Pertempuran Surabaya menjadi peristiwa yang melatarbelakangi penetapan 10 November sebagai Hari Pahlawan. Berkat pengorbanan para pejuang, Indonesia dapat bertahan melawan penjajah. Salah satu tokoh penting di balik Pertempuran 10 November adalah Bung Tomo.
Soetomo atau yang lebih akrab disapa Bung Tomo adalah seorang orator ulung dan pemimpin karismatik yang memainkan peran kunci dalam membangkitkan semangat dan keberanian rakyat Surabaya untuk melawan pasukan Inggris yang mencoba merebut kembali kendali atas Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan.
Pidato yang diucapkan Bung Tomo pun mampu memengaruhi para pejuang kemerdekaan, meskipun sebenarnya mereka hanya memiliki senjata sederhana berupa bambu runcing, sedangkan para tentara Inggris bersenjatakan senapan laras panjang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, seperti apa sepak terjang kehidupan Bung Tomo? Berikut rangkuman biografinya.
Masa Kecil Bung Tomo
Menyadur buku berjudul Bung Tomo yang ditulis oleh Abdul Waid, Soetomo lahir di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 3 Oktober 1920. Ia merupakan anak dari pasangan Kartawan Tjiptowidjojo dan Subastita.
Kendati tumbuh di tengah lingkungan yang masih terjajah, Bung Tomo tumbuh menjadi sosok yang penuh semangat revolusi dan mempunyai konsistensi tinggi. Ini pun menjadi modal penting yang akan ia gunakan untuk melawan penjajah.
Bung Tomo mengenyam pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), di mana ia belajar berbagai mata pelajaran seperti matematika, ilmu sosial, sejarah, serta bahasa Jerman hingga Prancis. Namun, ketika ia berusia 12 tahun, Bung Tomo terpaksa meninggallkan MULO karena krisis ekonomi global.
Karena tumbuh di keluarga yang memprioritaskan pendidikan, ia pun akhirnya melanjutkan pendidikan di Hoogere Burgerschool (HBS). Selama bersekolah di sana, sikapnya menjadi kian kritis dan menyadari bahwa penjajahan Belanda tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga melalui sistem pendidikan yang diskriminatif.
Sosok Orator yang Cakap
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kemampuan berorasi Bung Tomo menjadi salah satu pendorong semangat dan keberanian para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Pada saat berpidato, terdapat beberapa tanda-tanda atau gaya yang selalu Bung Tomo tunjukkan, antara lain sebagai berikut.
- Suara yang terdengar keras dan jelas dengan kata-kata yang disampaikan dengan intonasi yang bergelora
- Tangan yang selalu menunjuk ke atas sebagai tanda bahwa ia menekankan terhadap isi pidatonya
- Tatapan yang selalu melihat ke arah orang-orang yang mendengarkan sehingga mereka bisa merasa tersentuh oleh pidato Bung Tomo
- Menyampaikan orasi dengan posisi berdiri karena ia merasa kurang sempurna jika berpidato sambil duduk
- Kalimat yang diucapkan Bung Tomo tidak pernah tersendat-sendat
Pada tanggal 10 November 1945, Bung Tomo melakukan orasi di hadapan ribuan pemuda di Lapangan Benteng, Surabaya. Ia menyerukan agar rakyat Indonesia tidak gentar dari tentara Inggris dan melakukan perlawanan.
Orang-orang yang berada di tempat pun merasa tergugah dan berkobar semangatnya pada saat Bung Tomo meneriakkan kata 'merdeka'. Ini dia beberapa kalimat pidato Bung Tomo yang diucapkan pada saat orasi 10 November 1945:
Kita ini bangsa yang besar, tundukkan kompeni, kalahkan tentara Inggris. Kita harus menjaga kehormatan Bangsa Indonesia. Tunjukkan pada tentara Inggris bahwa kita bangsa Indonesia benar-benar ingin merdeka. Merdeka atau mati.
Jejak Karier Bung Tomo
Sejak ia masih muda, Bung Tomo telah aktif tergabung dalam beragam organisasi. Mulanya, ia mengikuti Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Karena peran sertanya yang mumpuni, ia pun dijadikan sebagai Sekretaris Partai Indonesia Raya di Tembok Duku, Surabaya.
Tak hanya itu, Bung Tomo juga pernah terlibat di bidang jurnalistik sebagai wartawan Soeara Oemoem Surabaya, redaktur Pembela Rakyat Surabaya, dan penulis pojok harian Ekspres Surabaya pada tahun 1939.
Lebih lanjut, tahun 1945 ia menempati posisi sebagai Ketua Umum Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) mulai bulan Oktober 1945-Juni 1947 atau kurang lebih selama dua tahun.
Bung Tomo pun pernah menduduki berbagai posisi penting dalam pemerintahan dan militer Indonesia. Ia menjadi anggota Dewan Penasihat Panglima Besar Jenderal Soedirman, memimpin Badan Koordinasi Produksi Senjata di Jawa dan Madura, serta menjabat sebagai anggota tinggi dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selain itu, ia juga bergabung dalam Staf Gabungan Angkatan Perang Republik Indonesia dan memimpin Panitia Angkatan Darat yang mengurusi sektor kereta api dan bus antarkota.
Mendapatkan Gelar Pahlawan Nasional
Pada tanggal 7 Oktober 1981 atau pada usianya yang ke-61 tahun, Bung Tomo meninggal dunia di Padang Arafah ketika melaksanakan ibadah haji. Berselang 27 tahun setelahnya, Bung Tomo pun akhirnya mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Nomor 041/TK/Tahun 2008 pada saat peringatan Hari Pahlawan 2008 silam.
Demikian biografi singkat Bung Tomo, tokoh penting di balik Pertempuran Surabaya 10 November. Semoga bermanfaat!
Artikel ini ditulis oleh Jihan Nisrina Khairani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(apl/aku)