Kisah perjuangan menuntut keadilan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia kerap menemui jalan berkelok hingga tak jarang buntu. Salah satu potret kasus yang terjadi di Kabupaten Banyumas belum lama ini, menjadi catatan betapa harga sebuah pilihan memerlukan upaya dan biaya yang mahal.
Pergolakan batin dan keinginan seseorang untuk menentukan kehendaknya yang secara konsep dijamin oleh Negara, harus terbentur dengan realitas penegakan hukum. Stigma masyarakat umum sedikit banyak masih memengaruhi objektifitas penerapan hukum di Indonesia.
Adalah Icha yang saat ini tengah berupaya memperjuangkan pilihannya untuk mengubah nama dan status jenis kelamin menjadi perempuan sesuai dengan pilihannya dengan nama Asyiffa Icha Khairunisa.
Kepada detikJateng, dia berkisah tentang pergolakan batin yang dirasakan sejak kecil dan perjuangan hingga akhirnya memutuskan untuk melakukan operasi ganti kelamin dari laki-laki menjadi perempuan.
"Sejak kecil saya merasa wanita, saya sukanya juga laki-laki bukan wanita, saya menyadari bahwa saya bukan laki-laki ya saya wanita, itu alasan yang mendasari," kata Icha di rumahnya, Kamis (14/7/2022).
Sejak kecil kecenderungannya yang berbeda dari lak-laki kebanyakan, kerap kali mendapat perundungan dan pandangan miring. Padahal menurutnya apa yang dialami bukanlah sesuatu yang dibuat-buat atau meniru.
"Aku merasa sejak kecil aku suka mainan boneka barbie, intinya aku ga suka mainan cowok aku sukanya boneka. Kalau misalnya aku kecil aku kan nggak tahu apa-apa tapi mereka membully aku, dari kecil aku udah menderita dibully orang," tuturnya.
Merasa dirinya berbeda, Icha tidak berpangku tangan, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan besar yang ada di pikirannya serta gejolak batinnya berbagai upaya dilakukan. Mulai dari sekedar mencari informasi hingga konsultasi telah dilakukan.
"Sebenarnya sih sudah dari dulu, dulu tahun 2013 sempet konsultasi ke ustadz Jakarta ya itu ustadz bilang kalau aku emang wanita, aku juga udah konsultasi ke beberapa (psikolog), dokter Carla dari psikolog RS Sardjito bilang aku Gender Identity Disorder jiwa wanita yang terperangkap dalam tubuh pria, aku pun merasa seperti itu," ungkapnya
Bahkan dengan keadaannya itu, dia akhirnya memutuskan untuk putus sekolah saat menginjak bangku SMA. Cita-cita yang diharapkannya sejak kecil, rela dia kubur karena kondisi lingkungan yang kerap membuatnya tidak nyaman.
"Aku sekolah sampai SMA, baru satu semester aku keluar soalnya kaya nggak sanggup menggunakan pakaian laki-laki. Aku udah pada titik kaya ga tahan kaya gitu, aku malu, jadi kebanyakan seringnya di rumah, waktu kecil pengen jadi guru tapi udahlah semuanya udah gagal," tuturnya.
Pengakuan Icha tentang perundungan dan pandangan miring dari lingkungan juga dibenarkan salah satu tetangganya. detikJateng menemui salah satu tetangganya Sulung Aji Pangestu, dia membenarkan sejak kecil Icha kerap kali mendapat ejekan teman sebayanya.
"Kenal banget karena rumah saya kan hanya berjarak lima rumah dari tempat Icha, bener sejak kecil banyak yang bully, karena jiwa laki-lakinya memang minim jadi kan anak-anak suka madani (mengejek)," kata Sulung
Dia bahkan menyebut di lingkungannya Icha kerap menutup diri, alasannya menurut dia karena lingkungan sosial belum menerima. Hal itu menurutnya membuat Icha tidak punya teman di Desanya.
"Yang pasti alasan utamanya karena itu belum menjadi pandangan yang wajar di Desa saya, sebagaimana orang terlahir laki-laki berkelakuan selayaknya laki-laki," ungkapnya
Pengajuan legalitas Icha ditolak PN Purwokerto. Simak di halaman selanjutnya..
Simak Video "Video: Cerita Sopir Selamat Usai Mobilnya Tertimpa Longsor di Banyumas"
(aku/aku)