Dokter Lo Siauw Ging, akrab disapa dokter Lo, mengembuskan nafas terakhir di RS Kasih Ibu Solo, siang ini. Meninggalnya dokter yang kondang dermawan ini menyisakan duka mendalam bagi warga Solo dan sekitarnya. Berikut sepenggal kisah dr Lo semasa hidupnya.
Dokter kelahiran tahun 1934 yang terkenal karena tak pernah menentukan tarif buat pasiennya ini dirawat di Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo, sejak Jumat (22/12/2023). Hari ini dokter Lo tutup usia di umur 90 tahun.
Jurnalis detikcom pernah mewawancarai dokter Lo di pengujung 2013 silam. Dilansir detikNews, Senin (2/12/2013), tidak sulit menemukan rumah dokter Lo Siauw Ging. Namun, tidak gampang juga untuk bertemu di luar hubungan pasien dan dokter.
Saat itu hampir semua dokter senior di Solo dan petinggi rumah sakit di tempat dia bekerja telah membujuknya berulang kali agar bersedia wawancara, namun gagal.
detikcom dan beberapa wartawan baru bisa bertemu dengan dokter sepuh itu atas 'campur tangan' Sumartono Hadinoto, salah satu tokoh Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS), organisasi warga etnis Tionghoa di Solo.
Tak sekadar membujuk sang dokter, Sumartono juga mengantar wartawan dan mengetuk pintu rumah dr Lo demi memastikan sang dokter bersedia menemui.
Dengan langkah tertatih dipandu tongkat, sang dokter mempersilakan wartawan ngobrol di ruang praktik pribadi yang juga kediamannya nan asri di Jalan Yap Tjan Bing, Jagalan, Jebres, Solo.
Kesederhanaan terpancar dari perabotan rumah, cara dia mengatur rumah, dan yang utama adalah dari cara bertutur dan memandang lawan bicara.
Usia boleh bertambah, tapi sosok dr Lo kala itu tidak banyak berubah. Masih sama seperti ketika detikcom bertemu dengannya pada tahun 2000 silam di sebuah acara kesehatan. Saat itu ramai wacana penetapan Imlek sebagai hari libur dan usulan almarhum Abdurahman Wahid atau Gus Dur, presiden saat itu, tentang agama Konghucu. Yang tetap dari dokter Lo adalah kehidupan pribadinya.
"Bukan apa-apa. Saya ini bukan berarti menghindari orang, tapi apa yang perlu diketahui dari saya? Biasa saja kok," kata dokter Lo saat itu dengan nada datar, seperti menjawab kenapa ia seperti enggan wawancara.
Tentu saja dia merendah. Namun jelas, tidak terkesan nada kesombongan atau meminta pujian dari ucapannya tersebut. Buru-buru dr Lo menambahkan, barangkali saat ini orang mengenalnya sebagai dokter yang sering memberi bantuan kepada pasien. Namun ia yakin masih banyak dokter yang melakukan hal seperti dirinya, hanya saja belum dikenal khalayak karena bertugas di daerah terpencil.
Lahir di Magelang Tahun 1934
Dokter Lo lahir di Magelang pada 16 Agustus 1934 dari keluarga pengusaha yang terbilang sukses. Setelah lulus sekolah menengah, Lo memilih melanjutkan pendidikan di kedokteran. Tidak ada keluarga atau leluhurnya yang menekuni dunia pengobatan.
Lulus dari Universitas Airlangga tahun 1962, dr Lo menjadi PNS dan ditugaskan berpindah-pindah melayani warga-warga miskin di pedesaan. Sebelum ditempatkan di Solo, dia pernah bertugas di Gunungkidul, Sleman, Boyolali, Wonogiri, dan berbagai daerah lainnya.
Setelah melanglang ke berbagai daerah, dr Lo membuka praktik sendiri di rumah kontrakannya, Kampung Sorogenen, Solo. Saat itu, Sorogenen merupakan salah satu kampung padat penduduk berpenghasilan rendah.
Buka Praktik di Kampung Jagalan
Di kampung itulah dr Lo menikahi Gan May Kwee, gadis yang 13 tahun lebih muda darinya. Kemudian sejoli ini pindah ke Kampung Jagalan, tempat yang saat ini dijadikan lokasi praktik sekaligus kediaman.
"Rumah ini kami bangun sedikit demi sedikit. Keluarga istri, terutama paman istri saya, memberikan banyak bantuan untuk membangun rumah ini," kenang dr Lo.
Sejak dulu hingga usianya telah mencapai 79 tahun, dr Lo mendedikasikan hidupnya untuk pasien, terutama pasien miskin. Dulu, pasien yang datang tiap hari bisa mencapai 100 orang. Namun, pada 2013, pasien yang datang ke rumahnya rata-rata 'tinggal' 60 pasien.
Tak semua pasien berasal dari kalangan miskin, ada juga yang berduit. Kepada yang kaya ini pun, dr Lo tidak memasang tarif. Sebagian di antaranya membayar dengan cara meletakkan amplop berisi uang di meja konsultasi.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(dil/apl)