Doa Minum Susu Saat 1 Muharram, Ini Makna dan Asal Usulnya

Doa Minum Susu Saat 1 Muharram, Ini Makna dan Asal Usulnya

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Kamis, 26 Jun 2025 16:16 WIB
Ilustrasi minum susu
Ilustrasi minum susu saat 1 Muharram. (Foto: Getty Images/Prostock-Studio)
Solo -

Malam 1 Muharram selalu menjadi momen istimewa bagi umat Islam untuk memulai tahun baru Hijriah dengan penuh harapan dan kebaikan. Salah satu tradisi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Muslim adalah doa minum susu saat 1 Muharram, sebagai simbol awal yang bersih dan penuh keberkahan.

Meski bukan bagian dari syariat Islam, tradisi ini tetap hidup dalam lingkungan keluarga tertentu, diwariskan turun-temurun dan dilakukan dalam suasana penuh ketulusan. Susu putih dipilih karena mengandung makna simbolik akan kesucian dan niat baik menyambut tahun baru.

Simak penjelasan lengkap seputar makna, asal usul, dan doa minum susu saat 1 Muharram berikut ini agar kamu bisa memahami tradisi ini dengan lebih bijak!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Doa Minum Susu Saat 1 Muharram

Berdasarkan informasi dari NU Online, tradisi minum susu dilakukan pada malam 1 Muharram, yaitu setelah sholat maghrib hingga sebelum masuk waktu subuh. Praktiknya cukup sederhana, yaitu siapkan segelas susu hangat, kemudian bacalah doa khusus sebelum meminumnya sebagai bentuk permohonan berkah kepada Allah SWT.

Berikut adalah bacaan doa minum susu putih di malam 1 Muharram:

ADVERTISEMENT

Ψ§Ω„Ω„Ω‘Ω°Ω‡ΩΩ…Ω‘ΩŽ Ψ¨ΩŽΨ§Ψ±ΩΩƒΩ’ Ω„ΩŽΩ†ΩŽΨ§ ΩΩΩŠΩ’Ω‡Ω ΩˆΩŽΨ²ΩΨ―Ω’Ω†ΩŽΨ§ مِنْهُ

Allahumma baarik lanaa fiihi wazidnaa minhu

Artinya: "Ya Allah, berkahilah kami di dalam air susu ini dan tambahlah keberkahan kami darinya."

Makna dari doa ini adalah permohonan kepada Allah SWT agar susu yang diminum menjadi sumber berkah, dan agar berkah tersebut terus bertambah sepanjang tahun yang baru. Susu dalam hal ini bukan hanya minuman, melainkan simbol dari harapan akan tahun yang lebih baik, sehat, dan penuh rahmat dari Allah.

Meskipun bersifat tradisional dan tidak bersumber dari kewajiban agama, amalan ini dilakukan dalam suasana penuh keikhlasan dan ketundukan kepada Allah. Selama tidak disertai keyakinan bahwa hal ini wajib atau termasuk ajaran pokok agama, maka ia tetap dapat dijalankan sebagai bentuk ungkapan syukur, harapan, dan ikhtiar kebaikan di awal tahun baru Hijriah.

Makna Tradisi Minum Susu Saat 1 Muharram

Tradisi minum susu pada hari pertama bulan Muharram merupakan salah satu kebiasaan turun-temurun yang diwarisi sebagian keluarga di wilayah Hijaz, khususnya di kota-kota seperti Jeddah. Bagi sebagian masyarakat, minum susu di awal tahun Hijriah dipandang sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan harapan.

Dalam praktiknya, mereka percaya bahwa dengan memulai tahun baru dengan sesuatu yang putih dan bersih seperti susu, maka hati mereka juga akan menjadi putih dan bersih. Tradisi ini biasanya dilakukan pada pagi hari pertama Muharram dan dianggap sebagai tanda penyambutan yang baik terhadap tahun yang baru, disertai dengan harapan bahwa sepanjang tahun akan dipenuhi kebahagiaan, kedamaian, dan kebaikan.

Sebagian keluarga bahkan masih melestarikan kebiasaan ini hingga kini. Misalnya, disebutkan ada yang membuat susu hangat dengan kapulaga dan menyajikannya kepada seluruh anggota keluarga sebagai bagian dari tradisi menyambut tahun baru Hijriah. Minum susu ini juga sering disertai dengan aktivitas lain seperti memakai baju baru, berkumpul bersama keluarga, dan menyantap makanan tradisional lainnya, seperti moloαΈ«iyya atau 'ashuriyyah (semacam bubur manis khas Arab).

Asal-usul Tradisi Minum Susu Saat 1 Muharram

Tradisi meminum susu putih pada malam 1 Muharram merupakan kebiasaan yang hidup di tengah masyarakat Muslim, terutama di wilayah Hijaz (sekarang bagian dari Arab Saudi). Tradisi ini diyakini terbentuk secara perlahan sebagai hasil perpaduan antara warisan budaya lokal dan pengaruh budaya lain yang masuk melalui interaksi sosial yang luas di kawasan tersebut.

Dalam laporan dari Al-Madina, tidak ditemukan penjelasan yang menunjukkan bahwa kebiasaan minum susu ini berasal dari praktik keagamaan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW atau para sahabat. Sebaliknya, kebiasaan ini lebih merupakan ekspresi budaya lokal yang muncul sebagai bentuk rasa optimisme dan harapan di awal tahun baru Hijriah.

Masyarakat percaya bahwa mengawali tahun dengan hal-hal yang positif, baik dari sisi warna, rasa, atau simbol alam seperti putih dan hijau, akan membawa suasana hati yang baik dan nasib yang cerah sepanjang tahun. Contohnya, minum susu putih diyakini bisa melambangkan hati yang seputih susu, bersih dari prasangka dan keburukan.

Sementara makan moloαΈ«iyya (semacam sayuran hijau seperti bayam Mesir) dilakukan agar lidah menjadi hijau, sebagai simbol dari ucapan yang baik, sopan, dan menyenangkan. Nilai-nilai simbolik ini diperkuat secara turun-temurun, diwariskan dari ibu ke anak perempuan dalam konteks rumah tangga dan lingkungan sosial yang akrab, seperti dikisahkan oleh beberapa ibu rumah tangga dalam wawancara media Al-Madina.

Sementara itu, NU Online mencatat bahwa tradisi minum susu putih pada malam 1 Muharram juga dipraktikkan oleh kalangan tertentu sebagai bagian dari amalan yang dikenalkan oleh Abuya Sayyid Muhammad Alawy Al Maliki, seorang ulama besar keturunan Rasulullah SAW yang sangat dihormati di tanah suci.

Dalam perspektif Abuya, susu putih dipilih karena mengandung makna simbolik yang kuat, putih adalah warna kebersihan, kesucian, dan ketulusan. Maka, dengan meminum susu putih setelah Maghrib hingga sebelum Subuh, umat Islam diajak mengawali tahun baru dengan semangat bersih lahir batin, penuh harapan dan keberkahan.

Minum Susu Saat 1 Muharram Bagian dari Tradisi, Bukan Anjuran Agama

Para ulama dan pakar akidah yang diwawancarai Al-Madina dengan tegas menjelaskan bahwa minum susu pada 1 Muharram bukan bagian dari syariat Islam, melainkan hanyalah tradisi lokal yang tidak memiliki dasar dari Al-Quran maupun sunnah. Menurut mereka, tidak ada anjuran agama untuk melakukan amalan khusus seperti minum susu, makan moloαΈ«iyya, atau memakai baju putih di awal Muharram, apalagi menganggap bahwa itu bisa membawa keberuntungan atau menolak bala.

Beberapa dari mereka bahkan menyebut praktik ini sebagai bentuk bid'ah (inovasi dalam agama) jika sampai diyakini sebagai bagian dari ajaran Islam atau sebagai bentuk ibadah. Ditegaskan pula bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa yang mengamalkan sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran kami, maka amalan itu tertolak."

Maka, selama kebiasaan seperti minum susu dilakukan sebagai bagian dari budaya atau adat, tanpa keyakinan bahwa hal itu adalah ibadah, maka tidak masalah. Namun, jika dikaitkan dengan kepercayaan akan pengaruhnya terhadap takdir, nasib, atau keberuntungan, maka hal itu dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni.




(sto/rih)


Hide Ads