Hujan-hujanan di Kantor Gubernur Jateng, Massa Buruh Tuntut Kenaikan UMP 10,5%

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 22 Okt 2025 17:34 WIB
Suasana demo buruh di halaman Kantor Gubernur Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Rabu (22/10/2025). (Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng)
Semarang -

Aliansi buruh se-Jawa Tengah (Jateng) menggelar aksi unjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Jateng, Jalan Pahlawan, Kota Semarang. Mereka menuntut adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah tahun 2026 sebesar minimal 10,5 persen.

Pantauan detikJateng, para buruh menggelar aksi sejak siang meski cuaca hujan. Mereka tetap semangat berorasi menuntut kenaikan upah. Beberapa dari mereka juga tampak menggunakan jas hujan. Sebagian Jalan Pahlawan tempat mereka aksi ditutup dan digunakan satu jalur untuk contra flow.

Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah sekaligus Koordinator Jaringan Aliansi Buruh Jateng (ABJaT), Aulia Hakim, mengatakan pihaknya telah beraudiensi dengan Pemprov Jateng, meski tak bertemu Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi.

"Kami menyampaikan terkait konsep terobosan upah minimum provinsi, upah minimum Kabupaten/Kota, UMSK, dan UMSP. Kami ingin membuat terobosan agar upah Jawa Tengah ini bisa mengejar provinsi lain di Jawa, Pulau Jawa," kata Aulia usai audiensi, Rabu (22/10/2025).

"Kedua, konsep yang kami berikan adalah untuk memangkas disparitas upah yang ada di Jawa Tengah antara Banjarnegara dan Kota Semarang. Karena Banjarnegara itu sekarang Rp 2,1 juta dan Kota Semarang Rp 3,4 juta. Ini selisih Rp 1,2 juta," lanjutnya.

Menurut Aulia, hal itu menunjukkan kesenjangan upah di Jateng semakin lebar. Padahal, pada 2012 lalu, selisihnya hanya Rp 200 ribu.

Aulia menyebut, ABJaT telah menyiapkan konsep perbaikan sistem pengupahan sejak Maret lalu dan menyerahkannya kepada Pemprov Jateng sebagai bahan pertimbangan untuk penetapan UMP dan UMK mendatang.

"Tuntutan kami, kami meminta kepada Bapak Gubernur agar bisa menaikkan UMP dan UMK minimal 10,5 persen dengan pertimbangan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Ini yang menjadi terobosan," tuturnya.

Menurutnya, secara nasional kisarannya memang 8,5-10,5 persen. Namun, karena upah di Jateng masih rendah, mereka meminta kenaikan upah di ambang maksimal agar bisa mengejar provinsi lain.

Selain itu, ABJAT juga menyoroti belum diterbitkannya Surat Keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara, padahal proses pembahasan sudah seharusnya berjalan.

"Kalau SK baru keluar November, tidak ada waktu lagi untuk kajian. Kami minta intervensi gubernur agar bupati segera menurunkannya," tutur Aulia.

Ia menambahkan, pihaknya juga mendorong perluasan upah minimum sektoral kabupaten (UMSK) di seluruh wilayah Jateng, bukan hanya di Jepara dan Kota Semarang.

"Itu wajib kalau menurut kami, karena itu adalah amanat konstitusi lewat MK 168 Tahun 2023. Upah minimum sektoral justru kami berharap ini lebih luas di Kabupaten/Kota yang lain," tegasnga.

Suasana demo buruh di halaman Kantor Gubernur Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Rabu (22/10/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Respons Pemprov Jateng

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng, Ahmad Aziz, membenarkan perwakilan buruh sudah menyampaikan sejumlah usulan, termasuk soal regulasi pengupahan baru pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang hingga kini masih dikaji oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

"Teman-teman memastikan bahwa regulasinya nanti sesuai dengan putusan MK bahwa penetapan upah minimum mendasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks tertentu, kebutuhan hidup layak, dan kemampuan perusahaan. Itu menjadi atensi dari teman-teman ABJaT," tuturnya.

"Kedua terkait dengan perubahan undang-undang ketenagakerjaan agar sistem outsourcing itu dihapuskan. Ini sudah kita sampaikan dan di pusat juga," lanjutnya.

Terkait permintaan kenaikan UMP 10,5 persen, Aziz menyebut pihaknya belum bisa memastikan apakah tuntutan itu bisa dipenuhi, terlebih karena belum ada regulasi baru yang membahas soal itu.

"Regulasi itu yang menetapkan pusat, kementerian. Kita lihat saja nanti. Kami belum bisa menjawab karena Pak Menteri juga menyampaikan, terkait regulasi ini masih di tahap kajian, pembahasan di Tripartit Nasional dan Dewan Pengupahan Nasional," tuturnya.

"Kami juga meminta kepada kementerian agar untuk regulasi ini segera ditetapkan, dikeluarkan, sehingga tidak terlalu mepet dengan penetapan upah minimum," imbuhnya.

Ia menegaskan Gubernur Jateng akan mengikuti ketentuan nasional. Namun tetap memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pekerja, pengusaha, dan pemerintah.

"Yang jelas bahwa Jawa Tengah ini menjadi atensi juga terkait dengan upah ini. Harapannya upah itu yang seimbang," jelasnya.



Simak Video "Video: Kecelakaan Karambol di Tol Gayamsari Semarang, 8 Orang Terluka"

(aap/ams)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork