu dibawa pulang untuk keperluan memasak.
Dengan memanfaatkan energi baru terbarukan itu, warga Dukuh Padokan, Desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali tersebut mengaku bisa menghemat pengeluaran keluarga untuk pembelian gas LPG.
"Senang sekali (ada biogas), kita bisa menghemat. Kalau gas (LPG) langka kita nggak usah bingung. Mau ada gas atau tidak, yang penting kandang masih ada sapi kita bisa mengambil gas ke sana, 24 jam," kata Dwi Setyaningsih, warga Dukuh Padokan RT 03/RW 04, Selasa (8/11/2022).
Keberadaan biogas dari kandang ternak komunal milik Kelompok Tani Cengkir Gading, ini telah dirasakan manfaatnya oleh anggota dan warga. Di kandang itu, digunakan untuk ternak sapi dan kambing. Sebagian sisa lahannya juga dimanfaatkan untuk pertanian.
Dwi Setyaningsih mengaku, dengan menggunakan biogas ini dirinya bisa menghemat pengeluaran Rp 70 ribu hingga Rp 80 ribu per bulannya. Penghematan itu dari pengeluaran untuk membeli gas LPG.
"Kalau kita biasanya satu minggu itu kan satu tabung (gas LPG). Satu bulan kan berarti kita (butuh) sampai 4 tabung. Tapi karena ada biogas ini sekarang tinggal satu sampai satu setengah tabung," jelasnya.
"Dari penghematan itu bisa buat nabung, buat masa depan anak juga ada sedikit tambahan, daripada kemarin kita cuma buat beli gas," imbuh dia.
Saat ini dirinya lebih sering menggunakan biogas untuk memasak sehari-hari. Sudah sekitar 4 bulan ini memanfaatkan biogas. Caranya, biogas dari kandang itu dimasukkan ke ban dalam truk, lalu dibawa pulang.
Untuk memasak, kompor gas disambungkan ke ban melalui selang. Sama persis dengan cara menggunakan gas LPG. Dia juga menunjukkan saat memasak menggunakan biogas itu. Tak tercium bau biogas saat Dwi menyalakan kompor itu.
Menurut dia, biogas satu ban dalam truk tersebut bisa digunakan hingga dua hari. Setelah habis, ban akan dibawa ke kandang lagi untuk diisi biogas.
Anggota kelompok tani Cengkir Gading, Wahid Iksani Putra, mengatakan kelompok tani ini berdiri sejak tahun 2018 lalu. Berbasis kelompok pengajian yang kemudian untuk penguatan ekonomi anggota membetuk kelompok tani dengan usaha ternak sapi dan kambing.
Menempati lahan yang cukup luas dibangun kandang komunal. Sisa lahannya digunakan untuk tanaman rumput pakan sapi dan pertanian sejumlah komoditi sayuran.
"Kandang ini kapasitas 24 ekor sapi, saat ini terisi 14 ekor. Kemudian di kandang kambing ada 30 ekor," ungkap Wahid.
Dulunya, kotoran sapi dan kambing itu hanya dimanfaatkan untuk pupuk saja. Namun sejak sekitar satu tahun lalu, dibangun biogas. Kelompoknya mendapat bantuan PT. Pertamina Patra Niaga melalui program corporate social responsibility (CSR).
Dari kotoran sapi dan kambing domba itu dijadikan satu dan dimasukkan ke digester. Digester adalah tangki pengolah gas dari kotoran sapi tersebut.
"Kita bangun biogas ukuran 8 kubik. Memang kecil, tapi yang kita perbesar tampungan slurry-nya (limbah atau ampas biogas), sekitar 20 kubik. Itu pun dengan 14 ekor sapi saat ini, seminggu sekali harus menguras tampungan pupuknya (slurry)," jelasnya.
Biogas saat ini digunakan untuk kepentingan memasak di kandang. Selain itu juga dibawa pulang anggota serta masyarakat umum yang memerlukan untuk memasak di rumah. Biogas tersebut telah mampu mengurangi penggunaan gas LPG di lingkungan kelompok tani dan sebagian masyarakat sekitar.
"Kita selapan (35 hari) sekali itu pengajian akbar. Untuk jamaah yang hadir sekitar 500 - 700 orang. Dulu sebelum ada biogas kita masak itu habis untuk konsumsi pengajian itu 8 sampai 10 tabung habis. Tapi setelah ada biogas ban ini kita sudah nggak pakai tabung (gas LPG) untuk masak bareng-barengnya. Kalau pakai gas LPG itu paling 2 sampai 3 tabung. Bisa menghemat untuk acara pengajian akbar," jelas Wahid tentang penghematan penggunaan biogas.
Simak lebih lengkap di halaman berikutnya...
Simak Video "Video: Kecelakaan Karambol di Tol Gayamsari Semarang, 8 Orang Terluka"
(sip/sip)