Pernikahan adalah hal yang sakral dalam Islam. Bahkan, dalam salah satu sabdanya, Nabi Muhammad SAW menyebut orang yang menikah telah menyempurnakan separuh agama. Oleh karena itu, pernikahan harus dilakukan dengan benar sesuai syariat.
Berbicara tentang pernikahan tentu tidak bisa lepas dari mahar. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI Daring mengartikan mahar sebagai pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah.
Berdasar keterangan dari NU Online, mahar hukumnya wajib dalam pernikahan. Dasarnya adalah firman Allah dalam surat an-Nisa' ayat 4 yang berbunyi:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا
Artinya: "Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati."
Ditilik dari sudut pandang pelunasan, mahar dapat dibedakan menjadi dua, yakni tunai dan nontunai. Sesuai namanya, mahar tunai diserahkan langsung tanpa penundaan. Sebaliknya, mahar nontunai berlaku seperti utang.
Pertanyaannya, apakah boleh mahar pernikahan bersifat nontunai? Simak penjelasannya di bawah ini!
Poin Utamanya:
- Mahar nontunai berarti tidak dibayarkan secara penuh langsung. Mungkin dengan dicicil dalam tempo waktu tertentu sesuai kesepakatan.
- Mahar nontunai hukumnya boleh.
- Selain uang, benda yang dapat dijadikan mahar adalah emas, perhiasan, dan pakaian.
Hukum Mahar Nontunai dalam Islam, Bolehkah?
Dirujuk dari laman resmi Kementerian Agama, tidak semua orang mampu memberikan mahar yang besar saat pernikahan dilangsungkan. Oleh karena itu, praktik mahar non tunai alias dengan 'cicilan' muncul.
Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni jilid VIII, halaman 22, menyebut mahar statusnya bisa disegerakan atau ditunda. Yang terpenting, ada kesepakatan antara suami-istri atau suami dan wali istri.
ويجوز أن يكون الصداق معجلا ومؤجلا وبعضه معجلا وبعضه مؤجلا لأنه عوض في معاوضة فجاز ذلك فيه كالثمن
Artinya: "Mahar boleh disegerakan dan boleh ditunda. Boleh juga sebagian disegerakan, dan sebagian ditunda. Karena mahar termasuk bayaran dalam akad muawadhah (imbal-balik), sehingga boleh disegerakan atau ditunda, seperti harga."
Keterangan senada dijelaskan dalam situs NU Online. Tertulis bahwa mahar boleh dibayar tunai, dibayar dalam tempo tertentu, atau dicicil sesuai kesepakatan. Bila sudah sepakat mahar nontunai alias dicicil, istri tidak berhak menolak melayani suami, biarpun maharnya belum lunas.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam buku Mahar Services dalam Pernikahan Islam tulisan Muhammad Karim dkk menjelaskan wanita boleh saja meminta mahar besar. Namun, jika suami menyanggupi dengan catatan secara nontunai, mahar ini dapat menjadi makruh.
"Mahar wanita boleh banyak jumlahnya, jika ia mampu dan hukumnya tidak makruh. Kecuali jika disertai dengan hal-hal atau syarat lain yang bisa menjadikan hukumnya menjadi makruh, seperti diikuti dengan rasa kebanggaan dan kesombongan. Sedangkan bagi orang yang tidak mampu untuk memenuhi jumlah besar tersebut, maka hukumnya makruh.
Bahkan, bisa menjadi haram jika benar-benar pihak laki-laki tidak bisa memenuhi hal itu atau mahar itu berbentuk benda yang diharamkan. Jika jumlah mahar yang ditentukan itu besar dan ia menyanggupi dengan ditangguhkan (tidak tunai), maka hukumnya juga makruh. Karena hal ini juga bisa menyibukkan suami dengan tanggungan yang dipikulnya."
Wallahu a'lam bish-shawab.
Sebaik-baik Mahar bagi Wanita
Diringkas dari buku Siap Naik Pelaminan tulisan Muhammad Abduh Tuasikal, sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah. Dalam artian, mahar tersebut mudah dipenuhi oleh calon suami.
Dari Uqbah bin Amir RA, Rasulullah SAW bersabda:
خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرُهُ
Artinya: "Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah."
Dalam riwayat Abu Dawud, dengan lafal:
خَيْرُ النِّكَاحِ أَيْسَرُهُ
Artinya: "Sebaik-baik nikah adalah yang paling mudah." (HR Abu Dawud no 2117, al-Hakim 2:181-182. Sanadnya shahih)
Bagi wanita yang menerima mahar mudah, Rasulullah SAW menyebut hal tersebut sebagai berkah. Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ أَنْ تَتَيَسَّرَ خِطْبَتُهَا وَأَنْ يَتَيَسَّرَ صَدَاقُهَا وَأَنْ يَتَيَسَّرَ رحمها
Artinya: "Termasuk berkahnya seorang wanita, yang mudah khitbahnya (melamarnya), yang mudah maharnya, dan yang mudah memiliki keturunan." (HR Ahmad 6: 77. Syaikh Syu'aib al-Arnauth menyebut sanadnya hasan)
Jenis Mahar yang Dibolehkan dalam Islam
Dilihat dari buku Hukum dan Etika Pernikahan dalam Islam tulisan Ali Manshur, bentuk dan bahan mahar dapat disesuaikan perkembangan zaman. Selain uang, di antara benda yang bisa dijadikan mahar adalah:
1. Emas
Boleh menggunakan emas untuk mahar, baik dalam bentuk batang maupun perhiasan. Dalilnya adalah hadits:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: رَأَى النبي ﷺ عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَثَرَ صُفْرَةَ، فَقَالَ: مَهْيَمْ، أَوْ: مَهُ قَالَ: قَالَ: تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ، فَقَالَ: بَارَكَ اللَّهُ لَكَ، أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)
Artinya: "Musaddad telah menceritakan kepada kami: Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami: Dari Tsabit, dari Anas, ia berkata: Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melihat Abdurrahman bin Auf memakai shafrah, maka beliau bersabda: 'Mahyam atau hai', Anas berkata: Abdurrahman berkata: 'Aku telah menikahi seorang wanita dengan maskawin sebiji emas.' Maka Nabi mengucapkan: 'Semoga Allah memberi berkah kepadamu. Adakanlah walimah walau dengan menyembelih seekor kambing.'" (HR Bukhari no 6386)
2. Cincin
Perhiasan, seperti cincin dan kalung, sah-sah saja dibuat mahar. Bahan pembuatnya pun tidak ditentukan. Dikutip dari detikHikmah, Sahal bin Sa'id RA berkata, "Nabi SAW pernah menikahkan seorang laki-laki dengan perempuan dengan mahar sebuah cincin besi." (HR Hakim).
3. Pakaian atau Mukena
Mahar berupa pakaian, baik itu mukena, sajadah, maupun baju tipe lain yang punya manfaat untuk mempelai wanita, boleh digunakan sebagai mahar. Dahulu, Ali bin Abi Thalib RA juga menikahi Fatimah dengan baju perang. Dasarnya adalah hadits berikut:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الطَّالَقَانِيُّ : حَدَّثَنَا عَبْدَةٌ : حَدَّثَنَا سَعِيدٌ: عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا تَزَوَّجَ عَلَيٌّ فَاطِمَةَ، قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ : أَعْطَهَا شَيْئًا، قَالَ: مَا عِنْدِي شَيْءٌ. قَالَ: أَيْنَ دِرْعُكَ الْخُطَمِيَّةُ ؟ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ)
Artinya: "Ishaq bin Isma'il Ath-Thalaqani telah menceritakan kepada kami: Abdah telah menceritakan kepada kami: Sa'id telah menceritakan kepada kami: Dari Ayub, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Tatkala Ali menikah dengan Fatimah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya: Berikanlah dia sesuatu, Ali menjawab: Aku tidak memiliki apapun. Lalu beliau bersabda: Di mana baju perangmu?." (HR Abu Dawud no 2125)
Demikian pembahasan ringkas mengenai boleh tidaknya mahar pernikahan nontunai. Semoga bermanfaat!
(sto/alg)