Situs Megalitikum Gunung Padang di Cianjur menyimpan banyak misteri, baik dari sisi sejarah peradaban masa lalu hingga keberadaan sosok gaib. Dua penjaga berpakaian Kerajaan masa lalu menjadi sosok yang dipercaya menjaga situs yang akan kembali dipugar pada awal Agustus 2025 ini.
Situs yang pertama kali ditemukan pada tahun 1914 oleh peneliti asal Belanda yakni N J Krom ini terdiri dari lima undakan atau lima teras, dengan teras kelima yang dipercaya merupakan singgasana.
Sebelum tiba ke teras utama itu, pengunjung harus menaiki ratusan anak tangga batu curam dengan kemiringan sekitar 45 derajat. Dua buah batu dengan posisi tegak menyambut di teras pertama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Babak Baru Penelitian Situs Gunung Padang |
Kedua batu yang seolah gerbang itu diyakini menjadi tempat dua sosok pria bertubuh tinggi besar dengan pakaian kerajaan berada. Sosok tersebut layaknya pasukan kerajaan menjaga situs yang digadang-gadang lebih tua daripada Piramida Agung Giza di Mesir. Sosok gaib itu kerap menunjukkan diri pada pengunjung yang datang saat malam hari, terutama mereka yang ingin melakukan tadabbur alam (merenungkan sesuatu di balik keberadaan alam).
"Kepercayaan dan cerita dari para pengunjung ada yang melihat kedua sosok tersebut. Berdiri dengan tegak tanpa berbicara di pintu masuk ke Gunung Padang," ujar Polisi Khusus Cagar Budaya sekaligus Koordinator Juru Pelihara Gunung Padang Nanang Sukmana, Selasa (29/7/2025).
Namun lanjut dia, wujud dari sosok gaib tersebut hanya proyeksi dari pemikiran dan gambaran pengunjung. Sosok yang muncul, lanjut dia, bisa berbeda setiap orangnya.
"Bahkan tidak semua diperlihatkan. Jadi tergantung imajinasi, nantinya sosok yang terproyeksikan akan seperti itu," kata dia.
Nanang mengatakan, meskipun banyak yang meyakini keberadaan dua sosok penjaga Kerajaan, pengunjung diharapkan tidak terlalu terfokus kepadanya. Diharapkan kemegahan dari struktur bangunan masa lalu tersebut menjadi tujuan utama yang dinikmati serta digali ilmunya.
"Kita mempercayai adanya hal gaib, tapi jangan juga menjadi keyakinan utama. Cukup datang untuk menikmati situs prasejarah ini. Bukti dari kemajuan teknologi arsitektur masa lalu, dimana dari tumpukan batu dapat terbentuk struktur bangunan yang luar biasa ini," tutur Nanang.
Mitos dalam Pandangan MUI Jabar
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mengingatkan agar masyarakat bisa memilah dan menyikapi keberadaan mitos secara bijak, terutama yang berpotensi mengarah pada kemusyrikan.
"Memang kepercayaan-kepercayaan semacam mitos itu masih tumbuh ya di masyarakat itu, masih ada. Perkembangannya kalaupun tidak meningkat tapi tetap, itu sesuatu yang hidup dalam keyakinan masyarakat," ujar Sekretaris MUI Jawa Barat, Rafani Achyar saat diwawancarai belum lama ini.
Ia lal membedakan mitos menjadi dua jenis. Pertama, mitos yang bersifat negatif karena mengarah pada kemusyrikan. Satu lagi mitos yang dinilai positif karena mengandung nilai etika dan pelestarian lingkungan.
"Mitos itu kan menjurus kepada kemusyrikan. Kemusyrikan itu kan mempersekutukan Allah. Dalam pandangan Islam ini dosa besar," kata Rafani.
Ia mencontohkan praktik kepercayaan terhadap pohon keramat atau tempat tertentu yang dianggap memiliki kekuatan spiritual. Jika masyarakat mempercayai, Rafani menegaskan hal itu sudah mengarah pada kemusyrikan.
"Kalau mitosnya, umpamanya di suatu tempat ada pohon apa, kemudian orang datang ke situ, ziarah, minta ini itu kepada pohon, itu musyrik. Tapi kalau hanya cerita, tidak diyakini secara spiritual, itu tidak masalah," ujar dia menegaskan.
Sebaliknya, ada juga mitos yang dinilai positif karena mengajarkan etika hidup, seperti mitos larangan buang air kecil sembarangan dan berbicara kasar ketika berada di suatu gunung.
"Kalau mitosnya seperti tidak boleh kencing sembarangan di gunung atau tidak boleh ngomong kasar, menurut saya itu positif. Karena pada dasarnya itu mengajarkan adab dan menjaga alam," tutur Rafani.
(orb/orb)