Pulau Kunti yang terletak di kawasan Ciletuh Palabuhanratu Unesco Global Geopark (CPUGG) tidak hanya dikenal melalui legendanya, tetapi juga karena keindahan alam yang memikat, baik di darat maupun di bawah laut. Pulau kecil ini menyuguhkan pemandangan yang luar biasa, mulai dari terumbu karang hingga kisah mistis Gua Anti Jomblo yang menarik perhatian wisatawan.
Terumbu karang di sekitar Pulau Kunti tetap menjadi daya tarik utama bagi penggemar snorkeling dan diving. Dengan kondisi yang relatif terjaga, karang-karang ini menjadi habitat bagi berbagai ikan berwarna-warni yang menambah pesona kehidupan bawah laut. Airnya yang jernih mengundang siapa pun untuk menjelajahi keindahan tersembunyi yang hanya bisa dinikmati dari bawah permukaan laut.
Namun, popularitas Pulau Kunti menghadirkan tantangan besar dalam hal kelestarian. Sampah yang ditinggalkan pengunjung serta dampak aktivitas manusia mulai mengancam keindahan alam pulau ini. Menyadari ancaman ini, otoritas setempat dan para pegiat wisata mengambil langkah drastis dengan menutup sementara akses wisata ke pulau tersebut sejak awal tahun 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mudrika, seorang pegiat wisata, mengungkapkan bahwa penutupan tersebut sejak awal memang bertujuan untuk memberikan waktu bagi Pulau Kunti memulihkan ekosistemnya.
"Sebenarnya sejak awal tahun 2024 Pulau Kunti tidak boleh dimasuki. Namun, realitas di lapangan sulit dihindari. Yang terpenting adalah memberikan edukasi kepada wisatawan dan masyarakat setempat agar menjaga kebersihan kawasan," ujarnya saat ditemui oleh detikJabar, Sabtu (25/1/2025).
Mudrika, yang juga mantan Geopark Ranger, menegaskan pentingnya edukasi bagi semua pihak agar keindahan dan kelestarian Pulau Kunti tetap terjaga untuk generasi mendatang. Menurutnya, pengelolaan kawasan wisata berbasis konservasi adalah kunci agar daya tarik Pulau Kunti tidak berakhir hanya sebagai cerita nostalgia.
Keputusan untuk menutup akses wisata Pulau Kunti menjadi refleksi dari pentingnya pelestarian. "Keseimbangan alam harus dijaga, dan kami berharap langkah ini menjadi upaya jangka panjang untuk mengembalikan keindahan pulau," tutup Mudrika.
Di sisi lain, Saman, seorang Geopark Ranger sekaligus pengelola kapal wisata, menjelaskan bahwa aktivitas wisata di Pulau Kunti kini lebih fokus pada edukasi. Pengunjung diperkenalkan pada keunikan batuan purba yang menjadi ciri khas kawasan Geopark Ciletuh.
"Saat ini, beberapa wisatawan masih mengunjungi Pulau Kunti. Ada yang ikut program bersih-bersih pantai, sementara lainnya hanya memutari pulau. Kami juga mengarahkan wisatawan untuk menikmati snorkeling atau diving, sekaligus menyusuri batuan purba yang ada di pulau ini," jelas Saman.
Ia menambahkan bahwa Pulau Kunti bukan sekadar lokasi wisata biasa. Dengan kekayaan geologi berupa batuan purba, legenda Gua Anti Jomblo, dan terumbu karangnya, pulau ini menjadi simbol kekayaan alam dan budaya yang harus terus dijaga.
Legenda Gua Anti Jomblo sendiri menambah daya tarik Pulau Kunti. Konon, gua ini memiliki aura magis yang dipercaya dapat mempertemukan seseorang dengan jodohnya, asalkan niatnya tulus. Mitos ini membuat banyak pengunjung penasaran untuk mendatangi gua tersebut, meski sebatas menikmati suasana magis yang diceritakan warga setempat.
Pulau Kunti kini menjadi contoh nyata bagaimana wisata alam harus dikelola dengan hati-hati. Edukasi dan konservasi menjadi prioritas agar generasi mendatang masih bisa menikmati surga kecil di Geopark Ciletuh ini.
"Pulau Kunti, dengan segala misterinya, bukan hanya menjadi tempat wisata biasa, tetapi juga simbol dari keindahan alam dan kekayaan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Gua Anti Jomblo dan legenda yang mengelilinginya, terumbu karang yang memukau, serta batuan purba yang menceritakan sejarah bumi," sambung Saman.
(sya/mso)