Potret Makam Panglima Perang Diponegoro yang Ramai Peziarah Tiap 8 Safar

Potret Makam Panglima Perang Diponegoro yang Ramai Peziarah Tiap 8 Safar

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Selasa, 13 Agu 2024 16:04 WIB
makam Kiai Imam Rozi dan Kiai Abdul Muid
Foto: detikJateng/Arina Zulfa Ul Haq
Klaten -

Setiap tanggal 8 Safar dalam kalender Hijriah, makam Kiai Imam Rozi dan Kiai Abdul Muid selalu ramai peziarah dari berbagai penjuru. Mereka mengikuti haul Kiai Imam Rozi ke-179 dan haul Kiai Abdul Muid ke-86.

Sejak sore, para peziarah yang datang menggunakan kendaraan pribadi maupun bus sudah mulai terlihat memadati salah satu gang di Dukuh Tempursari, Desa Tempursari, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten. Para jemaah yang kebanyakan mengenakan pakaian putih itu berkunjung ke makam salah satu panglima Perang Diponegoro, yakni Kiai Imam Rozi.

Ketua Panitia Haul, Tri Budi Santoso menjelaskan Kiai Imam Rozi atau yang dikenal juga dengan sebutan Singo Manjat, merupakan panglima Perang Diponegoro sejak berumur 24 tahun. Dengan berani, memutuskan bergabung bersama Pangeran Diponegoro untuk mengusir penjajah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat itu dia di usia 24 tahun memutuskan bergabung untuk mengusir penjajah Belanda bersama Pangeran Diponegoro, sekitar tahun 1825-1830," ungkap Budi, ditemui detikJateng di makam Imam Rozi, Senin (12/8/2024).

makam Kiai Imam Rozi dan Kiai Abdul Muid Foto: detikJateng/Arina Zulfa Ul Haq

Perjalanannya tak selalu mulus, dalam perjuangannya menumpas para penjajah, Kiai Imam Rozi sempat tertangkap Belanda di Semarang. Namun, berkat perjuangan Pangeran Diponegoro, ia lantas bisa kembali bebas.

ADVERTISEMENT

"Beliau dilepaskan dan diperintahkan untuk mengirim satu nawala (surat) yang ditujukan kepada Pakubuwana ke-6," jelasnya.

Ia menjelaskan di antara surat itu, Kiai Imam Rozi pun diminta Pangeran Diponegoro untuk berdakwah dan mengembangkan agama Islam di Surakarta bagian barat.

Kiai Imam Rozi lantas melaksanakan perintah salah satu pahlawan kemerdekaan Indonesia itu, dan bertempat di Desa Tempursari, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten. Ia pun mendapat tanah perdikan di daerah tersebut.

Lebih lanjut Tribudi bercerita tanah perdikan yang diberikan kepada Kiai Imam Rozi juga tak kecil. Tanah perdikan itu meliputi seluruh Dukuh Tempursari, dengan luas sekitar 5-7 hektar, terdiri dari 2 RW dan 6 RT.

Hingga kini, tanah perdikan yang tak terdeteksi oleh pemerintah lantaran masih merupakan milik Keraton Kasunanan Hadiningrat itu pun digunakan untuk makam, masjid, hingga pondok pesantren.

"Beliau meninggal di usia 71 tahun dan dimakamkan di makam ini pada tahun 1872. Alhamdulillah masih terpelihara dengan baik. Setiap tahun tanggal 8 Safar itu diadakan kegiatan rutin, haul beliau, yang sampai saat ini belum pernah tidak dilakukan," ujarnya.

makam Kiai Imam Rozi dan Kiai Abdul Muid Foto: detikJateng/Arina Zulfa Ul Haq

Haul yang dilaksanakan malam Senin (12/8/202) ini pun diikuti ribuan jemaah dari berbagai penjuru di Indonesia. Mereka akan mengikuti rangkaian haul mulai dari hafalan dan muqaddaman Al Quran, hingga khotmil atau membaca Al Quran dari awal hingga akhir di makam Kiai Imam Rozi.

Haul biasanya digelar mulai pukul 19.00 WIB usai salat Isya, hingga tengah malam sekitar pukul 23.30 WIB. Selain dihadiri para jemaah dari berbagai daerah dan jajaran pejabat di lingkungan Pemkab Klaten, haul juga diikuti salah satu punggawa dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

"Supaya keterkaitan sejarah antara Pakubuwana IV, Kiai Imam Rozi, dan Pangeran Diponegoro selalu terjaga. Jadi kegiatan haul ini masih dalam kerangka nilai-nilai sejarah," tuturnya.

Sejak sore, para peziarah telah silih berganti mengunjungi makam salah satu panglima Perang Diponegoro itu yang terletak di salah satu bilik kecil di tengah makam. Makam yang berada di sebelah Pondok Pesantren Tempursari itu pun merupakan makam keluarga Kiai Imam Rozi.




(ncm/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads