Ketupat merupakan makanan khas yang selalu disantap saat Lebaran. Kepopuleran ketupat menjadi makanan khas saat Lebaran ini ternyata memiliki filosofi dan makna tersendiri.
Ketupat adalah makanan yang terbuat dari beras yang dikemas dengan daun kelapa yang dianyam membentuk persegi. Ketupat menjadi ciri khas makanan utama yang dihidangkan saat lebaran. Umumnya ketupat disantap bersama dengan lauk khas lebaran seperti opor, sambal goreng, dan lain-lain.
Tentunya ketupat memiliki makna dan filosofi yang berhubungan dengan lebaran, sehingga masyarakat menganggap ketupat harus hadir menjadi salah satu tradisi makanan yang harus ada saat lebaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari laman resmi NU dan dari buku berjudul Refleksi Hari Kemenangan dan Kemerdekaan karya Tim Redaksi Majalah Tebuireng (2020), berikut filosofi dan makna dari ketupat lebaran.
Filosofi Ketupat Lebaran
Ketupat menjadi simbol maaf bagi masyarakat Jawa, yaitu ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya nantinya mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya. Apabila ketupat tersebut dimakan, secara otomatis pintu maaf telah dibuka dan segala salah dan khilaf antar keduanya terhapus.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, ketupat memiliki makna filosofi yang dalam. Ketupat terbuat dari tiga bahan utama, yaitu janur kuning, beras, dan santan. Janur kuning atau pelepah daun kelapa muda merupakan lambang tolak bala atau penolak bahaya.
Kemudian beras, simbol kemakmuran, dianggap sebagai doa agar masyarakat diberi kelimpahan kemakmuran setelah hari raya. Adapun santan yang dalam bahasa jawa disebut santen, berima dengan kata ngapunten, yang berarti memohon maaf. Kata Kupat Luar sendiri berasal dari kata 'pat' atau 'lepat' (kesalahan) dan 'luar' yang berarti di luar, atau terbebas atau terlepas.
Kata ketupat atau kupat berasal dari istilah bahasa Jawa yaitu ngaku lepat, yang berarti mengakui kesalahan dan laku papat yang berarti empat tindakan. Ngaku lepat atau mengakui kesalahan dilakukan dengan tradisi sungkeman.
Tradisi sungkeman adalah tradisi seorang anak yang bersimpuh dan memohon maaf di hadapan orang tuanya. Sungkeman memberi pelajaran pada diri kita untuk memahami arti pentingnya menghormati orang tua, tidak angkuh dan tidak sombong kepada mereka, serta senantiasa mengharap rida dan bimbingannya. Ngaku lepat juga dipraktekkan saat memohon maaf kepada tetangga dan kerabat dekat maupun jauh.
Untuk istilah laku papat atau empat tindakan, masyarakat Jawa mengartikannya dengan empat istilah, yaitu lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Lebaran berarti akhir dan usai, yaitu menandakan telah berakhirnya waktu puasa Ramadhan dan siap menyongsong hari kemenangan. Sedangkan luberan bermakna berbagi dan mengeluarkan sebagian harta yang lebih (luber) kepada fakir miskin.
Adapun leburan berarti habis dan melebur, yaitu momen untuk saling melebur dosa dengan saling memaafkan satu sama lain. Yang terakhir adalah laburan yang berasal dari kata labur atau kapur. Laburan dipahami bahwa hati seorang muslim haruslah kembali jernih dan putih layaknya sebuah kapur.
Baca juga: Contoh Teks Doa Halal Bihalal Idul Fitri |
Makna Ketupat Lebaran
Ketupat lebaran memiliki makna tersendiri. Dengan memakan ketupat, umat Islam diharapkan mengingat bahwa mereka sudah terlepas dan terbebas dari kesalahan. Lalu mereka berkewajiban untuk saling meminta dan memberi maaf agar kebebasan itu benar-benar sempurna.
Makna lain dari tradisi ketupat lebaran dapat dilihat dari singkatan ketupat sendiri yaitu ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan. Dengan tradisi ketupat diharapkan setiap orang mau mengakui kesalahan, sehingga memudahkan diri untuk memaafkan kesalahan orang lain.
Dosa-dosa umat Islam akan saling terlebur bersamaan di hari raya Idul Fitri. Bentuk ketupat yang persegi menjadi simbol atau perwujudan cara pandang kiblat papat lima pancer. Cara pandang itu menegaskan adanya harmonisasi dan keseimbangan alam yaitu empat arah mata angin utama, yaitu timur, selatan, barat, dan utara yang bertumpu pada satu pusat. Maknanya, manusia dalam kehidupan, ke arah manapun dia pergi, hendaknya tidak pernah melupakan pancer yaitu Allah SWT.
Demikian informasi mengenai filosofi dan makna ketupat lebaran, semoga bermanfaat ya Lur!
Artikel ini ditulis oleh Agustin Tri Wardani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dil/ahr)