Nasional

Kebangkrutan Sri Lanka Bisa Jadi Pelajaran Bagi Indonesia soal Utang

Tim detikFinance - detikJateng
Senin, 27 Jun 2022 09:50 WIB
Potret Terkini Setelah Sri Lanka Dinyatakan Bangkrut. Foto diambil pada Jumat (24/6/2022). (Foto: AP/Eranga Jayawardena)
Solo -

Sri Lanka bangkrut hingga kondisi ekonominya runtuh dan ditinggalkan rakyatnya ke luar negeri. Adakah dampaknya untuk Indonesia?

Dilansir detikFinance, Senin (27/6/2022), negara itu gagal membayar utang luar negeri (ULN) yang mencapai US$ 51 miliar atau Rp 754,8 triliun (kurs Rp 14.800).

Kesepakatan dana talangan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) menjadi satu-satunya jalan agar negara berpenduduk 22 juta orang ini bangkit.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kebangkrutan Sri Lanka harus jadi pelajaran dan peringatan serius bagi negara lain, termasuk Indonesia agar lebih memperhatikan kondisi utangnya.

"Gagal bayar utang Sri Lanka harus jadi pelajaran bagi negara lain, termasuk Indonesia. Rasio utang Sri Lanka naik drastis dari 42 persen di 2019 menjadi 104 persen di 2021 salah satunya karena beban pengeluaran selama pandemi, utang infrastruktur dan kegagalan mengatasi naiknya harga barang atau inflasi," kata Bhima saat dihubungi, Minggu (26/6/2022).

Menurutnya pemerintah harus mengelola utang luar negeri secara hati-hati. Sebab pengelolaan utang yang buruk bisa mendatangkan musibah ekonomi seperti di Sri Lanka.

Utang Luar Negeri Indonesia

Tercatat ULN Indonesia pada April 2022 sebesar US$ 409,5 miliar, turun dibandingkan posisi pada bulan sebelumnya US$ 412,1 miliar.

"Kalau ada pemerintah ugal-ugalan menambah utang dan selalu bilang rasio utang aman, sementara tidak ada yang rem, maka perlu diwaspadai ancaman krisis utang dalam beberapa tahun ke depan," jelasnya.

Selain itu menurutnya krisis di Sri Lanka bisa memicu larinya aliran modal asing dari pasar surat utang di Indonesia. Dia menilai meskipun hubungan dagang antara Indonesia dan Sri Lanka terbilang kecil, persepsi investor dan kreditur akan menganggap negara berkembang/lower middle income country memiliki risiko yang tinggi.

Sementara itu, Indonesia dan Sri Lanka sama-sama negara lower-middle income countries. Sehingga krisis di Sri Lanka berisiko memicu pelarian modal dari pasar surat utang di Indonesia.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...




(sip/mbr)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork