Menag Kembali Bicara Capres, Singgung Politisasi Agama Pilgub DKI-Pilpres 2019

Tara Wahyu NV - detikJateng
Jumat, 29 Sep 2023 15:07 WIB
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di acara Wahana Nagara Rahaja di Hotel Alila, Solo, Jumat (29/9/2023). Foto: Tara Wahyu NV/detikJateng
Solo -

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan kepada umat Buddha agar melihat rekam jejak calon presiden (capres) pada Pilpres 2024. Menag mengingatkan jangan memilih pemimpin secara asal-asalan.

Hal itu disampaikan Menag dalam sambutannya saat menghadiri acara doa bersama Wahana Nagara Rahaja di Hotel Alila, Solo. Acara itu diikuti umat Buddha.

Awalnya, Menang mengatakan bahwa Indonesia pada 2024 memasuki tahun politik. Menurutnya, umat beragama seharusnya menyadari bahwa pemilu hanyalah mekanisme untuk menemukan siapa yang akan memimpin Indonesia.

"Tidak boleh umat beragama kita semua ini menjadi bagian dari yang salah dalam mekanisme itu, dianggap bahwa pemilu ini urusan hidup mati, saling memusuhi, saling menghinakan satu dengan yang lain tidak boleh," kata Yaqut, Jumat (29/9/2023).

Menurutnya, untuk memilih pemimpin negara tidak boleh secara asal-asalan. Sebagai umat yang beragama, lanjut dia, masyarakat mempunyai kewajiban memilih pemimpin yang tepat.

"Agar agama yang kita yakini, agama yang kita pegang erat, keyakinan kita ini, keyakinan pada kita ini bisa tetap terjaga bisa tetap terjamin keberlangsungannya terjamin umatnya untuk melaksanakan ibadah tanpa ada gangguan apa pun," ujarnya.

Untuk itu, dirinya mengajak untuk memilih pemimpin yang tidak hanya pandai dalam berbicara dan mempunyai mulut yang manis. Ia mengajak untuk melihat rekam jejak para capres.

"Oleh karena itu bapak ibu sekalian, saya berharap nanti bapak ibu sekalian dalam memilih pemimpin negeri ini untuk 2024-2029 benar-benar dilihat rekam jejaknya. Jangan karena bicaranya enak, mulutnya manis, mukanya ganteng itu dipilih, jangan asal begitu, harus dilihat dulu track record-nya," jelasnya.

"Track record-nya bagus syukur, mukanya ganteng syukur, bicaranya manis, itu dipilih. Kalau nggak ya jangan, jangan pertaruhkan negeri ini kepada orang yang tidak memiliki perhatian kepada kita semua, cek track record-nya," lanjut Menag.

Lebih lanjut, Menag mengingatkan agar tidak memilih pemimpin yang menggunakan agama sebagai kepentingan politik. Meskipun, dirinya meyakini bahwa politik tidak bisa lepas dari agama.

"Agama dan politik tidak bisa dipisahkan tetapi agama tidak boleh digunakan sebagai alat politik untuk memenuhi nafsu kekuasaan, ini berbeda," bebernya.

"Jadi ini berbeda agama, pasti berhubungan dengan politik dan sebaliknya tetapi jangan gunakan agama untuk memenuhi keinginan merebut kekuasaan, tidak boleh karena berbeda pilihan kemudian yang beda itu dikafir-kafirkan," tegasnya.

Menag mengungkit pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 serta Pemilu 2014 dan 2019 yang dinilai menggunakan agama dalam politik.

Selengkapnya di halaman selanjutnya




(rih/ahr)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork