Wakil Bupati (Wabup) Klaten Yoga Hardaya, mengikuti kegiatan halal bihalal bersama ratusan anggota Paguyuban Warga Klaten (PWK). Ia mengajak para peserta yang hadir untuk turut mempromosikan potensi Klaten saat kembali ke daerah perantauannya esok.
Kegiatan halal bihalal digelar di Pendapa Setda Kabupaten Klaten. Halal bihalal hari itu digelar oleh PWK dan diikuti ratusan pemudik asal Klaten yang kini merantau di Jakarta dan sekitarnya.
"Harapan saya memang ada agenda halal bihalal seperti ini. Selama ini saya mengetahui PWK itu yang dulunya Iwak (Ikatan Warga Klaten), biasanya dicari, diperlukan, saat menjelang Pilkada. Dikejar-kejar disuruh pulang (untuk) menggunakan hak pilihnya," kata Yoga di Pendapa Setda Klaten, Sabtu (13/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun mengajak para pemudik yang hadir agar tak hanya menjadi anggota PWK yang dicari saat Pilkada saja, tapi juga bisa turut mempromosikan potensi-potensi Kabupaten Klaten. Salah satunya beras Rojolele yang seringkali jadi oleh-oleh khas Kabupaten Klaten.
"Nah sekarang berbeda, sekarang kami berharap warga Klaten yang ada di perantauan khususnya di wilayah Jakarta dan sekitarnya bisa sering pulang untuk menengok sanak saudara dan membantu masyarakat Kabupaten Klaten," harapnya.
"Dengan membantu memasarkan produk-produk dari Kabupaten Klaten. Selama ini yang sudah berjalan dan saya tahu baru beras Rojolele," sambung Yoga.
Adapun, padi Rojolele diakui masyarakat berasal dari Delanggu, Kabupaten Klaten. Beras ini memiliki kualitas yang baik dan cita rasa yang lebih enak jika dibandingkan dengan berbagai jenis beras lainnya. Ciri-cirinya, beras Rojolele memiliki bentuk biji yang cenderung bulat dengan sedikit bagian berwarna putih susu dan bau yang khas.
"Padi Rojolele itu menanamnya juga susah, pemeliharaannya juga susah, tingginya saja lebih dari 150 meter. Kemudian panennya sekitar 6 bulan, jadi 1 tahun hanya panen dua kali," terang Yoga.
Kini, Kabupaten Klaten memiliki beras Rojolele Srinar dan Srinuk, yang juga menjadi potensi unggulan. Jika Rojolele biasa baru bisa dipanen setelah 6 bulan, Srinar dan Srinuk hanya sekitar 120 hari. Selain itu, tinggi batang Rojolele asli 150 sentimeter, sedangkan Srinar dan Srinuk hanya berkisar 90 sentimeter.
"Dengan teknologi dan zaman modern sekarang ini, yang seharusnya 6 bulan itu diperpendek. Inovasi itu sudah dilakukan dan alhamdulillah berhasil. Tapi berasnya juga aroma dan rasanya berbeda dengan yang asli, yang berhasil itu namanya Rojolele Srinuk," terangnya.
Sebagai upaya mempromosikan beras Rojolele dan membantu para petani, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Klaten pun diwajibkan membeli beras Rojolele Srinuk. Yoga berharap, nantinya para pemudik, khususnya anggota PWK bisa turut mempromosikan beras tersebut.
"Supaya produk-produk Klaten bisa dipasarkan di Jakarta dan sekitarnya, serta bisa mendapatkan penghasilan untuk masyarakat Klaten ini," ungkapnya.
"Harapan kami dengan adanya kegiatan ini maka akan semakin menjalin tali silaturahmi, supaya antar warga Klaten bisa kuat dan
bisa bersama saling tolong-menolong, bantu membantu kalau ada saudara kita yang memerlukan bantuan," sambungnya.
(ega/ega)